Wamen Stella Christie Soroti Rendahnya Minat Anak Muda RI di Industri Antariksa

Kamila Meilina
21 Agustus 2025, 15:03
Wamen Stella Christie, antariksa, amerika, cina, rusia, india,
ANTARA FOTO/Ferlian Septa Wahyusa/rwa.
Wamendiktisaintek Stella Christie memberikan keterangan terkait program Sekolah Garuda di Jakarta, Sabtu (17/5/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Amerika Serikat, Cina, Rusia, India bersaing ketat mengembangkan teknologi canggih terkait antariksa atau luar angkasa. Sementara di Indonesia, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Stella Christie menyayangkan rendahnya minat generasi muda terhadap ilmu dasar seperti fisika dan STEM alias Science, Technology, Engineering, Mathematics.

Wamen Stella menyebutkan, data McKinsey & Company menunjukkan nilai ekonomi antariksa global diperkirakan melonjak dari US$ 630 miliar atau Rp 10.262 triliun pada 2023 menjadi US$ 1,8 triliun atau Rp 29.328 triliun pada 2035. Menurut dia, potensi ini sangat strategis, bahkan untuk pertahanan negara.

“Ini bukan niche industry. Nilai ekonominya besar, dan sangat penting untuk pertahanan negara. Jadi dilihat dari sisi strategis, antariksa ini sangat penting sekali,” ujar Wamen Stella ditemui usai Diskusi Panel Ariksa, di Jakarta Pusat, Kamis (21/8). 

Industri antariksa meliputi beberapa sektor utama, misalnya:

  • Manufaktur satelit dan wahana antariksa: satelit, pesawat dan kapsul luar angkasa
  • Peluncuran: roket untuk meluncurkan satelit, wahana antariksa, dan muatan lainnya ke orbit
  • Stasiun luar angkasa
  • Eksplorasi planet: robotika, pariwisata luar angkasa, pertambangan luar angkasa, penginderaan jauh
  • Riset dan pengembangan luar angkasa

Menurut Wamen Stella, Indonesia memiliki peluang besar di bidang antariksa, karena wilayahnya membentang persis di garis khatulistiwa. Jika dimanfaatkan dengan baik, ada banyak satelit yang bisa mengorbit di wilayah ekuator. 

Satelit kolaborasi NASA dan India
Satelit kolaborasi NASA dan India (NASA/JPL-Caltech)

Melansir laman NASA, salah satu orbit satelit yang dimaksud di garis ekuator atau wilayah khatulistiwa adalah orbit geostasioner atau Geostationary Earth Orbit (GEO). Dalam orbit ini, satelit bergerak searah dengan rotasi Bumi dengan ketinggian sekitar 35.786 km. Kecepatannya yang sama dengan rotasi Bumi membuat satelit seolah-olah diam di satu titik tertentu di atas permukaan.

GEO biasanya mengakomodasi satelit dalam kebutuhan komunikasi dan televisi. Dengan posisi tetap, antena penerima di Bumi tidak perlu bergerak mengikuti satelit, sehingga sinyal lebih stabil dan cakupannya luas, terutama untuk wilayah yang dekat dengan khatulistiwa.

Akan tetapi, Wamen Stella menilai minat generasi muda di Indonesia masih rendah terhadap astronomi dan fisika. Ia juga menyinggung program pemerintah dalam menciptakan peluang sejak dini melalui pendidikan, salah satunya Sekolah Garuda.

Sekolah Garuda adalah program nasional yang digagas Presiden untuk menghadirkan pendidikan menengah terbaik dengan akses merata bagi siswa dari berbagai daerah, termasuk kalangan menengah ke bawah.

“Sekolah Garuda akan didirikan di pelosok-pelosok Indonesia yang jauh dari kota besar. Tujuannya memberi kesempatan anak-anak di seluruh pelosok negeri agar bisa mengakses pendidikan terbaik,” kata Stella.

