Jaringan Terorisme Rekrut Anak-anak via WhatsApp hingga Game Online
Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri mencatat ada 110 anak yang diduga direkrut jaringan terorisme. Perekrutan melalui WhatsApp, Facebook hingga game online.
Ada lima tersangka yang diduga menjadi perekrut anak untuk bergabung ke dalam kelompok terorisme, dengan tiga kali penegakan hukum dari akhir Desember 2024 hingga 17 November 2025.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko memerinci kelima tersangka di antaranya:
- FW alias YT yang berasal dari Kota Medan, Sumatera Utara. Ditangkap pada 5 Februari 2025.
- LM (23) yang berasal dari Kabupaten Bangai, Sulawesi Tengah.
- PP alias BBMS (37) yang berasal dari Sleman, DI Yogyakarta. Ditangkap pada 22 September 2025.
- MSPO (18) yang berasal dari Tegal, Jawa Tengah.
- JJS alias BS (19) yang berasal dari Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar) dan ditangkap pada 17 November.
“Ada sekitar 110 anak yang berusia rentang antara 10 hingga 18 tahun, tersebar di 23 provinsi, yang diduga terekrut oleh jaringan terorisme,” kata Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (18/11).
Ia mengungkapkan, modus propaganda jaringan terorisme yakni melalui ruang digital secara bertahap.
“Propaganda awalnya diseminasi melalui platform yang lebih terbuka seperti Facebook, Instagram, dan game online,” kata dia.
Propaganda itu berbentuk video pendek, animasi, meme, serta musik yang dikemas menarik untuk membangun kedekatan emosional dan memicu ketertarikan ideologis.
Kemudian, anak yang dianggap menjadi target potensial akan dihubungi secara pribadi oleh jaringan terorisme melalui platform yang lebih tertutup, seperti Facebook dan Telegram.
Ia menyebut, kerentanan anak terpapar radikalisme dipengaruhi sejumlah faktor sosial, di antaranya bullying atau perundungan, kurangnya perhatian keluarga, pencarian identitas jati diri, marginalisasi sosial, serta minimnya kemampuan literasi digital dan pemahaman agama.
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana mengatakan bahwa pihaknya melihat ada tren kenaikan jumlah anak yang diduga direkrut dalam jaringan terorisme.
Pada 2011 - 2017, Densus 88 mengamankan kurang lebih 17 anak korban rekrutmen. Akan tetapi, pada akhir 2024 hingga 2025, ada 110 anak yang teridentifikasi.
“Ada proses yang sangat masif sekali rekrutmen yang dilakukan melalui media daring,” ujarnya.
Oleh karena itu, Polri bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait untuk mencegah anak kembali menjadi korban rekrutmen jaringan terorisme.
Selain itu, Mayndra berpesan kepada seluruh orang tua, pihak sekolah, dan seluruh elemen yang terlibat ataupun yang bertanggung jawab terhadap anak-anak agar selalu melakukan upaya kontrol dan pendeteksian sedari dini.
“Berawal dari rumah itu yang paling efektif untuk melakukan pencegahan,” katanya.
