Sejarah Petrosea, Perusahaan Milik Suami Puan yang Catat Kenaikan Laba
PT Petrosea Tbk (PTRO) mencatatkan kenaikan pendapatan pada kuartal kedua 2023 sebesar 32,71% menjadi US$ 273,92 juta atau setara dengan Rp 4,22 triliun, dari US$ 206,40 juta pada periode sama tahun sebelumnya. Sejalan dengan kenaikan pendapatan perusahaan, laba perusahaan tercatat meningkat 0,43% menjadi US$ 10,815 juta dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 10,769 juta.
Presiden Direktur Romi Novan Indrawan mengatakan pencapaian ini didukung oleh peningkatan aktivitas operasional di lini bisnis engineering, procurement, and construction (EPC) dan kontrak pertambangan yang meningkat masing-masing sebesar 75,09% dan 29,49%.
Pada Juni 2023, Petrosea menyelesaikan pembelian 100% saham PT Kemilau Mulia Sakti (KMS) dengan total nilai transaksi sebesar US$ 90,56 juta. Menurut Romi, strategi ini merupakan wujud akselerasi strategi jangka panjang Petrosea untuk menjadi mine owner.
KMS adalah pemilik 99% saham PT Cristian Eka Pratama (CEP), perusahaan operasi penambangan batu bara yang memiliki area operasional di Kecamatan Tering, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. CEP mulai berproduksi pada Juni 2023 dengan mencatatkan overburden removal volume sebesar 305.600 bank cubic meter (bcm) dan coal production sebesar 6.600 ton.
Riwayat Perusahaan Sejak 1972
Petrosea didirikan pada 21 Februari 1972 dengan nama PT Petro-Sea International Indonesia dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan memulai kegiatan komersialnya pada 1972. Pada 1984, perusahaan diakuisisi oleh Clough Limited.
Pada 1990 perusahaan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang Bursa Efek Indonesia) dengan kode perdagangan PTRO. Saat itu Petrosea menjadi satu-satunya perusahaan rekayasa dan konstruksi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Petrosea berganti nama PT Petrosea Tbk pada 2008.
Pada akhir 2009, Indika Energy resmi mengakuisi 98,55% saham milik perusahaan. Kemudian pada 2012, Indika Energy menjual kembali 28,75% saham perusahaan ke masyarakat untuk mematuhi peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dengan begitu, pada akhir 2012, kepemilikan saham Indika di Petrosea sebesar 69,80%.
Tiga tahun kemudian, perusahaan mengakuisisi 51,25% saham PT Mahaka Industri Perdana melalui PT Petrosea Offshore Supply Base (POSB) Infrastructure Indonesia. Setahun setelah itu, pemerintah meresmikan Pusat Logistik Berikat (PLB) untuk sektor minyak dan gas bumi yang berlokasi di Tanjung Batu, Balikpapan, Kalimantan Timur pada 2016.
Pada Agustus 2017 perusahaan meresmikan Petrosea Offshore Supply Base (POSB) Sorong untuk memberikan dukungan dan layanan kepada sektor minyak dan gas bumi di wilayah Indonesia Timur.
Pada 2021, Petrosea menambah kegiatan usaha menjadi bidang konstruksi, jasa pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, informasi dan komunikasi, aktivis profesional, ilmu pengetahuan dan teknis, penyewaan dan sewa guna tanpa opsi, ketenagakerjaan dan pendidikan.
Pada 2022 perusahaan diakuisisi oleh PT Caraka Reksa Optima. Mengutip situs web Petrosea, struktur kepemilikan perusahaan saat ini adalah 89,79% dikuasai oleh PT Caraka Reksa Optima, sementara 10,202% dimiliki oleh publik atau masyarakat.
Perusahaan ini menjadi salah satu perusahaan milik suami Puan Maharani, Happy Hapsoro, setelah terjadi perubahan komposisi kepemilikan saham di Caraka pada Juni 2023. Sebelumnya, saham Caraka dikuasai Haji Romo Nitiyudo sebesar 80% dan 20% lainnya dikuasai PT Dua Usaha Karya Negeri.
Pada 31 Mei 2023, perusahaan milik Happy bernama PT Sentosa Bersama Mitra masuk sebagai investor. Transaksi ini mendilusi saham milik Haji Romo menjadi 39,77%, sedangkan jumlah penguasaan saham oleh perusahaan milik Happy sebesar 27%.
Transaksi ini mencatatkan PT Sentosa Bersama Mitra menjadi pemegang saham baru dan membuat Happy memiliki penguasaan atas Petrosea.
Catatan Sengketa Petrosea
PT Petrosea tercatat pernah bersengketa dengan PT Maruwai Coal terkait dengan perselisihan pembayaran untuk proyek konstruksi jalan, jembatan dan pekerjaan tanah di Murung Raya, Kalimantan Tengah. Namun, kedua perusahaan telah bersepakat untuk berdamai pada April 2021.
Konflik bermula pada 18 Desember 2020 ketika Petrosea menerima invoice dari Maruwai Coal yang meminta pembayaran sebesar Rp 60 miliar dalam waktu 30 hari. Petrosea keberatan atas invoice tersebut.
Meski keberatan sudah disampaikan ke Maruwai, pada 25 Januari 2021, Petrosea mendapatkan pemberitahuan dari Bank Mandiri, terjadi pencairan dana penjaminan (guarantee bond) yang dibayarkan ke Maruwai. Dua hari berselang, perseroan menunjuk kuasa hukum dan menyampaikan keberatan atas invoice PT Maruwai Coal.
Dalam menyelesaikan sengketa, kedua perusahaan menyepakati ketentuan penyelesaian secara rahasia dan kontrak ditutup.