Reflasi, Ancaman Baru Ekonomi Global yang Lebih Parah dari Stagflasi
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan akan ada ancaman ‘reflasi’ bagi Indonesia di tahun depan. Menurutnya ini lebih parah dibanding dengan staglasi, alias kondisi ekonomi stagnan dan inflasi tinggi.
“Ini yang kenapa disebut risiko stagflasi, pertumbuhan yang stagnan menurun dan inflasi tinggi. Bahkan sekarang istilahnya adalah reflasi, risiko resesi dan tingginya inflasi,” ujar Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (21/11).
Apa Itu Reflasi?
Berdasarkan penjelasan Perry, reflasi menggabungkan istilah resesi dan inflasi. Reflasi terjadi bila resesi dan inflasi berada di tingkat yang tinggi. Sementara itu, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, reflasi memiliki pengertian sebuah usaha untuk mengembalikan nilai uang kepada nilai sebelum inflasi.
Ciri pertama reflasi adalah turunnya pertumbuhan ekonomi global dan ada risiko resesi di beberapa negara. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan melambat menjadi 4,37%, sementara pertumbuhan global diperkirakan hanya 2,6% dan bahkan bisa turun hingga 2%. Angka ini lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan global tahun ini, yakni 3%.
Perry menyebutkan kemungkinan resesi Amerika dan Eropa semakin meningkat. Amerika, misalnya, memiliki kemungkinan mencapai 60% untuk jatuh ke jurang resesi selama setahun ke depan. Ia juga menyebut situasi sulit di tahun ini belum mencapai titik terburuk.
“Tahun depan yang terburuk, karena ini memang berkaitan dengan geopolitik, fragmentasi politik, ekonomi dan investasi, pertumbuhan melambat,” ujar Perry.
Kedua, tingginya tingkat inflasi. Inflasi dunia tahun ini diperkirakan mencapai 9,2% dengan level inflasi tinggi yang melanda negara besar seperti Amerika dan Eropa. Dalam perhitungan Bank Indonesia, inflasi Amerika Serikat sudah mendekati 8,8%, Eropa mencapai 10%, dan inggris mendekati 11%.
Kemudian, kenaikan suku bunga yang akan berlangsung lama. Dengan tingginya inflasi dan rendahnya pertumbuhan ekonomi global, bank sentral terpaksa memperketat kebijakan moneternya. BI sendiri memperkirakan bunga acuan AS bakal naik 50 bps, mencapai 4,5% akhir tahun ini. Lebih lanjut, suku bunga The Fed diperkirakan mencapai puncaknya pada paruh pertama tahun depan dan belum akan turun. Kemungkinannya, suku bunga tinggi bakal bertahan lebih lama.