Stella Christie Sebut Investasi Bidang Riset jadi Kunci untuk Genjot Ekonomi
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendikti), Stella Christie, menjelaskan, akses pendidikan tinggi dan riset merupakan kunci utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara.
Stella mengatakan, investasi di sektor pendidikan tinggi lebih progresif untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Ia membandingkan dengan investasi untuk membangun infrastruktur yang berisiko menciptakan jebakan stagnasi.
"Satu-satunya cara mengindari steady state growth adalah dengan investasi pada sumber daya manusia, pengetahuan dan inovasi," kata Stella saat menjadi pembicara dalam forum bertajuk 'Kemitraan Multi-Pihak untuk Memperkuat Kebijakan Ekosistem Pendidikan dan Riset Nasional' yang diselenggarakan oleh Katadata di Kantor Kementerian Koordinator PMK Jakarta pada Kamis (18/12).
Stella mengatakan, peningkatan belanja riset terbukti memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Ia mengutip sebuah jurnal yang memperlihatkan kenaikan investasi negara terhadap riset sebesar 10% dapat meningkatkan produk domestik bruto (GDP) sebesar 0,2% dalam jangka pendek dan 0,9% dalam jangka panjang.
Menurutnya, ilmu pengetahuan dan teknologi berperan sebagai pemicu masuknya investasi. Investasi tersebut mendorong pembangunan infrastruktur, yang pada gilirannya membuka akses lebih luas terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi baru.
Siklus ini menciptakan efek berantai yang saling menguatkan antara riset, investasi, dan infrastruktur yang menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Stella mengatakan, modal negara untuk riset adalah investasi strategis bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan nantinya. "Kita perlu berbenah diri, mengubah tujuan universitas dari sebelumnya hanya mengajar menjadi pusat riset dan inovasi," ujarnya.
Ia menjelaskan, universitas berbasis riset membuat dosen berperan ganda sebagai pengajar sekaligus peneliti. Riset yang dihasilkan universitas pun memberi dampak langsung bagi dunia usaha dan mendorong peningkatan produktivitas ekonomi.
Stella dalam pemaparannya menunjukan riset di perguruan tinggi memberi dampak besar terhadap perekonomian. Stanford University, misalnya, menghasilkan dampak ekonomi sekitar US$ 2,7 triliun atau setara Rp 44 kuadriliun per tahun, menciptakan 5,4 juta lapangan kerja dan melahirkan sekitar 40 ribu perusahaan.
Massachusetts Institute of Technology (MIT) menyumbang sekitar US$ 2 triliun atau Rp 32 kuadriliun per tahun, dengan 4,6 juta pekerjaan dan lebih dari 30 ribu perusahaan.
University of Kansas juga mencatat dampak ekonomi sekitar US$7,8 miliar atau Rp127 triliun per tahun serta menciptakan 88 ribu lapangan kerja.
Komisaris PT Pertamina Hulu Energi itu menyampaikan bahwa Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menyiapkan dua instrumen utama untuk memperkuat riset perguruan tinggi, yakni melalui pendanaan dan regulasi.
Anggaran riset nasional meningkat hingga 218%, dari Rp 1,47 triliun pada 2024 menjadi Rp 3,2 triliun pada tahun ini. Dari total anggaran tersebut, sebanyak 1.892 perguruan tinggi menerima Rp 1,35 triliun dana riset yang mendanai 17.629 judul penelitian dan melibatkan 14.975 peneliti dari Sabang sampai Merauke sepanjang tahun ini.
Dari sisi regulasi, pemerintah menyiapkan insentif finansial langsung bagi peneliti yang memenangkan hibah riset. Stella mencontohkan kolaborasi riset dan hilirisasi rumput laut yang dijalankan oleh Universitas Mataram.
Kemitraan yang melibatkan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, University of California, Berkeley, Beijing Genomic Institute, serta APINDO ini diarahkan untuk mendorong lahirnya ekosistem bisnis rumput laut bernilai tinggi di dalam negeri.
"Indonesia penghasil rumput laut terbesar tapi hanya dijual dalam bentuk raw material. Padahal potensinya bisa mencapai US$ 12 miliar, kita masih ambil bagian kecil di sana," ujarnya.
