Mirae Asset Berselisih dengan Sultan Subang, BEBS: Asep Sabanda Bukan Manajemen
Mirae Asset Sekuritas saat ini terlibat dalam perselisihan yang cukup serius dengan Sultan Subang Asep Sulaeman Sabanda, mantan Komisaris Utama PT Berkah Beton Sadaya Tbk (BEBS). Ketegangan ini mencuat setelah Sultan Subang mengajukan gugatan senilai Rp 8,17 triliun terhadap perusahaan tersebut.
Mengutip Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) managemen menjelaskan, terkait dengan perselisihan yang sedang berlangsung, manajemen PT Berkah Beton Sadaya Tbk (BEBS) mengungkap bahwa Asep Sulaeman Sabanda sudah tidak lagi menjabat sebagai bagian dari manajemen perusahaan.
Hal ini tercatat dalam akta nomor 03 yang dikeluarkan pada 5 Maret 2024. Saat ini, Asep hanya memiliki kepemilikan saham di bawah 5% dalam perseroan, yang menegaskan posisinya saat ini sebagai pemegang saham minoritas.
Perusahaan konstuksi itu juga memberikan klarifikasi terkait perselisihan hukum yang tengah terjadi. Managemen menyatakan bahwa tidak mengetahui adanya peristiwa yang dimaksud.
"Perusahaan tidak terdaftar dalam 39 perusahaan yang saat ini sedang berselisih," kata manajemen dikutip Selasa (15/10).
Lebih lanjut, manajemen memastikan bahwa kasus hukum yang sedang berlangsung tidak akan berdampak pada kelangsungan bisnis dan operasional perusahaan. Klarifikasi ini mencerminkan komitmen BEBS untuk menjaga stabilitas dan keberlangsungan usahanya di tengah situasi yang tidak menentu, serta memberikan rasa tenang kepada pemangku kepentingan mengenai posisi mereka di industri.
Mirae Gugat Balik Sultan Subang
Mirae Asset Sekuritas Indonesia mengambil langkah tegas dengan mengajukan gugatan hukum terhadap nasabah yang tidak memenuhi kewajibannya. Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sebagai respons terhadap gugatan senilai Rp 8,17 triliun yang diajukan oleh Sultan Subang Asep Sulaeman Sabanda, mantan Komisaris Utama PT Berkah Beton Sadaya Tbk (BEBS), terhadap perusahaan tersebut.
Direktur Mirae Asset, Arisandhi Indrodwisatio, menjelaskan bahwa keputusan untuk menempuh jalur hukum diambil setelah adanya pelanggaran dan kelalaian (wanprestasi) yang dilakukan oleh nasabah yang tidak memenuhi kewajiban mereka kepada perusahaan.
Ia menegaskan bahwa langkah hukum ini merupakan pilihan terakhir yang ditempuh perusahaan, setelah berupaya menyelesaikan masalah ini secara damai namun menemui jalan buntu, terutama karena ketidakpatuhan nasabah yang berlangsung dalam beberapa tahun terakhir.
“Hal itu setelah sebelumnya perusahaan telah melaksanakan upaya-upaya musyawarah dengan para nasabah, namun tidak ada itikad baik apapun untuk penyelesaian,” ujar Arisandhi dalam keterangan resminya, Jumat (11/10).
Kemudian Arisandhi menyampaikan bahwa Mirae Asset melayangkan gugatan pada awal September terhadap 45 nasabah yang gagal memenuhi kewajiban mereka. Langkah ini dilakukan demi mempertahankan hak hukum Mirae Asset yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut juga memastikan kepatuhan semua pihak yang terlibat dalam transaksi saham terhadap aturan yang telah disepakati. Tak hanya itu, perusahaan juga berencana bekerja sama dengan otoritas terkait untuk menjamin proses hukum tersebut berlangsung secara transparan dan sesuai aturan yang berlaku.
Mirae Asset Digugat Balik Arisandhi menjelaskan bahwa setelah gugatan diajukan, sebanyak 40 dari 45 nasabah yang digugat oleh Mirae Asset mengajukan gugatan balik di akhir bulan yang sama, dengan nilai tuntutan mencapai triliunan rupiah.
Ia menilai bahwa tuntutan dari 40 nasabah tersebut tidak berdasar, terutama karena dalil hukum yang disampaikan dianggap kabur (obscure) dan perhitungan nilai gugatannya tidak memiliki keterkaitan yang jelas. Meski demikian, Arisandhi enggan memberikan komentar lebih lanjut mengenai pemberitaan dan tuntutan dari para nasabah tersebut.
“Dan akan menyerahkan kepada proses hukum sedang berjalan,” ujarnya.
Selain itu, Arisandhi juga mengimbau semua pihak untuk menghindari pengajuan tuntutan hukum yang tidak memiliki itikad baik, yang sengaja dirancang hanya untuk menciptakan gangguan atau vexatious litigation kepada pihak lain.
Ia menekankan bahwa hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 22/2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Mirae Asset menilai peraturan ini mengharuskan nasabah yang merasa dirugikan atau memiliki klaim terhadap Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk mengajukan pengaduan resmi terlebih dahulu, bukan langsung mengajukan gugatan hukum, apalagi gugatan yang tidak memiliki dasar kuat.
Ia juga menegaskan bahwa operasional Mirae Asset tetap berjalan normal tanpa kendala. Seluruh aktivitas transaksi instrumen investasi pasar modal di perusahaan berjalan seperti biasa.
Sehingga investor masih dapat melakukan pembelian, penjualan, dan penyelesaian transaksi sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, Arisandhi memastikan bahwa seluruh aset milik nasabah tetap aman, termasuk dana tunai di dalam Rekening Dana Nasabah (RDN) dan efek surat berharga, yang diadministrasikan oleh Bank Kustodian dan PT Kustodian.
“Semua aset milik nasabah aman, baik dana tunai di dalam Rekening Dana Nasabah (RDN) maupun efek surat berharga, diadministrasikan oleh Bank Kustodian dan PT Kustodian,” pungkasnya.
Sebelumnya, pertikaian tersebut berawal dari gugatan yang diajukan oleh Mirae Asset Sekuritas Indonesia terhadap dua pihak, yaitu Asep Sulaeman Sabanda dan Senandung Seputih SDN BHD. Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Mirae Asset meminta kedua tergugat tersebut untuk membayar total kewajiban sebesar Rp 810,05 miliar.
Gugatan ini didaftarkan pada Rabu, 18 September 2024, dengan nomor perkara 565/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst. Dalam petitum gugatan tersebut, Mirae Asset meminta pengadilan untuk Menerima dan mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya Menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum Menghukum Tergugat I dan II untuk segera melakukan pembayaran atas Total Kewajiban Tergugat I dan Turut Tergugat, yang seluruhnya senilai Rp 810.05 miliar.
Setelah pengajuan gugatan tersebut, Asep Sulaeman Sabanda bersama 39 pihak lainnya mengajukan gugatan balik terhadap Mirae Asset dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 8,17 triliun. Mereka menuduh Mirae Asset melakukan perbuatan melawan hukum.
Gugatan balik ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 30 September 2024, dengan nomor perkara 1015/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL dan diklasifikasikan sebagai perkara perbuatan melawan hukum.