Profil Meutya Hafid, Eks Jurnalis dan Petinggi DPR yang Disebut Calon Menkominfo
Meutya Hafid digadang-gadang menjadi calon Menteri Kominfo atau Menkominfo era pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka. Berikut profil Meutya Hafid.
Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi mengonfirmasi dirinya tidak lagi menjabat Menkominfo pada kabinet pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka. Posisinya akan diisi oleh politikus Golkar Meutya Hafid.
“Betul (Meutya Hafid). Ke depannya bagaimana? Terserah presiden,” kata Budi Arie di kantornya, Selasa (14/10).
Berdasarkan laman resmi DPR, Meutya Hafid lahir di Bandung, Jawa Barat pada 3 Mei 1978. Ia merupakan anggota Partai Golkar dari daerah pemilihan alias dapil Sumatera Utara I.
Meutya Hafid mencalonkan diri sebagai anggota DPR 2019, namun gagal. Kemudian ia maju bersama Dhani Setiawan Isma sebagai calon wali kota dan wakil wali kota Binjai periode 2010 - 2015. Lagi-lagi, Meutya kalah.
Meski begitu, ia akhirnya menjabat anggota DPR pada 2010, menggantikan Burhanudin Napitupulu yang meninggal dunia.
Ia ditugaskan di Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan. Setelah 17 bulan bertugas di Komisi XI, Meutya Hafid dipindahkan ke Komisi I yang membidangi pertahanan, intelijen, luar negeri, komunikasi dan informatika sampai 2014.
Meutya Hafid kembali terpilih sebagai anggota DPR periode 2014-2019. Kemudian ia terpilih kembali untuk masa jabatan 2019 – 2024 dan menjabat Ketua Komisi I.
Perjalanan karier Meutya Hafid dikutip dari laman resmi Golkar sebagai berikut:
- Jurnalis MetroTV: 2001 - 2008
- Anggota Komisi I DPR: 2010 – 2014 dan 2014 – 2019
- Wakil Ketua Komisi I DPR: 2016 - 2019
- Ketua Komisi I DPR: 2019 -2024
- Anggota DPR: 2024 – 2029 (belum ada penempatan komisi)
- Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Golkar: 2016 – 2019
- Ketua Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik Kesatuan Perempuan Partai Golkar: 2016 – 2021
- Ketua Bidang Strategi Opini dan Propaganda Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong: 2015 - 2020
Saat menjadi jurnalis, liputan Pemilu Irak dan tsunami Aceh menjadi dua dari banyak liptan yang perlu dilakukan oleh Meutya Hafid. Namanya melejit saat Meutya mendapatkan tugas meliput Pemilu di Irak bersama juru kamera Budiyanto pada Februari 2005.
Mereka disandera oleh kelompok Mujahidin Irak. Setelah disekap dan melewati saat-saat yang menegangkan, Meutya Hafid dan Budiyanto berhasil dibebaskan tiga hari kemudian.
Meutya Hafid menerbitkan buku berjudul ‘168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak’ pada 2007. Di tahun yang sama, Meutya terpilih sebagai pemenang Penghargaan Jurnalistik Elizabeth O'Neill dari pemerintah Australia.
Atas prestasinya itu, Meutya Hafid berhak mengikuti program tiga minggu di daerah pedalaman untuk mengembangkan pengertian dan apresiasi lebih baik terhadap isu kontemporer yang dihadapi Australia dan Indonesia.
Di dalam negeri, Meutya Hafid dinobatkan sebagai satu dari Lima Tokoh Pers Inspiratif Indonesia 2012 versi Mizan.
Daftar penghargaan yang diraih Meutya Hafid dikutip dari laman resmi Golkar sebagai berikut:
- Democracy Award 2019 dari Majalah Moeslim Choice
- Press Card Number One atau PCNO dari Hati Pers Nasional alias HPN pada 2013
- Awards untuk Bidang Jurnalis dari Australian Alumnae pada 2008
- Young Inspiring People dari Hardrock FM pada 2008
- Elisabeth ‘O’ Neil Award dari Pemerintahan Australia pada 2007
- Asia 21 Young Leaders Meeting dari Pemerintah Korea Selatan pada 2006
- Kartini bidang jurnalis dari Lions Club Jakarta pada 2006
- Wanita Pemberani dari Samsung Award pada 2006
- Women of Courage dari Kaukus Perempuan Singapura pada 2005
- National Youth Achievement Award dari Pemerintah Singapura pada 1996
Sementara itu, latar belakang pendidikan Meutya Hafid sebagai berikut:
- S1: Manufacturing Engineering dari The University of New South Wales Sidney pada 1996 – 2000
- S2: Ilmu Politik, Universitas Indonesia pada 2015 – 2018