Ia berharap langkah tersebut dapat menjadi pendorong minat generasi muda untuk mempelajari fisika dan terlibat aktif dalam pembangunan ekosistem antariksa Indonesia.

AS Sebut Rusia Bikin Senjata Nuklir Anti-Satelit di Luar Angkasa

Amerika Serikat menduga Rusia membuat senjata nuklir anti-satelit berbasis luar angkasa. Sistem ini menggunakan alat peledak nuklir yang ditempatkan di orbit.

“Amerika Serikat yakin, Rusia sedang mengembangkan senjata nuklir anti-satelit berbasis ruang angkasa yang ledakannya dapat mengganggu segala hal mulai dari komunikasi militer hingga layanan transportasi berbasis telepon,” kata sumber dikutip dari Reuters, pada Februari tahun lalu (21/2/2024).

Vladimir Putin
Vladimir Putin (Atlantic Council)

Isu mengenai kemungkinan Rusia membangun senjata anti-satelit di luar angkasa muncul setelah ketua komite intelijen parlemen Amerika Partai Republik pada 14 Februari mengeluarkan pernyataan samar yang memperingatkan adanya ‘ancaman keamanan nasional yang serius’.

Tanda paling jelas dari publik bahwa Amerika menganggap Rusia sedang mengembangkan senjata nuklir anti-satelit berbasis luar angkasa adalah komentar juru bicara Gedung Putih pada Februari 2024.

“Amerika Serikat yakin sistem yang sedang dikembangkan oleh Rusia akan melanggar Perjanjian Luar Angkasa,” kata juru bicara Gedung Putih.

Perjanjian pada 1967 itu melarang negara-negara yang menandatangani, termasuk Rusia dan Amerika Serikat, untuk menempatkan objek apapun yang membawa senjata nuklir atau jenis senjata pemusnah massal lainnya di orbit sekitar bumi.

Amerika Waspadai Kecanggihan Satelit Cina

Angkatan Luar Angkasa Amerika juga terus menyatakan keprihatinannya terhadap kemajuan kemampuan satelit Cina. Utamanya, terkait penempatan satelit pencitraan Tiongkok di orbit geostasioner.

Cina telah mengoperasikan satelit pencitraan optik di GEO selama hampir satu dekade. Namun, kemampuan satelit-satelit sebelumnya masih terbatas jika dibandingkan dengan satelit terbaru Tiongkok pada 2023.

Salah satu yang menarik perhatian Angkatan Luar Angkasa Amerika yakni satelit pencitraan optik canggih buatan Cina yang diluncurkan pada Desember 2023, Yaogan-41.

Resolusi satelit Yaogan-41 mencapai 2,5 meter, dengan tingkat ketelitian visual yang memungkinkan Cina mengenali kendaraan, pesawat terbang, dan kapal di wilayah yang luas.

Selain itu, Cina memiliki satelit pencitraan radar aperture sintetis atau SAR berbasis GEO, Ludi Tance-4. Satelit yang dapat melihat di balik awan dan kegelapan.

Jika Ludi Tance-4 digabungkan dengan resolusi optik Yaogan-41, Cina berpotensi memiliki pengawasan visual dan radar yang gigih di wilayah-wilayah penting yang strategis seperti Indo-Pasifik.

Hal itu membuat pejabat Amerika khawatir. Spesialis intelijen di Komando Sistem Luar Angkasa Chief Master Sgt. Ronald Lerch mengatakan, satelit-satelit baru itu membuat kemampuan intelijen berbasis luar angkasa Cina ke tingkat yang lebih baik.

Lerch mengatakan, militer AS memandang Yaogan-41 dan Ludi Tance-4 sebagai lompatan kualitatif dalam kemampuan pelacakan dan penargetan.

Mantan pejabat intelijen AS dan sekarang menjadi peneliti senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional Clayton Swope memperkirakan, Yaogan-41 memungkinkan pengawasan berkelanjutan terhadap Samudra Pasifik dan Hindia, Taiwan, dan daratan Cina.

