Kominfo Antisipasi Kesenjangan Digital di RI Akibat Teknologi 5G
Teknologi 5G atau internet generasi kelima semakin banyak digunakan di Indonesia. Pemerintah mengambil beberapa langkah demi mengantisipasi dampak penggunaan teknologi tersebut yang dikhawatirkan akan memperlebar kesenjangan digital.
Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ismail mengatakan saat ini pengembangan teknologi 5G di Indonesia masih menjalankan mekanisme pasar. Artinya, pengembangan teknologinya diserahkan kepada pihak penyelenggara telekomunikasi.
"Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan ke depan pemerintah hadir mengembangkan 5G apabila terjadi kesenjangan digital," kata Ismail dalam acara Regional Summit 2021 yang diadakan Katadata.co.id pada Senin (29/11).
Menurutnya, mekanisme keikutsertaan Kominfo dalam pengembangan 5G sama seperti yang dilakukan pada jaringan 4G. Melalui Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), Kominfo membangun infrastruktur jaringan 4G ke daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T).
Saat ini, masih ada 12.548 desa yang belum terakses 4G. Rinciannya, 9.113 desa berada di 3T yang menjadi tanggung jawab Bakti Kominfo. Sedangkan 3.435 lainnya di luar wilayah itu, sehingga menjadi tanggung jawab perusahaan telekomunikasi.
Selain melalui Bakti, Kominfo mengantisipasi kesenjangan digital juga melalui pengembangan satelit SATRIA-1.
Kominfo baru memulai tahap konstruksi SATRIA-1 dan menargetkan satelit itu meluncur pada 2023.
Kementerian membangun SATRIA-1 dengan kapasitas 150 GB per detik. Satelit ini akan menyediakan internet di 150 ribu titik layanan publik, yang saat ini belum terakses internet memadai.
Ismail mengatakan, satelit itu bisa mencegah adanya kesenjangan digital di Indonesia. "Agar akses internet bisa menjangkau pelosok tanah air tanpa sekat geografis," kata Ismail.
Sedangkan, berdasarkan riset perusahaan telekomunikasi global Ericsson, jumlah pengguna teknologi internet di Indonesia terus bertambah. Pada survei tahun ini, terdapat 19% responden di Indonesia menggunakan ponsel pintar (smartphone) berbasis 5G. Namun, Ericsson tidak merinci jumlahnya.
“Jumlah pengguna internet 5G di Indonesia akan bertambah lima juta dalam dua tahun ke depan,” kata Head of ConsumerLab Ericsson Research Jasmeet Singh Sethi saat konferensi pers virtual, pada Juni lalu (24/6).
Pandemi corona yang mendorong permintaan layanan internet. Selama masa Covid-19, konsumen di Tanah Air rerata menggunakan internet tiga jam lebih lama dibandingkan sebelumnya.
Daya beli masyarakat juga meningkat. Riset menunjukkan, konsumen bersedia membayar paket internet 5G meski 50% lebih mahal. Sebab, 70% responden ingin pengalaman berolahraga dan menonton konser di lokasi langsung berbasis teknologi canggih.
Selain konsumen individu, permintaan internet dari industri meningkat. Salah satunya karena karyawan bekerja dari rumah dan maraknya digitalisasi.
Internet 5G memiliki kecepatan tinggi dan tingkat keterlambatan pengiriman data atau latensi rendah. Oleh karena itu, teknologi ini digunakan oleh industri untuk otomasi berbasis Internet of Things (IoT) hingga mesin pencarian.