Cek Data: Mengukur Produksi Indonesia untuk Wajibkan Etanol 10% Bensin
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap rencana pemerintah menerapkan kewajiban etanol 10% (E10) untuk bensin pada 2027. Apakah kemampuan produksi Indonesia sudah mencukupi untuk target E10 tersebut?
Kontroversi
Wacana kewajiban kandungan etanol 10% (E10) dalam bensin pertama kali diumumkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada Selasa, 7 Oktober 2025. Bahlil mengatakan, Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui rencana tersebut.
Rencana ini diumumkan di tengah penolakan SPBU swasta terhadap bahan baku (fuel base) bahan bakar minyak (BBM) impor dari Pertamina, lantaran mengandung etanol 3,5%. Hal ini dinilai di luar kesepakatan, karena SPBU swasta meminta fuel base murni yang belum dicampur bahan aditif, termasuk etanol.
Menurut Bahlil, campuran etanol akan membuat BBM lebih ramah lingkungan. Selain itu, dapat mengurangi ketergantungan impor BBM. Bahlil mengatakan, kewajiban E10 sudah dapat diterapkan pada 2027.
Terbaru, Bahlil memastikan seluruh etanol yang menjadi campuran bensin akan dipasok dari dalam negeri. “Kami tidak mau program mandatory E10 ini berujung pada impor etanol. Karena itu, kami membuat program E10 ini bertahap,” kata Bahlil di Media Center Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat, 24 Oktober.
Pemerintah akan memastikan pembangunan pabrik etanol untuk menopang kebutuhan etanol sebagai campuran bensin. Bahlil mengatakan, bahan baku pabrik etanol berasal dari singkong dan tebu.
Faktanya
Penggunaan etanol sebagai campuran dalam bensin memang lumrah. Negara seperti Amerika Serikat (AS) mengimplementasi kebijakan etanol karena profilnya yang lebih bersih dari BBM murni. Sementara Brasil melakukannya untuk melepaskan ketergantungan dari impor BBM.
Mencampurkan bahan bakar nabati (BBN) dengan BBM juga sudah dilakukan di Indonesia. Pada 2025, Indonesia mewajibkan kandungan biodiesel dalam solar hingga 40%. Namun, kewajiban ini berlaku karena Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia.
Badan Energi Internasional (IEA) mencatat ada 45 negara yang menerapkan kebijakan mencampurkan BBN dalam BBM. Beberapa negara hanya menerapkan untuk etanol atau biodiesel saja, tetapi sebagian besar menerapkan kewajiban untuk keduanya.
Cara penerapannya berbeda-beda. Beberapa negara mewajibkan campuran BBN dengan persentase pasti dalam BBM. Sementara, beberapa negara lain menerapkannya dengan menetapkan persentase BBN terhadap konsumsi akhir.
Indonesia sebenarnya sudah memiliki peta jalan untuk produksi bioetanol dalam negeri. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati.
Dalam aturan tersebut, pemerintah menetapkan penambahan areal baru perkebunan untuk meningkatkan produksi bioetanol. Pada 2030, peningkatan produksi bioetanol dari tanaman tebu ditargetkan 1,2 juta kiloliler (kl).
Pemerintah berencana mempercepat target peta jalan ini dari 2030 menjadi 2027. Namun, jika melihat capaian pada 2024, pemenuhan target akan menempuh jalan yang cukup berat. Produktivitas tebu, misalnya, masih 63,77 ton per hektare pada 2024, di bawah target 93 ton per hektare.
Kemampuan Produksi Etanol Indonesia
Gula yang diproduksi dari tebu memang bukan satu-satunya bahan baku pembuatan etanol. Ada bahan baku lain, seperti singkong dan gula aren.
Di beberapa negara—terutama yang penggunaan etanolnya tinggi—bahan baku yang digunakan sesuai dengan produksi agrikultur. AS paling banyak menggunakan jagung karena produksi yang melimpah. Brasil, produsen gula terbesar dunia, menggunakan tebu sebagai bahan baku etanol.
Logika serupa juga dilakukan Indonesia dalam produksi biodiesel. Indonesia adalah produsen terbesar minyak kelapa sawit, bahan baku yang digunakan untuk biodiesel.
Pemerintah, kata Bahlil, berencana menggunakan tebu dan singkong sebagai bahan baku etanol. Masalahnya, produksi bahan baku serta fasilitas pengolahan etanol untuk bensin masih belum cukup untuk skala produksi yang ditargetkan pemerintah.
