OJK Gandeng Aparat Usut Dugaan Peminjam Bawa Kabur Uang Lender Akseleran
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan aparat penegak hukum buntut kasus gagal bayar fintech peer-to-peer (P2P) Akseleran dan Koin P2P. OJK menggandeng aparat untuk mengusut dugaan borrower membawa kabur uang para lender di fintech tersebut.
Langkah sebagai bentuk perlindungan kepada investor dan menjaga kepercayaan publik terhadap industri fintech lending. “Upaya penegakkan hukum mengenai borrower yang diduga membawa kabur uang lender sedang dilakukan, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya, Agusman, dalam keterangan resminya, Selasa (15/7).
Pihak penyelenggara memiliki kewajiban melakukan mitigasi risiko, termasuk analisis risiko pendanaan kepada borrower dan verifikasi identitas serta keaslian dokumen yang disampaikan. Proses analisis ini mencakup penilaian kelayakan dan kemampuan pembayaran calon borrower.
Ketentuan tersebut diatur dalam POJK 40/2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi serta SEOJK 19/2023 sebagai aturan pelaksanaannya.
POJK 40/2024 ini merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Selain itu, OJK tengah menyempurnakan ketentuan sebelumnya, yaitu POJK 10/2022 tentang Pindar, dan saat ini sedang menyusun perubahan SEOJK 19/2023 sebagai ketentuan pelaksana dari POJK terbaru.
"Ini sebagai bentuk pengawasan dan penguatan inklusi keuangan nasional, sesuai dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan industri Pindar 2023-2028,” kata Agusman.
Pengumuman Pembubaran Investree dan Tanifund
OJK menyatakan fintech peer-to-peer (P2P) lending Investree dan Tanifund telah menyampaikan pengumuman pembubaran. Saat ini penyelenggara pindar tersebut tengah melakukan pencairan klaim tagihan kepada kreditur dan nasabah.
“TaniFund dan Investree telah menyampaikan pengumuman pembubaran dan telah menyediakan media baik secara fisik maupun elektronik, bagi para Kreditur dan Lender untuk melakukan verifikasi dalam rangka pengajuan klaim/tagihan,” kata
Sebelumnya, PT Investree Radhika Jaya alias Investree resmi tutup per Maret 2025, berdasarkan keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham alias RUPS yang digelar pada 14 Maret 2025 dan dituangkan dalam Akta Pernyataan Keputusan RUPS PT Investree Radhika Jaya No. 44 tanggal 27 Maret 2025 oleh Notaris Dita Okta Sesia, S.H., M.Kn.
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK juga sudah mencabut izin Investree sejak 21 Oktober, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor Kep-53/D.06/2024.
Pada Juni lalu, tim likuidasi Investree telah menutup pengajuan tagihan dari para pemberi pinjaman alias lender. Tercatat ada 1.669 pengajuan tagihan dana kembali, termasuk induk BliBli, PT Global Digital Niaga dan Amar Bank.
Hingga saat ini, eks CEO Investree yakni Adrian Gunadi masuk dalam Daftar Pencarian Orang atau DPO.
Sedangkan, TaniFund dicabut izinnya pada 3 Mei 2024. Setelah itu, TaniFund wajib menggelar Rapat Umum Pemegang Saham alias RUPS untuk memutuskan pembubaran dan membentuk tim likuidasi. Pembentukan tim likuidasi paling lama 30 hari kalender sejak tanggal dicabutnya izin usaha.
Sebelumnya, pindar P2P lending ini telah terjerat kredit bermasalah dengan tingkat wanprestasi pengembalian atau keterlambatan pembayaran lebih dari 90 hari (TWP90) perusahaan di atas 5%, sejak Maret 2023.
Adapun, TWP 90 atau kredit macet TaniFund 63,93%. Sedangkan Tingkat Keberhasilan Pembayaran di bawah 90 hari atau TKB 90 hanya 36,07%.
Pada Mei 2024, OJK resmi mencabut izin usaha TaniFund dan menyampaikan TaniFund tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi OJK.
