Ragam Tantangan Sertifikasi Halal Industri Farmasi

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
19 April 2021, 16:31
KEDATANGAN VAKSIN COVID-19 TAHAP TIGA
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.

Kewajiban sertifikasi halal mulai diterapkan sejak 17 Oktober 2019 seiring berlakunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Meski demikian, industri farmasi masih menghadapi sejumlah tantangan dalam menerapkan kewajiban sertfikasi halal.

Sertifikasi halal diyakini akan mengurangi kekhawatiran masyarakat soal kemanan dan kehalalan obat-obatan yang mereka gunakan. Tak hanya itu, peluang pasar obat halal cukup besar, terlebih Indonesia menjadi center of excellent dari Organisation of Islamic Cooperation (OIC). Hal ini bisa memberi kesempatan bagi industri dalam negeri memperluas pasar ekspor obat halal ke negara lain, khususnya berbasis muslim dan negara Timur Tengah.

Dikutip dari halalmui.id, jumlah produk farmasi (obat dan vaksin) bersertifikat halal baru ada sekitar 2.586 produk, dari 19.483 produk  yang tercatat di BPOM per 24 Maret 2021. Artinya, peluang sertifikasi halal farmasi masih sangat luas. Namun bagi produsen, masih ada faktor yang belum mendukung implementasi aturan tersebut. Berikut di antaranya.

1. Pasokan Bahan Baku

Hingga saat ini industri farmasi masih banyak bergantung terhadap pasokan bahan baku impor dengan persentase sekitar 95 persen terhadap total kebutuhan. Bahan baku tersebut antara lain diimpor dari sejumlah negara, seperti Tiongkok, India, Amerika dan Eropa. Sehingga sulit diketahui kehalalannya.

2. Memakan Waktu dan Biaya

Halaman:
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...