Sistem Pengelolaan Sampah Harus Lebih Bertanggung Jawab
Jakarta - Sampah menjadi masalah utama di kota-kota besar di Indonesia. Setiap tahun, jumlah sampah yang diproduksi penduduk Indonesia terus naik, tidak sebanding dengan kapasitas penampungan dan pengolahan sampah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi total produksi sampah nasional mencapai 67,8 juta ton pada 2020. Jumlah itu berarti setiap hari penduduk Indonesia menghasilkan sekitar 185.753 ton sampah.
"Kita bicara cara perilaku masyarakat. Fokus bagaimana masyarakat membuang sampah pada tempatnya. Tapi membuang sampah pada tempatnya tidak cukup jika sistem yang ada itu tidak membantu bagaimana mengelola dengan sangat baik. Selain itu ketika pelaku bisnis tidak membuat suatu kemasan yang baik, tidak ramah lingkungan atau berada di lingkungan selamanya, itu akan menjadi problem juga," kata Nila dalam webinar Earth Day Forum 2021 dengan tema Satu Langkah Menuju Gaya Hidup Hijau, Kamis (22/4).
Menurut Nila, permasalahan sampah melibatkan banyak stakeholder untuk menghasilkan solusi. Regulasi yang dihasilkan pemerintah pun harus dipersiapkan agar ketika diterapkan, masyarakat siap melakukannya.
"Zerowaste Indonesia fokus pada perubahan sikap, memberikan edukasi, dan memberikan awareness kepada masyarakat. Zero bersama pemerintah dan organisasi bekerjasama dengan regulasi dan bagaimana kami bisa implementasi. Ketika sudah ada jembatan komunikasi antara masyarakat yang paham bahwa kita harus mengurangi sampah, ramah lingkungan dan ada regulasi penegakan hukum di sana, maka ada sinergi. Effort yang dilakukan semua pihak akan terjadi dan perjalanannya akan mulus," ujarnya.
Pendiri EwasetRJ Muhammad Rafa Ibnusina Jafar mengatakan, masalah sampah tidak hanya tidak membuang sampah sembarangan. Sampah tidak berakhir di tempat sampah, tapi melalui banyak proses dan melibatkan banyak orang.
EwasteRJ sebagai komunitas yang fokus pada permasalahan sampah elektronik di Indonesia menyoroti pembuangan sampah elektronik yang masih belum disadari masyarakat Indonesia. Apalagi saat ini belum tersedia tempat sampah elektronik di tempat umum dan minimnya edukasi cara pembuangan sampah elektronik.
"Kami fokus tiga kegiatan. Yaitu kampanye (campaign), mengumpulkan sampah elekttronik (collect), dan mendaur ulang di tempat yang tepat (circulate)," kata Rafa.
Ia menjelaskan Ewaste mengumpulkan sampah elektronik kemudian mendistribusikan sampah tersebut ke perusahaan daur ulang yang sudah tersertifikasi.
"Kami perantara antara sampah elektronik rumah tangga ke perusahaan daur ulang elektronik. Dari tahun ke tahun kami sudah mengumpulkan lebih dari 5 ton sampah elektronik," tuturnya.
Head of Communication and Engagement Waste4Change Hana Nur Aulia menilai, masalah sampah butuh lebih masif dalam penegakan hukum.
"Sejak berdiri pada 2014, Waste4Change telah melakukan riset untuk pengelolaan sampah, memberikan konsultasi, dan mengedukasi. Waste4Change fokus membentuk sistem pengelolaan sampah yang lebih bertanggungjawab," kata dia.
Sementara itu Senior Product Manager Garnier Indonesia Diana Beauty mengatakan Garnier sebagai number one beauty company in the world dan di Indonesia berperan besar menjadikan bumi lebih hijau.
"September tahun lalu kami launching kampanye green beauty. Dan itu memang tranformasi, seluruh rantai produksi kami seperti kemasan. Kami bekerjasama dengan eRecycle, membantu masyarakat bisa memulai daur ulang. Aplikasi eRecycle, sampah yang sudah dipilah bisa dijemput di rumah," kata Diana.
Ia menambahkan, Garnier terus melakukan edukasi masyarakat untuk melakukan banyak hal lagi selain recycle. Garnier juga kampanye berevolusi dari green beauty untuk semua, pada 2021 menjadi one green step.
"Melakukan one green step , cukup satu langkah saja, kamu siap kontribusi. Kalau satu orang tidak melakukan apa pun, ya tidak ada yang melakukan apa pun. Kalau satu orang do one green step dan secara kumulatif banyak masyarakat yang terlibat, impactnya bisa signifikan. Jadi kampanye ini yuk bareng-bareng melakukan one green step," ujarnya.
Diana menjelaskan, Garnier sebagai pelaku bisnis ingin melakukan bisnis yang bertanggungjawab. Garnier melakukan transformasi dibisnis, contohnya Garnier menggunakan kemasan yang 100 persen plastik daur ulang bukan virgin plastik.
"2025 ditargetkan tidak menggunakan virgin plastik. Kami menjual produk-produk yang lebih ramah lingkungan, lebih bertanggungjawab. Program Garnier: more solidarity sourcing, approved by crully free internasional, more eco-designed formula, more eco-designed packaging, dan more renewable sources," kata Diana