Mengutip data Direktorat Jenderal Perkebunan, produksi tebu nasional mencapai 33,2 juta ton pada 2024. Tebu dipakai untuk menghasilkan gula dengan produk sampingan tetes tebu atau molase. Molase ini yang dapat diolah lagi menjadi etanol.
Berdasarkan penelitian Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), setiap 100 ton tebu dapat menghasilkan 3-7 ton molase. Dengan produksi sebesar 33,2 juta ton, artinya Indonesia dapat menghasilkan 996 ribu-2,33 juta ton.
Lalu berapa banyak etanol yang dapat dihasilkan? Menurut National Sugar Institute India, satu ton molase menghasilkan 235 liter etanol. Jika diasumsikan semua molase Indonesia pada 2024 diproduksi menjadi etanol, maka produksi Indonesia hanya sebesar 234.000-546.000 kl etanol per tahun.
Angka produksi ini di bawah kebutuhan produksi etanol jika ingin mengimplementasikan E10 pada 2027. Menurut Bahlil, kebutuhannya mencapai 1,4 juta kl.
Alhasil, dengan perhitungan sederhana, Indonesia perlu meningkatkan produksi tebu 3-7 kali lipat dari saat ini.
Jumlah Pabrik Etanol Terbatas
Tak hanya tanaman produksinya, pemerintah juga perlu menambah pabrik pengolah etanol untuk bensin atau fuel grade. Etanol fuel grade memiliki tingkat kemurnian 99,5% yang berbeda dengan etanol food grade yang tingkat kemurniannya sekitar 96%.
Mengutip laporan Katadata, Indonesia memiliki 13 pabrik etanol yang tersebar di 11 wilayah. Namun, baru ada dua perusahaan yang mengolah etanol fuel grade.
Kedua perusahaan ini adalah PT Energi Agro Nusantara (Enero) dan PT Molindo Raya Industri (MRI). Enero adalah anak usaha BUMN PT Perkebunan Nusantara III (Persero) dan MRI adalah anak usaha PT Madusari Murni Indah Tbk (MOLI). Keduanya menjadi pemasok kebutuhan etanol Pertamina.
Data Asosiasi Produsen Spiritus dan Ethanol Indonesia (Apsendo) mencatat kapasitas terpasang industri etanol saat ini hanya 303.325 kl per tahun. Etanol fuel grade lebih rendah lagi, hanya 60.000 kl. Ini jauh dari kebutuhan etanol sebesar 1,4 juta untuk E10 pada 2027.
Untuk meningkatkan kualitas etanol sebenarnya mudah dilakukan. Menurut Ketua Umum Apsendo Izmirta Rachman, pabrikan hanya perlu menambahkan kolom pemurnian baru untuk meningkatkan kemurnian etanol yang diproduksi.
Masalahnya, masih belum ada peta jalan soal pengembangan industri etanol nasional. Ini membuat pengusaha masih menahan untuk meningkatkan kualitas produksi etanolnya.
Pemerintah perlu menyelesaikan banyak pekerjaan rumah untuk mengejar ambisi E10 pada 2027. Meningkatkan produksi tebu 3-7 kali lipat serta menambah fasilitas pengolahan etanol bukan hal yang mudah. Apalagi dalam waktu dua tahun.
Referensi
Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 5 Februari 2025. “Targetkan Swasembada Gula, Kementan Tinjau Pabrik Gula Jatitujuh di Majalengka”. (Diakses 22 Oktober 2025)
Foreign Agricultural Services, United States Department of Agriculture. 2025. “Production - corn”. (Diakses 23 Oktober 2025)
Foreign Agricultural Services, United States Department of Agriculture. 2025. “Production - sugar”. (Diakses 23 Oktober 2025)
International Energy Agency. 2025. “Policies database”. (Diakses 23 Oktober 2025)
JDIH. 2023. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati. (Diakses 15 Oktober 2025)
Muhammad, Andi. 10 Oktober 2025. “Petani Tebu dan Industri Etanol RI Sepakat Belum Siap Dukung Program E10”. Katadata.co.id (Diakses 22 Oktober 2025.
Narendra, Mohan. “Prospects of Ethanol & its Costing”. National Sugar Institute: India (Diakses 27 Oktober 2025)
Perez, Rena. 1997. “Feeding pigs in the tropics”. Food and Agriculture Organization of the United Nations: Roma. (Diakses 27 Oktober 2025)
Waluyo, Djati. 24 Juni 2024. “Menilik Potensi Bioetanol Indonesia, Ada 13 Produsen di 11 Wilayah”. Katadata.co.id. (Diakses 22 Oktober 2025)
