Belum Menguntungkan, Operator Pilih Mengerem Ekspansi 5G

Lenny Septiani
17 November 2023, 17:52
Head of Asia Pacific GSMA Julian Gorman memprediksi 80% dari populasi di Indonesia akan menggunakan 5G pada 2030.
Biznet
Head of Asia Pacific GSMA Julian Gorman memprediksi 80% dari populasi di Indonesia akan menggunakan 5G pada 2030.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menginginkan kecepatan internet Indonesia masuk sepuluh besar dunia. Oleh karena itu, Kominfo menyiapkan insentif untuk pengembangan jaringan 5G. Namun, operator telekomunikasi memilih mengerem ekspansi 5G.

Chief Executive Officer (CEO) Telkom Group Ririek Adriansyah mengungkapkan bahwa bisnis 5G semua operator seluler di dunia belum menguntungkan. "Bisnis 5G di semua operator tidak ada yang making money (untung) di dunia ini. Ada revenue tapi belum untung," ujar Ririek di sela-sela Telkom ESG Day di Yogyakarta, Kamis (16/11).

Ririek mengatakan bisnis 5G saat ini mulai stagnan sehingga beberapa operator mulai mengerem ekspansi jaringan 5G. "Karena (bisnisnya) belum sebesar yang diperkirakan," kata Ririek.

Lebih lanjut, Ririek menyatakan gelaran 5G milik Telkom belum besar-besaran. Pasalnya, spektrum 5G juga belum tersedia. Ia mencatat jumlah handset yang menggunakan teknologi 5G di Telkom hanya sebanyak 5-6% dari total pelanggan.

"Jadi, kalau besar-besaran (pengadaan 5G) percuma, yang pakai siapa," katanya. Ririek menjelaskan gelaran 5G di Telkom dilakukan secara selektif di beberapa titik.

Indonesia Berpotensi Kehilangan Manfaat Ekonomi dari 5G

Indonesia sudah mengembangkan infrastruktur internet 5G sejak Mei 2021. Namun, Asosiasi Industri Seluler Global atau GSMA memperkirakan, pemerintah berpotensi kehilangan manfaat ekonomi senilai Rp 216 triliun jika tidak meninjau ulang layanan ini.

Analis GSMA memprediksi, manfaat internet 5G bagi sosial ekonomi sekitar Rp 216 triliun selama 2024–2030. Namun, potensi manfaat ini bisa hilang jika harga pita spektrum meningkat.

Laporan GSMA bertajuk ‘Biaya Spektrum Berkelanjutan untuk Memperkuat Ekonomi Digital Indonesia’ memperkirakan biaya total spektrum tahunan bagi operator seluler di Tanah Air meningkat lebih dari lima kali lipat sejak 2010. Hal ini terjadi di saat pendapatan industri menurun 48% sejak 2010.

Rasio biaya spektrum frekuensi tahunan dibandingkan pendapatan seluler di Indonesia saat ini berada pada level 12,2%. Rasio tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata di Asia Pasifik yang sebesar 8,7% dan global 7%.

Head of Asia Pacific GSMA Julian Gorman mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara dengan ekonomi digital terbesar dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat di Asia Pasifik. "Namun, pengadaan internet 5G di Indonesia membutuhkan waktu, karena butuh pendekatan cermat dari pemerintah mengingat adanya kendala geografis dan kesiapan pasar," kata Julian dalam keterangan pers, Kamis (9/11).

“Kami perkirakan, 80% dari total populasi Indonesia menggunakan layanan 5G pada 2030,” Julian menambahkan. GSMA mencatat, cakupan 4G di Indonesia mencapai 97% sedangkan 5G mencapai 15% dari total populasi.

GSMA pun merekomendasikan beberapa langkah kepada pemerintah Indonesia untuk memaksimalkan manfaat internet 5G:
• Melelang spektrum frekuensi 5G, namun mengurangi harga tawar minimum
• Mengkaji harga spektrum
• Menambah spektrum frekuensi yang cocok untuk internet 5G
• Memberikan insentif bagi industri untuk berinvestasi dalam infrastruktur digital

“Keberhasilan 5G di Indonesia memerlukan kerangka regulasi matang untuk proses pelelangan yang sukses, sehingga muncul timbal balik yang adil bagi pemerintah dan mengakselerasi pertumbuhan digital,” ujarnya.


Reporter: Lenny Septiani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...