Digugat ke PTUN, Menkominfo: Sampoerna Telekom Belum Bayar Frekuensi

Fahmi Ahmad Burhan
20 April 2021, 10:03
Digugat ke PTUN, Menkominfo: Sampoerna Telekom Belum Bayar Frekuensi
ANTARA FOTO/Yusran Uccang/foc.
Teknisi melakukan pemeriksaan jaringan saat pemeliharaan BTS XL Axiata di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (19/5/2020).

Perusahaan telekomunikasi, Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) menggugat Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny Plate ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Johnny mengatakan, STI justru menunggak pembayaran biaya hak penggunaan spektrum frekuensi selama dua tahun.

Johnny menjelaskan, tunggakan itu terjadi pada 2019 dan 2020 atau tahun keempat dan kelima. STI menunggak penggunaan spektrum pita frekuensi 450-457,5 MHz yang berpasangan dengan 460-467,5 MHz.

Tunggakan tersebut dinilai berdampak terhadap pemasukan negara. "Hingga saat ini, STI belum memperlihatkan niat maupun melaksanakan pembayaran biaya penggunaan spektrum frekuensi, namun tetap menggunakannya secara komersial," kata Johnny dalam siaran pers, Senin malam (19/4).

Oleh karena itu, Johnny kemudian membuat keputusan Menteri Kominfo Nomor 456 Tahun 2020 tentang besaran dan waktu pembayaran biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio untuk STI pada tahun kelima. Ini dirilis pada 25 September 2020.

Itu mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015. Dalam beleid itu, Menteri Kominfo berhak menetapkan besaran dan waktu pembayaran biaya penggunaan spektrum itu setiap tahun.

Johnny juga mengatakan bahwa penetapan keputusan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000. Dalam aturan itu dijelaskan bahwa pembayaran wajib dilakukan di muka sebelum spektrum frekuensi radio digunakan.

Selain itu, mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Aturan ini menyebutkan bahwa keputusan administrasi negara dapat diajukan keberatan dalam waktu paling lama 21 hari sejak diumumkan.

Johnny menyatakan bahwa aturan-aturan yang menjadi dasar penerbitan keputusan itu masih berlaku. "Belum pernah ada aturan yang dibatalkan, baik oleh suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun putusan badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.

Namun, STI menggugat Johnny ke PTUN Jakarta terkait keputusan menteri tersebut. Gugatan ini terdaftar pekan lalu (16/4) dengan Nomor Perkara 102/G/2021/PTUN.JKT.

Johnny menilai, pengajuan tersebut melebihi tenggat waktu. Oleh karena itu, ia berharap hakim tidak mengabulkan gugatan itu.

Meski begitu, ia menyatakan siap untuk menghadapi gugatan tersebut. "Selanjutnya Kementerian Kominfo akan mengikuti jalannya proses persidangan dengan melibatkan asistensi dan bantuan hukum dari Jaksa Pengacara Negara,” ujarnya.

Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta, Kuasa Hukum Penggugat, Murthias Shella Putri meminta pengadilan membatalkan Keputusan Menkominfo Nomor 456 Tahun 2020. "Menyatakan batal atau tidak sah," demikian isi petitum.

Selain itu, penggugat meminta Menteri Kominfo mencabut dan meminta hakim memutuskan pembatalan atau tidak sah pada surat Kementerian Kominfo tertanggal 2 Oktober 2020 perihal rincian tagihan pembayaran biaya Hak penggunaan spektrum frekuensi radio.

Sedangkan STI merupakan pemegang izin penyelenggaraan jaringan bergerak seluler pada pita frekuensi 450 MHz. Izin ini mengacu pada keputusan Menteri Kominfo Nomor 1660 Tahun 2016 tertanggal 20 September 2016.

STI mempunyai beragam produk seperti layanan telepon hingga broadband nirkabel dengan merek dagang Net1 Indonesia.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...