Menakar Prospek Emiten Boy Thohir Alamtri (ADRO) Usai Raup Laba Rp 22,6 Triliun


PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) milik pengusaha Garibaldi Thohir atau Boy Thohir membukukan laba tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk adalah US$ 1,38 miliar atau setara Rp 22,6 triliun pada 2024. Perolehan tersebut turun 1,4% secara year on year (yoy) dari periode tahun 2023 sebesar US$ 578,12 juta atau Rp 9,42 triliun.
Seiring dengan penurunan laba tersebut, laba sebelum pajak atau EBITDA operasional pun terkoreksi 7% menjadi US$ 982 juta dari US$ 1,057 miliar tahun sebelumnya. Namun, margin EBITDA operasional tetap kuat di level 47%.
Dalam laporan keuangan yang dirilis pada 4 Maret 2025, ADRO membukukan pendapatan sebesar US$ 2,079 miliar. Jumlah ini turun 3% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$2,135 miliar.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai kinerja ADRO kurang memuaskan karena dipengaruhi oleh melemahnya permintaan global terhadap batu bara, terutama batu bara metalurgi. Selain itu, perlambatan ekonomi di Tiongkok juga menjadi faktor yang membebani industri energi.
Ia menilai melemahnya ekonomi dan fluktuasi nilai tukar rupiah masih jadi salah satu faktor yang mempengaruhi emiten pertambangan. Menurut Nafan, kondisi ini bisa menguntungkan perusahaan tambang yang berorientasi ekspor karena harga jualnya justru cenderung naik. Dengan begitu, kinerja ADRO berpeluang tetap kuat meskipun pasar dihantam sejumlah tantangan.
“Menurut saya ini benar-benar paling esensial, ya syukur-syukur kalau nanti ini pemerintah bisa mampu meneruskan program hilirisasi,” kata Nafan ketika dihubungi Katadata, seperti dikutip Kamis (6/3).
Berdasarkan laporannya, AlamTri menargetkan volume penjualan pada 2025 sebesar 5,6 hingga 6,1 juta ton dengan nisbah kupas 3,3 kali. Sementara itu, alokasi belanja modal diperkirakan mencapai US$ 475 juta hingga US$ 525 juta.
Selain itu, smelter aluminium di Kawasan Industri Kaltara ditargetkan dapat memproduksi hingga 1,5 juta metrik ton aluminium. Kapasitas produksi juga berpotensi bertambah hingga 500.000 ton per tahun untuk aluminium hijau.
“Kami berencana untuk menggunakan tenaga air untuk fasilitas ini,” demikian tertulis dalam laporan paparan publik ADRO.
Kemudian ADRO juga memiliki PLTA terbesar di Indonesia yang direncanakan memiliki kapasitas terpasang sebesar 1.375 MW, dengan potensi menghasilkan sekitar 9 Terawatt jam (TWh) per tahun. Berlokasi di Kalimantan Utara, pembangkit ini akan menyediakan energi yang terjangkau, andal, dan berkelanjutan untuk mendukung Kawasan Industri di Kaltara, dengan target operasi (COD) pada 2030.
PLTA ini menggunakan teknologi Concrete Faced Rockfill Dam (CFRD), dengan ketinggian puncak bendungan mencapai 235 meter dan panjang puncak 815 meter, hingga menjadi salah satu bendungan tertinggi di dunia.
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer ADRO, Garibaldi Thohir atau biasa dikenal Boy Thohir mengatakan perusahaan terus berfokus untuk mempertahankan keunggulan operasional dan pengendalian biaya di tengah kondisi makro yang dinamis. Hal ini menurut Boy sejalan dengan tradisi kepemimpinan yang suda dibangun di perusahaan.
“Dengan organisasi yang ramping, kami ingin bertumbuh secara berkelanjutan dan menangkap peluang pada ekonomi hijau,” ujar Boy seperti dikutip dalam penjelasan resmi, Rabu (5/3).
Menurut Boy, perusahaan telah menunjukkan kinerja keuangan yang solid sepanjang 2024 meskipun menghadapi tekanan dari penurunan harga batu bara metalurgi. Selain itu pada 2024, AlamTri telah menjual hampir seluruh saham yang dimilikinya atas PT Adaro Andalan Indonesia Tbk kepada pemegang sahamnya melalui mekanisme penawaran umum pemegang saham (PUPS) pada bulan Desember 2024.
"AlamTri saat ini berfokus pada pengembangan bisnis batu bara metalurgi dan pengolahan mineral melalui ADMR, serta bisnis energi terbarukan," ujar Boy.
Kinerja Produksi dan Rencana Investasi
Merujuk laporan terbaru, ADRO telah meningkatkan volume penjualan batu bara metalurgi sebesar 26% sepanjang 2024 menjadi 5,62 juta ton. Namun, harga jual rata-rata (ASP) turun 16%, dipengaruhi oleh melemahnya sektor properti dan infrastruktur di China yang berdampak pada permintaan baja.
Sejalan dengan strategi ekspansi, belanja modal ADRO meningkat 36% menjadi US$514 juta. Belanja ini sebagian besar digunakan untuk investasi alat berat, infrastruktur, serta pembangunan smelter aluminium. Sementara itu, rotal aset ADRO pada akhir 2024 tercatat sebesar US$6,702 miliar, turun 36% dibandingkan tahun sebelumnya.
Liabilitas perusahaan juga mengalami penurunan signifikan sebesar 57% menjadi US$1,331 miliar, seiring dengan pelunasan utang senior notes dan penurunan utang usaha. Adapun ekuitas ADRO tercatat sebesar US$5,371 miliar, turun 28% secara tahunan. Di sisi arus kas, ADRO melaporkan arus kas operasional sebesar US$2,011 miliar, meningkat 75% dari tahun sebelumnya, didorong oleh efisiensi pembayaran pajak dan royalti.
Namun, arus kas bebas merosot 51% menjadi US$366 juta akibat meningkatnya investasi modal. Untuk 2025 ini, ADRO menargetkan volume penjualan batu bara metalurgi antara 5,6 juta hingga 6,1 juta ton dengan nisbah kupas 3,3 kali.
Perusahaan juga mengalokasikan belanja modal sebesar US$475 juta hingga US$525 juta, termasuk investasi di kawasan industri Kalimantan Utara. Dengan strategi ini, ADRO optimistis dapat terus mempertahankan daya saing dan pertumbuhan berkelanjutan di tengah tantangan pasar.