Asal Usul Suku Baduy yang Menolak Internet untuk Menjaga Adat

Aditya Widya Putri
12 Juni 2023, 17:01
Sejumlah warga Baduy berjalan menuju Kantor Gubernur Banten untuk mengikuti tradisi Seba Baduy di Kota Serang, Sabtu (29/4/2023). Tradisi yang berlangsung setiap tahun tersebut ditandai dengan penyerahan hasil panen serta penyampaian aspirasi warga Baduy
ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/foc.
Sejumlah warga Baduy berjalan menuju Kantor Gubernur Banten untuk mengikuti tradisi Seba Baduy di Kota Serang, Sabtu (29/4/2023). Tradisi yang berlangsung setiap tahun tersebut ditandai dengan penyerahan hasil panen serta penyampaian aspirasi warga Baduy kepada pemerintah.

Suku Baduy, Lebak, Banten meminta agar sinyal internet di wilayah mereka dihapus agar tak mengganggu kemurnian budaya Baduy. Urang Kanekes–istilah yang mereka sematkan sebagai identitas–menggantungkan hidup pada alam dan mengisolasi diri dari peradaban.

“Arahan dari Lembaga Adat Baduy ada dua pemancar, satu di Cijahe dan kedua di Sobang, sinyalnya diarahkan ke luar Baduy,” kata Kepala Desa Kanekes, Saija.

Surat penghapusan sinyal internet itu mereka teruskan kepada Bupati Lebak. Tujuan permohonan ini untuk menjaga agar Tanah Ulayat Baduy menjadi wilayah yang bersih dari sinyal internet (blankspot area internet).

Terlebih supaya generasi muda Kanekes tidak terpengaruh ragam program berbasis internet yang dianggap berdampak buruk bagi adat istiadat Baduy.

Pakaian yang Membedakan Suku Baduy

Suku Baduy adalah salah satu suku yang mendiami wilayah Banten dengan populasi 5.000 hingga 8.000 orang. Mereka hidup berdampingan dengan alam, mengisolasi diri, dan tidak menggunakan transportasi modern.

Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok, tergantung pada area tempat tinggal mereka: Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar. Secara kasat mata mereka dibedakan dengan mudah melalui jenis pakaian yang digunakan.

Baduy Dalam (Kanekes Dalam), alias Kelompok Tangtu merupakan kelompok yang paling ketat dengan adat. Mereka termasuk dari warga di tiga kampung: Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik.

Orang Kanekes Dalam selalu memakai pakaian berwarna putih dilengkapi aksesori ikat kepala putih. Kain yang digunakan harus ditenun dan dijahit sendiri, tak boleh hasil penjahitan modern.

Peraturan adat di Kelompok Tangtu sangat ketat. Mereka dilarang menggunakan kendaraan sehingga selalu berjalan tanpa alas kaki, tak boleh mengoperasikan alat elektronik, dan harus membangun rumah ke arah utara/selatan (kecuali rumah sang Pu’un atau ketua adat).

Sementara Baduy Dalam (Kanekes Luar), atau Kelompok Panamping tinggal di berbagai kampung yang mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lainnya.

Masyarakat Kanekes Luar punya ciri khas dalam berpakaian serba hitam atau biru tua, begitupun dengan ikat kepala mereka. Warna gelap ini melambangkan bahwa mereka tak lagi “suci”, sudah terkontaminasi oleh perkembangan luar.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...