“Dipasangkan dengan data dari satelit pengawasan Cina lainnya, Yaogan-41 dapat memberi Beijing kemampuan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengidentifikasi dan melacak objek seukuran mobil di seluruh kawasan Indo-Pasifik dan membahayakan banyak aset angkatan laut dan udara AS dan sekutu yang beroperasi di wilayah tersebut,” kata Swope dikutip dari Space News, pada Februari 2024.

Meskipun sebagian besar satelit penginderaan jauh beroperasi di orbit rendah Bumi atau Low Earth Orbit (LEO) untuk mendapatkan akses yang lebih murah dan resolusi yang lebih baik, perlu dicatat bahwa Cina memilih untuk berinvestasi pada GEO yang jauh lebih mahal yang ditempatkan 22.000 mil di atas Bumi.

Menurut Swope, akan sulit mengidentifikasi secara tepat objek-objek kecil dari orbit GEO yang tinggi. Namun jika ada objek tertentu yang menarik, Cina dapat menugaskan satelit yang terbang lebih rendah untuk melihat lebih dekat.

“Potensi masalah bagi militer AS adalah sensor optik seperti Yaogan-41, dalam kondisi tertentu, dapat mendeteksi pesawat siluman yang dirancang agar tidak terdeteksi radar. Jika tidak ada awan, Anda bisa melihat pesawat dengan kemampuan optik,” kata Swope.

Pemerintah Cina mengatakan satelit SAR sebagian besar dirancang untuk penggunaan sipil. Namun, militer AS meragukan klaim tersebut, mengingat kurangnya transparansi seputar aktivitas luar angkasa Tiongkok.

“Ke depan, Pentagon harus mempertimbangkan bahwa Cina mungkin dapat mendeteksi dan melacak pesawat,” kata Swope. “Bahkan yang dirancang untuk menghindari radar.”

Awan mengaburkan sensor ruang angkasa optik, sehingga algoritma AI bisa membuat kesalahan. “Namun kemajuan tanpa henti Cina dapat segera menciptakan kawasan Indo-Pasifik di mana tidak ada tempat untuk bersembunyi,” kata Swope.

Oleh karena itu, ia tidak mengherankan jika pedoman baru Angkatan Darat AS mengenai operasi luar angkasa yang dirilis pada 8 Januari mengakui kemungkinan bahwa pasukan Amerika dan sekutunya akan beroperasi di bawah pengawasan terus-menerus.

Swope memandang memo Angkatan Darat Amerika sebagai hal yang penting, karena menandakan kesadaran yang lebih luas tentang peran luar angkasa dalam semua aspek peperangan.

Meskipun tidak mungkin untuk menyembunyikan aktivitas sepenuhnya dari pengamatan satelit, pasukan AS di lapangan mungkin harus merancang teknik untuk membuat lawan bingung.

Berdasarkan preseden sejarah seperti rencana penipuan D-Day Sekutu selama Perang Dunia II, militer AS dapat menggunakan umpan dan pengalihan perhatian untuk mempersulit interpretasi data satelit dan membedakan aktivitas asli dan aktivitas penipuan, kata Swope.

Para kritikus mungkin menganggap peringatan Angkatan Luar Angkasa mengenai kemajuan Cina di bidang luar angkasa sebagai hal yang mengkhawatirkan. “Namun penting bagi Angkatan Luar Angkasa untuk terus membicarakan hal ini, karena semua cabang angkatan bersenjata akan terkena dampak oleh apa yang terjadi di luar angkasa,” kata Swope.

“Sangat mudah bagi komunitas luar angkasa untuk berbicara satu sama lain,” Swope menambahkan.

Namun pembicaraan itu perlu diperluas ke seluruh Pentagon dan angkatan bersenjata untuk lebih mempersiapkan diri menghadapi era dominasi luar angkasa berkorelasi dengan superioritas militer.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Kamila Meilina

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...