Bocoran Bos Northstar dan AC Ventures soal Tren Investasi Startup Tahun Ini


Investasi ke startup Indonesia anjlok 67%, dari US$ 1,43 miliar pada Januari – November 2023 menjadi hanya US$ 479 juta dalam periode yang sama tahun ini, berdasarkan data Tracxn. Pendiri Northstar Group Patrick Walujo dan Managing Partner AC Ventures Pandu Sjahrir mengungkapkan sektor yang dibidik investor belakangan ini.
Selain dari sisi nilai, jumlah putaran pendanaan ke startup Indonesia turun dari 129 menjadi hanya 78 putaran.
Penurunan tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara lain di Asia Tenggara. Total investasi ke startup di kawasan turun 59% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi US$ 2,84 miliar melalui 420 putaran pendanaan. Angka ini anjlok 80% dibandingkan 2022 yang mencapai US$ 14,2 miliar.
Direktur Utama GoTo Gojek Tokopedia sekaligus pendiri Northstar Group Patrick Walujo menyampaikan pengembangan AI menjadi target utama mengelola sistem di startup. Investor menilai kemampuan startup memprioritaskan sesuatu, menjadi kunci utama dalam bersaing.
Menurut dia, startup perlu menyalurkan sumber daya hingga 90% hanya untuk hal-hal yang benar-benar penting dan dapat menciptakan dampak signifikan, mulai dari pengembangan produk, peningkatan pengalaman pelanggan hingga hasil finansial yang lebih baik.
Salah satunya dengan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau AI. “Dalam hal kelompok sasaran investasi, ini menjadi sesuatu yang benar-benar tengah diperhatikan,” kata Patrick Walujo dalam acara DealStreetAsia: Indonesia PE-VC SUmmit 2025, Kamis (16/1).
Ia mencontohkan fitur IA Dira dan Sahabat AI menjadi bukti bahwa AI menjadi bagian penting dari strategi GoTo.
Dalam masifnya pengembangan AI yang membutuhkan sumber daya besar untuk pembangunan pusat data, potensi sektor energi bersih di Indonesia juga menjadi salah satu yang dilirik investor.
Managing Partner of Indies Capital dan AC Ventures Pandu Sjahrir menyampaikan transisi energi dan teknologi seperti AI memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim.
“Saya belum melakukan investasi modal secara langsung, tetapi sektor yang paling menarik saat ini yakni transisi energi,” ujar Pandu pada sesi yang berbeda.
Ia mencatat peralihan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan menjadi tema besar yang semakin relevan di Indonesia. Terlebih lagi, pemerintah berkomitmen menggunakan bahan bakar non-fosil.
Oleh karena itu, energi surya, angin, dan panel-panel energi menjadi peluang menarik untuk dikembangkan.
Indonesia juga disebut memiliki keunggulan dalam mendukung kebutuhan pembangunan pusat data, salah satunya berkat ketersediaan energi berkelanjutan dan pasokan air bersih.
Menurut dia, pendekatan ‘E = AI’ atau energi sama dengan AI, maka pusat data dapat menjadi pendorong utama inovasi teknologi di Indonesia.
Pandu juga menyoroti hilirisasi industri, terutama dalam teknologi baterai. “Indonesia telah menjadi kisah sukses dalam hilirisasi selama satu dekade terakhir, tetapi ini baru awal. Baterai adalah salah satu area dengan potensi pertumbuhan besar,” ujar dia.
Tren Investasi Startup 2025
Sejumlah investor masih melihat adanya potensi startup di Indonesia. Head of Corporate and Structured Finance, Commercial Banking, HSBC Asia Pacific, David Harrity mengatakan Indonesia memiliki dukungan yang kuat dari pertumbuhan penduduk yang pesat dan populasi yang belum terjangkau oleh layanan digital.
“Jadi kami pikir ini hal yang sangat positif untuk masuk ke Asia Tenggara pada 2025, termasuk Indonesia,” kata David Harrity dalam acara yang sama.
Venture Partner Strategic Year Holdings Limited, Pradita Astarina sepakat bahwa potensi pasar Indonesia membuatnya berada di daftar prioritas investasi jangka panjang. Ia mencatat siklus keuangan dan pendanaan di Indonesia naik turun mengikuti perkembangan global, tetapi selalu berhasil dilewati.
Pradita mencontohkan, periode bullish atau kenaikan pada 1998 setelah bubble dotcom atau gelembung teknologi informasi pecah. Kemudian periode bearish atau penurunan pada 2008 ketika krisis subprime mortgage di AS, yang berdampak pada pasar saham Indonesia hingga perdagangan di Bursa Efek Indonesia alias BEI sempat dihentikan.
Selain itu, Indonesia melewati krisis ekonomi akibat pandemi corona selama 2020 – 2023. “Kami percaya pasar akan bullish atau bearish, dan ada siklus berulang satu sama lain. Kami berinvestasi untuk jangka panjang, agar menikmati semua hal positif dari pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Pradita.
Kendati demikian, momen pemilihan umum tahun lalu disebut akan memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Sebab, sejumlah investor asing memilih strategi menunggu dan melihat sebelum memutuskan investasi di startup atau perusahaan swasta.
Regulasi pemerintah baru terkait perpajakan, seperti pajak pembayaran modal dan regulasi pasar modal, disebut sebagai faktor pertimbangan utama.
“Jadi selama ini kami lebih memilih Hong Kong atau Singapura sebagai kantor pusat karena sistem perpajakan di Indonesia kurang mendukung strategi ekuitas kami,” jelas Pradita.
Selain itu, muncul kebijakan Family Office di Bali.