Resep Bos Verihubs Williem agar Startup Berkembang dan Dilirik Pemodal
Pendanaan menjadi kata kunci yang cukup krusial bagi startup. Tak sedikit perusahaan rintisan yang sulit berkembang lantaran susah mendapat suntikan dari investor. Hal ini pula yang dirasakan Williem ketika membangun Verihubs.
Verihubs merupakan sebuah platform yang difokuskan untuk membantu para pebisnis melakukan verifikasi. Startup yang didirikan pada 2019 ini menyediakan berbagai jenis pemeriksaan, mulai dari verifikasi identitas, SMS, Whatsapp, hingga verifikasi wajah.
Sebagai model bisnis business to business atau B2B, tantangan paling besar Williem dalam membangun Verihubs adalah siklus penjualan yang panjang atau long sales cycle. Istilah ini mengacu pada proses bisnis yang membutuhkan waktu lama, dari interaksi awal hingga penjualan.
Startup, kata Williem, dituntut berkembang secara cepat dengan matrik-matrik yang sudah ditentukan. Masalahnya, startup yang bermain di B2B kerap menghadapi proses lama saat negosiasi dengan klien. “Bisnis jadi tumbuh lambat sehingga kurang menarik di mata investor. Itu jadi challenge yang paling utama sebagai B2B,” kata Williem dalam program di Impacttalk Vodcast, beberapa waktu lalu.
Tak hanya soal long sales cycle, tantangan lain yang dihadapi Williem saat membangun Verihubs yakni menjawab masalah yang dihadapi customer. Awalnya, ia menggunakan latar belakangan pendidikannya sebagai lulusan S3 di bidang Artificial Intelligence untuk membuat sebuah solusi.
“Karena basic aku AI, aku punya solusinya. Tapi aku jadi nggak fokus dengan problem yang bener-bener dibutuhkan. Kami punya solusi ini, siapa yang mau pakai,” kata Williem yang memperoleh gelar Ph.D di bidang teknik informasi dan komunikasi dari Inha University, Korea, pada Agustus 2017.
Sekitar tujuh bulan mengembangkan solusi dan menawarkan ke beberapa klien, ia sadar bahwa yang penting bukan menciptakan solusinya terlebih dahulu, tetapi mengetahui problem yang mau diselesaikan. Masalah verifikasi yang hendak dipecahkan tidak bisa diselesaikan hanya berbasis AI semata. Verifikasi berbasis komunikasi juga dibutuhkan seperti SMS, dan verifikasi berbasis data.
Dengan latar belakang researcher akademisi yang belum pernah terjun ke dunia bisnis, membuat Williem kesulitan mengembangkan Verihubs, apalagi dengan dana terbatas. Pada akhirnya, fokus Verihubs berubah bukan hanya ke solusi, tetapi lebih ke masalah yang dialami oleh pasar. Keputusan ini tidak diambil dalam waktu singkat, tapi hampir lebih dari setahun.
Sebagai startup yang bergerak di bidang software as a service (saas), Verihubs pun banyak mendapatkan permintaan untuk melakukan customized produk. Itupun perlu dilakukan karena menurut Williem produk customized bisa membuat perkembangkan startup hidup. “Percuma kalau sturtup-nya mati. Produk yang kita bawa tidak bisa deliver,” katanya.
Namun itu juga ada tantangannya, yaitu menyeimbangkan antara kebutuhan klien dan produk yang mau dibangun. Tantangannya cukup banyak mulai dari pendanaam hingga klien itu sendiri. Yang terpenting, menurut Williem, tetap berfokus dengan produk yang dipakai banyak orang.
Produk Verihubs menghadirkan solusi e-KYC berbasis AI untuk mempercepat proses verifikasi dengan aman. Dari yang awalnya butuh waktu mingguan, dipercepat menjadi hanya beberapa detik. Dengan layanan verifikasi ini, Verihubs dapat mencegah dan memperkecil penipuan di cyber crime.
Tantangan lain yang dihadapi Williem yaitu ketika bertemu dengan klien bisnis, sebab tidak semudah dibandingkan bertemu dengan klien user biasa. Sebelum bertemu dengan Rick Firnando yang kemudian menjadi CEO Verihubs, ia merupakan solo founder yang berusaha mencari klien dengan mengikuti komunitas startup dan berbagai program seperti inkubator dan akselerator.
Sebagai founder, hal itu perlu dilakukan untuk mendapatkan koneksi atau akses ke calon-calon klien. Tidak hanya terbatas dengan jaringan yang ada, namun perlu mencari pertemanan dan jaringan yang baru sehingga bisa bertemu dengan calon-calon atau prospektif klien yang dibutuhkan.
Jumlah Ideal dari Co-founders Menurut Williem
Jumlah co-founders dalam sabuah startup menentukan bagaimana bisnis bisa berjalan dengan baik. Menurut Williem, membangun startup tidak bisa dilakukan seorang diri.
Hal ini berangkat dari latar belakangnya sebagai akademisi, researcher yang belum banyak mengetahui tentang penjualan. Ketika menjadi solo founder, ia dituntut untuk bisa melakukan penjualan dan bertemu klien. Di sisi lain, ia juga harus berfokus untuk mengembangkan produk.
Dia lalu bertemu Rick Firnando. Williem berpendapat bahwa setiap manusia punya keunggulannya masing-masing sehingga punya co-founder itu penting untuk membantu membangun startup.
Menurut Williem, lebih baik ada tiga co founder dalam sebuah startup. Ada yang fokus ke produk, enginering, maupun pendanaan dan hubungan investor.
Namun ia pun mengatakan, jika jumlah co founder terlalu banyak tetapi tidak bisa membagi divisnya masing-masing, itu akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Kebijakan strategis akan terasa sulit jika ada perbedaan pendapat.
Willem juga mengatakan bahwa sangat penting untuk membangun self awareness antar-founder. Masing-masing harus punya kesadaran dan komitmen untuk mengerjakan tugas yang menjadi bagiannya.
Saat bertemu dengan Rick, Williem butuh waktu sampai benar-benar mengenal dan saling toleran satu sama lain. Dia mengibaratkan hubungan antar-founder itu seperti pernikahan, bagaimana dua orang yang berbeda dipersatukan untuk mencapai tujuan yang sama dan bisa saling toleransi satu sama lain.
Apa Kemampuan Paling Penting yang Harus Dimiliki CEO?
Menurut Williem, seorang Chief Executive Officer (CEO) harus memiliki kemampuan di bidang sales dan bisa memimpin organisasi. Di Verihubs, Williem menjabat Chief Technology Officer (CTO) sedangkan Rick Firnando sebagai CEO.
Williem memilih untuk fokus ke teknologi karena dia merasa kontribusinya akan lebih besar di situ. Sementara CEO harus mampu menjadi teladan bagi karyawan-karyawan lainnya dan bisa memotivasi mereka agar terus berkembang. Kemampuan itu penting untuk membawa sebuah organisasi.
Sedangkan CTO lebih fokus untuk mengembangkan produk. Williem dan Rick akhirnya memutuskan untuk berbagi tugas. “Lebih baik dipisah, yang satu fokus ke sales, klien atau ketemu eksternal entitis. Yang satu fokus ke internal entitisnya membangun produk,” ujarnya.
Membangun kepercayaan antar founder dalam pembagian tugas juga harus diutamakan dalam mengembangkan startup. Walaupun Williem lebih awal membangun Verihubs, hal itu bukan menjadi masalah. “Bukan siapa yang start duluan tetapi lebih ke arah ke depannya sama orang ini, kami mau berkembang seperti apa,” katanya.