IBM Prediksi Belanja AI Tembus Rp49 Ribu T di 2027, Indonesia Pimpin Pasar ASEAN

Ira Guslina Sufa
15 Agustus 2024, 07:01
AI
Istimewa
General Manager IBM Asia Pacififc, Hans Dekker (dua dari kiri) dan General Manager & Technology Leader IBM ASEAN Catherine Lian (dua dari kanan) dalam diskusi media dalam rangkaian sesi Think 2024 di Singapura, Rabu (14/8)
Button AI Summarize

SINGAPURA- Perusahaan teknologi terkemuka dunia IBM menyebutkan pemanfaatan artificial intelligence (AI) akan memberi kontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN. IBM memprediksi pada 2027 belanja untuk AI di kawasan ASEAN bakal mencapai US$3 triliun atau setara Rp 49.155 triliun. 

General Manager IBM Asia Pacific Hans Dekkers mengatakan kesadaran pelaku usaha dalam memanfaatkan AI untuk menunjang produktivitas menunjukkan kemajuan. Namun, belum semua entitas bisnis menggunakan AI secara tepat guna. 

“Itulah kenapa kami hadir untuk memberikan solusi dengan best teknologi pada orang-orang terbaik untuk mengelola tantangan menjadi peluang,” ujar Hans dalam diskusi media menjelang pelaksanaan IBM Think 2024 di Singapura seperti dikutip, Kamis (15/8). 

Merujuk studi ‘AI Readiness Barometer: AI Landscape’ yang dilakukan Ecosystm atas nama IBM di ASEAN, terdapat kesenjangan yang signifikan antara optimisme organisasi tentang kesiapan pemanfaatan AI dengan implementasi di lapangan. Meski 39% para pengambil kebijakan di perusahaan teknologi, bisnis dan keuangan memiliki cukup pemahaman tentang transformasi AI, namun hanya 4% saja yang bisa memanfaatkan AI secara tepat guna. 

General Manager IBM ASEAN Catherine Lian mengatakan penggunaan AI Generatif telah mendorong minat organisasi baik pelaku usaha, pemerintah dan kelompok masyarakat memanfaatkan AI untuk mempercepat inovasi dan produktivitas. Namun ia menilai masih ditemukan adanya anggapan berlebihan atas penggunaan AI di masing-masing entitas. Padahal menurut Catherina kesiapan AI membutuhkan kepemimpinan yang kuat, strategi data yang tangguh, serta tata kelola yang baik. 

“Tanpa pondasi yang kuat ini, organisasi berisiko menerapkan AI berfokus pada kemampuan teknologi tetapi gagal mempertimbangkan dampak jangka panjang pada bisnis,” ujar Catherine. 

Saat ini IBM menemukan sebagian besar organisasi tidak memiliki keahlian yang memadai dalam menerapkan AI. Hanya 17% dari mereka yang disurvei menyatakan telah memiliki tim yang memiliki keahlian dan spesialisasi. Sebagian besar entitas tidak memiliki spesialis AI atau hanya memiliki keterampilan AI internal dasar.

Catherine percaya peningkatan kemampuan dalam pemanfaatan AI akan mendorong organisasi terutama dunia usaha tumbuh dengan cepat. Survei IDC menunjukkan bahwa setidaknya seperempat dari perusahaan G2000 meyakini AI akan berkontribusi lebih dari 5% pada pendapatan. Adapun IBM memprediksi AI akan menghasilkan hampir US$16 triliun pada tahun 2030. 

Potensi Indonesia

Masih merujuk riset yang dilakukan IBM, saat ini Indonesia memimpin kawasan Asia Tenggara dengan proyeksi kontribusi AI sebesar $366 miliar atau setara Rp 6 ribu triliun terhadap PDB nasional. Pemanfaatan teknologi AI di berbagai sektor diyakini akan berkembang dengan cepat dengan peningkatan keahlian dan perbaikan tata kelola di berbagai bidang. 

Studi terbaru menunjukkan tantangan utama dalam penerapan AI di Indonesia adalah kesenjangan keterampilan digital (48%), kurangnya tata kelola data internal (40%) dan kurangnya visibilitas pada hasil bisnis (12%). Oleh karena itu, IBM memperkirakan investasi AI akan terus tumbuh seiring dengan peningkatan kesadaran dunia usaha menempatkan belanja AI sebagai strategi jangka panjang untuk memacu pertumbuhan perusahaan. 

Chief Executive Officer Ecosystm Ullrich Loeffler mengatakan studi yang dilakukan IBM juga menguraikan berbagai faktor keberhasilan penting yang harus diperhatikan organisasi agar siap dengan AI untuk mencapai tujuan bisnis. Ia menyebut perusahaan perlu mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, dan potensi yang dimiliki untuk memperlancar integrasi AI. 

“Bagi sebagian besar organisasi, mitra teknologi menjadi sekutu yang sangat berharga untuk membantu organisasi mengidentifikasi masalah dan memilih pemanfaatan AI dengan tepat guna,” ujar Ullrich. 

Lebih jauh ia mengatakan IBM secara spesifik membuka diri untuk berkolaborasi dengan dunia usaha menyediakan perangkat teknologi berbasis AI yang bisa dikostumisasi sesuai kebutuhan perusahaan. Atas alasan itu IBM menyiapkan rekayasa ulang proses dengan mengutamakan komunikasi yang terbuka dengan manajemen perusahaan untuk memperbaiki tata kelola penerapan AI. 

IBM mengidentifikasi, saat ini persoalan penggunaan AI di ASEAN sebanyak 63% berkaitan dengan pemrosesan dokumen cerdas. Selanjutnya persoalan pada dukungan aplikasi dan helpdesk sebesar 60%, otomatisasi pembayaran dan faktur (57%), dokumentasi teknologi (56%), strategi dan pembuatan konten (55%), dan perekrutan (55%).

Ullrich mengatakan prioritas utama AI untuk 2024 dan 2025 adalah uji coba dalam menjalankan konsep bisnis (25%) serta  peningkatan kualitas data, interoperabilitas, dan konsistensi (22%). Hal lain yang tak kalah penting adalah peningkatan keterampilan dan pelatihan ulang karyawan agar siap menghadapi data (21%).

Ia menyebut organisasi perlu menaruh perhatian pada kualitas data yang kuat, aksesibilitas, dan keterampilan di seluruh lini bisnis. Ia mendorong dunia usaha memprioritaskan peningkatan tata kelola dan kepat hanya 18% yang memiliki peran tata kelola AI dan data yang berdedikasi.

Menurut Ullrich, strategi hybrid dan multi-cloud seharusnya menawarkan fleksibilitas bagi bisnis dalam menyimpan data. Namun pada kenyataannya hanya 33% pemimpin teknologi dan bisnis yang percaya bahwa AI dapat menjadi solusi dalam perbaikan tata kelola data perusahaan. 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...