Fitur AI di Linkedin untuk Membuat Resume Kurang Diminati, Mengapa?
LinkedIn menjadi salah satu platform yang mengadopsi berbagai fitur kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI). Namun tidak semua fitur AI berhasil menarik perhatian seperti yang diperkirakan, termasuk penggunaan AI untuk membuat resume.
Dalam wawancara dengan Bloomberg, CEO LinkedIn Ryan Roslansky mengakui fitur AI yang dirancang untuk membantu pengguna memperbaiki gaya bahasa atau menyusun postingan LinkedIn ternyata tidak sepopuler yang diharapkannya.
“Itu tidak sepopuler yang saya kira,” ujar Roslansky, dikutip dari Bloomberg (21/6). Ia menambahkan, “Penghalangnya jauh lebih tinggi ketika orang memposting di LinkedIn, karena ini adalah resume mereka secara online.”
Roslansky menjelaskan salah satu penyebab rendahnya penggunaan asisten AI ini adalah kekhawatiran reputasi.
Pengguna merasa LinkedIn berbeda dari media sosial seperti X (sebelumnya Twitter) atau TikTok. Bila seseorang ketahuan menggunakan AI secara mencolok di platform seperti itu, mungkin tidak jadi masalah besar.
Namun, jika hal itu terjadi di LinkedIn, dampaknya bisa langsung menyentuh kredibilitas profesional mereka. “Ketika Anda dikenali di LinkedIn karena konten terasa terlalu ‘buatan’, itu bisa merusak peluang ekonomi Anda,” kata Roslansky.
Pada saat yang sama, Roslansky mencatat bahwa jejaring sosial profesional telah melihat peningkatan 6x dalam pekerjaan yang membutuhkan keterampilan terkait AI selama setahun terakhir, sementara jumlah pengguna yang menambahkan keterampilan AI ke profil mereka naik 20x.
Misalnya dalam proses perekrutan, integrasi dengan AI bisa mendorong efisiensi dalam tugas-tugas dasar seperti mencari profil kandidat. Namun Rolansky menilai AI belum mampu menggantikan pendekatan manusia untuk menjalin hubungan dan meyakinkan seseorang menerima tawaran kerja.
“Manusia masih jauh lebih baik dalam proses penawaran itu,” ujarnya.
Satu dampak lain dari kemajuan AI adalah kemudahan membuat profil palsu. Hal itu kini dianggap menjadi masalah nyata.
LinkedIn, kata Roslansky, telah menggunakan AI untuk mendeteksi aktivitas semacam itu, serta mendorong pengguna untuk melakukan verifikasi profil secara resmi, misalnya lewat dokumen identitas atau email kantor.
LinkedIn memberi tanda centang kecil untuk profil yang terverifikasi, berbeda dengan model langganan berbayar di platform lain. Verifikasi ini disebutnya dirancang untuk meningkatkan kepercayaan dan keamanan dalam jaringan profesional.
