Putar Musik di Kafe Pakai Spotify, Mengapa Melanggar Hak Cipta?

Kamila Meilina
11 Agustus 2025, 17:40
Ilustrasi Spotify
overkarma.com
Ilustrasi Spotify
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sejumlah kafe dan restoran mulai khawatir memutar lagu komersil di tempat usaha mereka, termasuk melalui platform pemutar musik seperti Spotify. Lantas, bagaimana sistem pembayaran royalti melalui platform pemutar musik Spotify?

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan semua pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik komersial, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel wajib membayar royalti.

“Langganan pribadi seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music tidak mencakup hak pemutaran untuk tujuan komersial di ruang publik,” kata Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham, Agung Damarsasongko.

Ia menjelaskan layanan streaming bersifat personal. Namun, ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, hal itu termasuk penggunaan komersial sehingga memerlukan lisensi tambahan melalui mekanisme resmi.

Pembayaran royalti, lanjutnya, dilakukan melalui LMKN sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Sistem Royalti Spotify

Melansir laman resmi Spotify, platform ini membayarkan dua jenis royalti utama kepada para pemegang hak (rightsholder):

  • Recording royalties: Royalti ini untuk pemilik rekaman master, biasanya label rekaman atau distributor. Dari pihak inilah artis menerima bagiannya sesuai kontrak.
  • Publishing royalties: Royalti ini untuk penulis lagu atau pemegang hak cipta komposisi. Pembayaran dilakukan melalui penerbit lagu (publisher), lembaga pengumpul royalti (collecting society), atau lembaga lisensi mekanikal seperti Mechanical Licensing Collective (MLC) di Amerika Serikat.

Artinya, ketika sebuah lagu diputar, bukan hanya penyanyinya yang dibayar, tetapi juga penulis lagu dan pihak yang memegang hak master.

Pendapatan Spotify berasal dari langganan Premium dan iklan untuk pengguna gratis. Setelah dipotong pajak, biaya kartu kredit, dan operasional, sisa pendapatan atau net revenue dibagikan sebagai royalti.

Spotify tidak membayar per putaran lagu dengan tarif tetap. Mereka menggunakan sistem streamshare, yaitu membagi pendapatan berdasarkan persentase jumlah streaming.

“Kami menghitung pangsa aliran dengan menghitung jumlah total aliran dalam bulan tertentu dan menentukan berapa proporsi aliran tersebut adalah orang yang mendengarkan musik yang dimiliki atau dikendalikan oleh pemegang hak tertentu,” demikian dikutip dari laman resmi Royalti Spotify, Senin (11/8).

Misalnya, jika suatu lagu menyumbang 0,01% dari seluruh pemutaran bulan tersebut, maka royalti yang diterima adalah 0,01% dari total pendapatan bersih Spotify bulan itu.

Pembayaran royalti tidak langsung diterima artis atau penulis lagu. Uang terlebih dahulu masuk ke label, distributor, penerbit, atau lembaga pengumpul royalti, kemudian diteruskan sesuai perjanjian masing-masing. Besaran dan waktu pembayaran bergantung pada isi kontrak yang berlaku.

Mengapa Langganan Spotify tak Termasuk Pembayaran Royalti?

Secara umum, memutar lagu di Spotify untuk keperluan pribadi tidak melanggar hak cipta. Hal ini karena pengguna hanya menikmati musik dalam ruang lingkup pribadi, dan seluruh hak cipta sudah diurus oleh Spotify melalui kerja sama lisensi.

Namun, situasinya berbeda jika musik dari Spotify digunakan untuk keperluan publik atau komersial. Sebab, dalam laman ketentuan Spotify tertulis bahwa perizinan streaming musik yang diberikan hanya untuk penggunaan pribadi dan non-komersial, alias bukan untuk kebutuhan bisnis.

“Kami memberi Anda izin terbatas, non-eksklusif, dan dapat dibatalkan untuk menggunakan Layanan Spotify dan Konten secara pribadi dan non-komersial,” demikian tertulis.

Dengan demikian, pembayaran langganan aplikasi hanya mencakup hak akses pribadi, bukan untuk digunakan di ruang usaha yang bersifat publik dan komersial.

Misalnya, memutar lagu di kafe, pusat perbelanjaan, acara hiburan, atau siaran radio memerlukan izin tambahan dari lembaga pengelola hak cipta, seperti WAMI atau LMKN di Indonesia.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Kamila Meilina
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...