Kisah Sukses Hammer, 35 Tahun Beroperasi Hingga Dipamerkan Jokowi
Presiden Jokowi dan para menteri menyempatkan diri menyambangi Mal Living World di sela-sela kunjungan kerja ke Pekanbaru pada Rabu (4/1) lalu. Malam itu, rombongan kenegaraan memasuki outlet pakaian Hammer, memilih sejumlah produk, dan akhirnya membeli sweater.
“Ini baru saja membeli brand asli Indonesia, Hammer,” ujar Jokowi usai memamerkan sweater barunya.
Kendati jenama ini diberi nama dari Bahasa Inggris, namun Hammer adalah jenama lokal yang sudah berdiri selama 35 tahun. Hammer didirikan bersamaan dengan perusahaan tekstil yang menaunginya, PT Warna Mardhika. Pendirinya adalah Eddy Hartono dan kini estafet kepimpinan perusahaan itu sudah dialihkan ke anaknya, Mario Hartono.
Jatuh Bangun Tiga Dekade Warna Mardhika
Mario Hartono kepada Katadata bercerita ayahnya sebenarnya justru tidak memulai bisnisnya sebagai perusahaan fesyen, tetapi manufaktur penjahitan baju. Baru beberapa tahun setelahnya, Eddy Hartono memutuskan membuat jenama pakaian untuk dijual.
Pada 1970-an, Eddy meluncurkan Lacoupe sebelum memperkenalkan Hammer pada 1987. Namun Hammer rupanya lebih tenar ketimbang Lacoupe. Mario menuturkan nama Hammer dipilih karena dinilai sebagai kata yang kuat. Jenama ini kemudian dikenal masyarakat dengan pilihan warna berani dan makin terkenal karena dikenakan oleh berbagai publik figur.
“Hammer ini strong word dan unik di tahun 1987. Ayah saya melihat zaman dulu belum ada merek lokal yang benar-benar bikin konsep strong,” ujarnya dalam sambungan telepon dengan Katadata.
Menyusul kesuksesan Hammer, PT Warna Mardhika meluncurkan jenama baru yakni Nail sekitar delapan tahun kemudian. Nail menyasar pasar pakaian laki-laki kelas menengah atas dengan menggunakan bahan linen yang lebih premium.
Tidak berhenti dengan dua merek, pada 2007 perusahaan ini melebarkan sayapnya ke produk kaos oblong melalui jenama Coconut Island. Bila Hammer dan Nail diluncurkan oleh Eddy Hartono, Coconut Island adalah ide dari Mario sendiri. Ia bercerita, ide ini bermula saat ia dan ayahnya melancong ke Amerika Serikat pada 2008 dan menemukan bahwa kaos oblong sedang menjadi tren.
“Ya udah, kita coba bikin brand dengan konsep t-shirt only . Tapi saya enggak mau sama dengan t-shirt distro, saya mau bikin unik, bukan cuma desain tapi juga bahannya,” jelas Mario.
Meski mengusung tema yang berbeda, Coconut Island tidak serta merta diterima oleh ritel. Mario mengenang bahwa idealisme bahan premium berharga Rp 200.000 tidak diterima oleh pusat perbelanjaan kala itu. Belum lagi Coconut Island hanya menawarkan satu produk yakni kaos oblong.
Tapi Mario berhasil mengatasi masalah ini melalui presentasi dengan Merchandiser Direct Manager SOGO. Dalam penuturannya, merchandiser tersebut memiliki latar belakang di bidang fesyen dan menganggap konsep Coconut Island menarik. Ia pun memberikan lokasi penjualan di Plaza Senayan, tepat di sebelah jenama internasional seperti French Connexion.
“Nah di situ penjualannya Coconut Island enggak jauh berbeda dengan French Connexion. Di situlah mulanya orang-orang mengenal kami sebagai brand luar. Coconut Island pun diberikan tempat khusus untuk berjualan di luar department store,” kata Mario.
Coconut Island semakin berkembang pada 2009 dengan meluncurkan Coconut Island Kids. Sesuai namanya, merek ini fokus mengembangkan kaus oblong untuk anak-anak. Hingga pada 2016, merek terbaru yang dikeluarkan Warna Mardhika adalah Osprey, jenama yang berfokus pada pakaian laki-laki. Jenama ini terinspirasi dari gaya berpakaian remaja Irlandia yang cenderung kasual namun tetap modis.
Setahun kemudian, jenama Hammer berkembang dengan peluncuran Hammer Active. Jenama keenam ini mengusung pakaian olahraga baik untuk perempuan dan laki-laki.
Harapan Untuk Semakin Mengglobal
Setelah perjalanan 35 tahun itu, kini Warna Mardhika memiliki 120-an gerai yang tersebar di seluruh Indonesial. Angka ini, menurut Mario, sudah mengalami penurunan jauh dari era sebelum pandemi yang biasa mencapai 250-an gerai.
“Itu karena ada beberapa department store yang tutup juga. Dan kita pun bersih-bersih dulu lah, biar beban perusahaan tidak semakin berat,” ujarnya.
Di balik berkurangnya gerai pakaiannya, Mario kini berencana untuk memperkuat konsep unik masing-masing gerainya. Selain itu, ia pun akan memperluas jenis produk dari masing-masing jenamanya, mulai dari Hammer, Nail, dan Coconut Island.
Pasca kunjungan dengan Presiden Jokowi, Mario dan timnya pun berencana menggaungkan konsep Bangga Buatan Lokal. Menurutnya, berbagai jenama lokal sudah memilki kualitas yang mampu bersaing dengan jenama global dan harus bisa unggul di negara sendiri.
“Maka dari itu, kita pun harapkan mal berikan lokasi yang lebih baik, jenama lokal jangan dianaktirikan. Nanti bila ada teman-teman jenama lokal yang mau kolaborasi, ayo,” kata Mario.