72% Startup Dunia Ingin Merger atau Akuisisi, Bagaimana di Indonesia?
Sebanyak 72% startup dan perusahaan teknologi di dunia berencana melakukan merger dan akuisisi tahun ini. Bagaimana di Indonesia?
Data tersebut berdasarkan laporan EY bertajuk ’10 peluang terbaik bagi perusahaan teknologi pada 2023’. Studi ini menunjukkan 72% perusahaan teknologi akan melakukan merger dan akuisisi.
Persentasenya lebih tinggi ketimbang keseluruhan industri yakni 59%. “Dalam dua bulan terakhir saja, bursa terbesar di Asia Tenggara mengumumkan beberapa kesepakatan merger dan akuisisi di sektor teknologi,” demikian isi laporan tersebut, Selasa (14/2).
EY Global TMT Strategy and Transactions Leader Olivier Wolf mengatakan, kinerja bursa saham melambat karena adanya tantangan makro ekonomi dan volatilitas keuangan. Namun hal ini justru meningkatkan peluang bagi investor dengan neraca yang kuat.
“Akuisisi transformatif dapat membawa perusahaan teknologi ke bursa baru atau vertikal yang berdekatan, seperti HealthTech,” kata dia. “Meningkatnya akuisisi berpotensi memperkuat portofolio perusahaan dengan teknologi mutakhir, seperti kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI).”
EY menyebutkan, startup terpaksa menerima valuasinya turun karena pertumbuhan ekonomi global melambat dan investor semakin berhati-hati dalam memberikan pendanaan.
Hal itu mendorong aktivitas penawaran, termasuk merger dan akuisisi.
EY Indonesia Strategy and Transactions Partner Oki Stefanus menilai pasar saat ini didominasi oleh investor. Maka, ini menjadi momen tepat bagi perusahaan teknologi dengan runway yang kuat dan modal besar untuk mengakuisisi startup lain maupun memperkuat infrastruktur.
“Namun, ini pilihan yang harus terus diwaspadai oleh para pendiri startup dan investor tahun ini,” ujar dia.
Dalam konteks startup, runway mengacu pada berapa lama perusahaan dapat bertahan di pasar, jika pendapatan dan pengeluaran konstan.
- Beberapa contoh startup yang melakukan merger dan akuisisi tahun ini di antaranya:
- Perusahaan Singapura Flying Cape mengakuisisi startup pendidikan Kiddo
- Perusahaan Singapura Haulio mengakuisisi mitranya yakni startup logistik berbasis di Jakarta, Logol
- GoTo mengakuisisi startup logistik Swift pada Januari
- Startup manajemen tenaga kerja India Better Place mengakuisisi startup kepegawaian Indonesia MyRobin
“Itu (merger dan akuisisi) menjadi pilihan selain mencari pendanaan,” kata Ketua Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro kepada Katadata.co.id, dua bulan lalu (22/12/2022).
Merger dan akuisisi juga bertujuan mencari non-organic growth.
Hal senada disampaikan oleh Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani. "Merger dan akuisisi akan terus terjadi di sektor-sektor tertentu seperti fintech dan logistik," ujarnya kepada Katadata.co.id.
Begitu juga dengan General Partner 27V Atin Batra. “Mengingat pasar modal ketat, perusahaan yang kehabisan uang akan mencari akuisisi sebagai hasil yang menguntungkan bagi investor mereka,” kata dia dikutip dari e27.
Sejumlah investor mengaku lebih menyukai startup yang disuntik atau portofolio melakukan akuisisi ketimbang mencatatkan saham perdana alias initial public offering (IPO). Alasannya, lebih menguntungkan.
“Jika akuisisi, ternyata harga sahamnya (valuasi) naik dan naik terus," kata Managing partner of MDI Ventures Kenneth Li dalam seminar Exit Mechanisms for Investors & Startup Companies di Jakarta, dua bulan lalu (6/12/2022).
Namun ia menegaskan bahwa strategi itu tidak bisa digeneralisasi kepada semua perusahaan.
Ia menegaskan bahwa akuisisi maupun IPO memiliki nilai tambah dan tidak. “Keduanya bisa menjadi potensial strategi tergantung situasi," ujar dia. Secara keseluruhan, exit strategy baik IPO, merger, akuisisi maupun lainnya bertujuan meningkatkan skala bisnis.