Mengenal Sumitro Plan: Latar Belakang, Konsep, dan Implementasinya

Tifani
Oleh Tifani
21 Mei 2025, 11:22
Sumitro Plan
Wikipedia
Soemitro Djojohadikoesoemo
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Soemitro Djojohadikoesoemo dikenal sebagai salah satu begawan ekonomi paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Ia bukan hanya seorang intelektual ekonomi, tetapi juga tokoh penting yang menjembatani masa transisi perekonomian Indonesia sejak awal kemerdekaan.

Soemitro merupakan ayah dari Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto, dan pernah menjabat sebagai menteri di era Presiden Soekarno maupun Soeharto. Tak hanya dikenal sebagai pemikir di balik gagasan Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang baru-baru ini diresmikan, nama Soemitro juga melekat erat dengan sebuah rencana besar bernama "Rencana Sumitro".

Rencana Sumitro atau yang juga dikenal sebagai Sumitro Plan atau Rencana Urgensi Perekonomian. Sumitro Plan disusun oleh Soemitro pada tahun 1951, tepat setelah runtuhnya Kabinet Natsir.

Berikut ulasan lengkap mengenai latar belakang dan tujuan Sumitro Plan hingga bagaimana rencana ini terealisasi kala itu.

Latar Belakang Sumitro Plan

Soemitro Djojohadikoesoemo
Soemitro Djojohadikoesoemo (Wikipedia)
 

Sumitro Plan disusun sebagai jawaban terhadap krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada masa itu. Fokus utamanya adalah mendorong ekspor, menekan ketergantungan terhadap impor, dan meningkatkan pendapatan negara guna membangun fondasi ekonomi nasional yang mandiri kala itu.

Tercetusnya Sumitro Plan ini berasal dari pemahaman Sumitro terkait kebutuhan Indonesia yang mendesak dalam pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada pengembangan pertanian dan industri. Oleh sebab itu, gagasan Sumitro Plan ini dicetuskan oleh Sumitro ketika ia menjabat sebagai Manteri Perdagangan dengan nama Program Ekonomi Gerakan Benteng atau Program Benteng.

Sasaran utama dari Program Benteng adalah pembentukan modal yang cukup besar melalui kegiatan transaksi impor yang sangat menguntungkan untuk memungkinkan dimulainya usaha mendirikan industri-industri kecil.

Tujuan Sumitro Plan

Secara umum, tujuan Sumitro Plan adalah untuk menangani krisis ekonomi Indonesia pasca kemerdekaan dan membangun dasar perekonomian nasional yang mandiri dan berkelanjutan. Selain itu, ada juga tujuan-tujuan dasar lainnya seperti berikut:

  1. Menumbuhkan dan membina para pelaku usaha Indonesia (pribumi) sambil menumbuhkan nasionalisme ekonomi atau “Indonesianisasi”.
  2. Mendorong para importir nasional agar mampu bersaing dengan perusahaan impor asing.
  3. Membatasi impor barang-barang tertentu dan memberikan lisensi impor hanya kepada para Importir Indonesia.
  4. Memberi bantuan dalam bentuk kredit keuangan kepada para pengusaha di Indonesia.

Program Benteng

Program Benteng merupakan bagian dari kebijakan ekonomi nasional Indonesia pada awal masa kemerdekaan yang lahir dari semangat Sumitro Plan. Sumitro Plan menjadi kerangka besar dalam merumuskan strategi pembangunan ekonomi Indonesia.

Tujuannya adalah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial yang sebelumnya didominasi oleh perusahaan asing dan etnis non-pribumi. Agar menjadi struktur ekonomi yang lebih berorientasi pada kepentingan nasional dan memberdayakan pengusaha pribumi.

Sebagai implementasi dari semangat tersebut, Program Benteng diluncurkan pada awal dekade 1950-an oleh pemerintah, dengan Sumitro Djojohadikusumo sebagai Menteri Perdagangan dan Industri saat itu. Program ini merupakan bentuk kebijakan afirmatif (affirmative action) untuk mendorong keterlibatan aktif para pengusaha Indonesia asli dalam kegiatan ekonomi, terutama dalam bidang perdagangan dan impor.

Fokus utama dari Program Benteng adalah sektor impor, karena kegiatan ini menuntut modal besar dan sebelumnya sepenuhnya dikuasai oleh kelompok asing dan non-pribumi. Program ini menetapkan bahwa hanya pengusaha pribumi yang dapat memperoleh lisensi impor untuk barang-barang tertentu.

Pada tahun 1950, pemerintah menetapkan bahwa minimal 70 persen kepemilikan saham dalam perusahaan yang memperoleh lisensi impor harus dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) asli. Namun, dalam pelaksanaannya, Program Benteng menghadapi sejumlah tantangan.

Banyak pengusaha pribumi belum memiliki pengalaman, modal, maupun akses jaringan bisnis internasional yang memadai. Dalam praktiknya, tidak sedikit pengusaha yang hanya menjadi "nama di atas kertas" sementara operasional tetap dijalankan oleh pihak non-pribumi.

Seiring berjalannya waktu, kebijakan ini dikaji ulang, khususnya pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap (1955–1956). Sumitro Djojohadikusumo, yang kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan, melakukan evaluasi terhadap efektivitas Program Benteng.

Salah satu perubahan penting adalah penghapusan syarat berbasis etnis, dan diganti dengan persyaratan administratif dan finansial yang lebih ketat, seperti kewajiban pembayaran uang muka dalam jumlah tertentu untuk kegiatan impor. Namun, perubahan politik dan ekonomi Indonesia terus berlangsung dengan cepat.

Setelah terbentuknya Kabinet Karya di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja pada Maret–April 1957, arah kebijakan ekonomi nasional bergeser ke sistem ekonomi terpimpin, seiring dengan meningkatnya intervensi negara dalam berbagai sektor ekonomi. Program Benteng secara bertahap dihentikan, dan tidak lagi menjadi landasan utama kebijakan afirmatif ekonomi nasional.

Demikian ulasan lengkap mengenai latar belakang dan tujuan Sumitro Plan dan implementasinya melalui Program Benteng.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Editor: Safrezi

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...