Harga Emas Berpeluang Tembus US$ 5.000, ARCI, PSAB, ANTM Bakal Ketiban Berkah
Harga saham emiten produsen logam mulia kompak ceria usai harga emas dunia di pasar spot menyentuh rekor harga tertinggi atau all time high (ATH) di level US$ 3.713 per ons. Harga emas bahkan diramal melonjak hingga menembus US$ 4.000–US$ 5.000 per ounce tahun depan.
Deretan saham yang tersengat lonjakan harga emas, yakni PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Pada perdagangan hari ini, Senin (22/9) pukul 14.25 WIB, harga saham ARCI naik 6,78% ke Rp 945, HRTA tumbuh 5,36% ke Rp 885, MDKA terangkat 5,04% ke Rp 2.500, PSAB naik 4,76% ke Rp 550, dan ANTM 2,9% ke Rp 3.550. Sebaliknya, saham BRMS terkoreksi 6,92% ke Rp 605 per lembar saham.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta dalam risetnya menyebut, perkiraan Goldman Sachs terkait harga emas yang berpotensi melonjak hingga mendekati US$ 5.000 per troy ons jika ketidakpastian global terus meningkat. Faktor pendorongnya yakni instabilitas politik di Amerika Serikat, intervensi pemerintah terhadap The Fed, ekspektasi pemangkasan suku bunga, tekanan inflasi, melemahnya pasar tenaga kerja AS, serta dinamika geopolitik yang masih tinggi.
“Adapun emiten emas yakni ANTM, ARCI, BRMS, HRTA, MDKA, PSAB, UNTR, serta ditambah lagi EMAS yang akan IPO pada hari esok 23 September 2025,” kata Nafan dalam keterangannya, dikutip Senin (22/9).
Emiten-emiten produsen emas ini diperkirakan akan mendapatkan berkah dari pergerakan harga emas.
Sementara itu, BRI Danareksa Sekuritas mengutip proyeksi Deutsche Bank yang memperkirakan harga emas akan rata-rata di level US$ 4.000 per troy ons pada 2026, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar US$ 3.700. Proyeksi tersebut ditopang oleh rencana pemangkasan suku bunga The Fed sebanyak tiga kali tahun ini dan pembelian emas dalam skala besar oleh bank sentral, terutama Tiongkok yang diperkirakan bisa mencapai 900 ton pada tahun depan.
“Dan model nilai wajar masih menunjukkan ruang kenaikan harga emas karena permintaan bank sentral menciptakan premium di atas valuasi fundamental,” tulis riset BRI Danareksa Sekuritas, dikutip Senin (22/9).
BRI Danareksa Sekuritas melihat, terdapat faktor tambahan bagi pasar emas yang berasal dari faktor politik di Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump disebut kerap melancarkan serangan terhadap The Fed, mulai dari upaya memecat Deputi Gubernur Lisa Cook hingga kritik terhadap Jerome Powell dan pejabat lain yang dinilai lamban memangkas suku bunga. Jika independensi The Fed terganggu akibat tekanan politik tersebut, kondisi ini justru berpotensi semakin bullish bagi pergerakan harga emas.
Mengapa harga emas terus melonjak?
Mengutip Reuters, harga emas di pasar spot naik 0,7% menjadi US$3.709,29 per ons, pada pukul 06.37 GMT atau pukul 13.37 WIB, setelah mencapai rekor tertinggi $3.711,55. Harga emas berjangka AS untuk pengiriman Desember juga naik 1% menjadi US$ 3.743,4.
"Emas kembali menemukan pijakannya hari ini, dengan para investor berfokus pada potensi kenaikan harga antara sekarang dan akhir tahun, didorong oleh proyeksi penurunan suku bunga lebih lanjut dari The Fed," kata Kepala Analis Pasar KCM Trade, Tim Waterer.
Menurut dia, pembelian emas yang terus dilakukan oleh sejumlah bank sentral terus mendukung momentum kenaikan harga emas. Adapun pergerakan emas pada pekan ini, antara lain akan dipengaruhi oleh rilis data inflasi inti harga konsumen AS pada Jumat dan pidato dari Ketua The Fed Jerome Powell pada Selasa yang akan memberikan gambaran terkait prospek kebijakan moneter bank.
"Logam mulia dapat mencapai titik tertinggi baru minggu ini jika data makro AS terus mendukung narasi dovish The Fed," kata Waterer.
The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pekan lalu dan memperingatkan tentang inflasi yang persisten.
Investor secara umum memperkirakan dua penurunan suku bunga lagi tahun ini — masing-masing 25 bps pada Oktober dan Desember — dengan probabilitas masing-masing 93% dan 81% berdasarkan pemantauan CME FedWatch.
Harga emas batangan biasanya berkinerja baik dalam lingkungan suku bunga rendah. Sepanjang tahun ini, harga emas dunia telah naik hampir 42% tahun ini, didorong oleh ketidakpastian geopolitik dan ekonomi yang lebih luas, pembelian bank sentral, dan pelonggaran kebijakan moneter.
Harga perak di pasar spot hari ini juga naik 1,3% menjadi US$43,64 per ons, mendekati level tertinggi dalam 14 tahun. Platinum naik 1,2% menjadi US$1.420,48 dan paladium naik 1,2% menjadi US$1.163,24.
Harga emas dunia saat ini telah melampaui ramalan JP Morgan. Bank investasi asal AS ini sebelumnya meramalkan harga emas akan terus menanjak dan mencapai rata-rata US$ 3.675 per ons pada kuartal terakhir 2025 dan menembus US$ 4.000 pada kuartal kedua tahun depan.
Pada umumya, dolar yang melemah dan suku bunga AS yang lebih rendah meningkatkan daya tarik pada instrumen emas batangan. Ketidakpastian ekonomi dan geopolitik juga cenderung menjadi pendorong positif bagi emas, karena statusnya sebagai safe haven dan kemampuannya untuk tetap menjadi penyimpan nilai yang andal.
Emas memiliki korelasi yang rendah dengan kelas aset lainnya, sehingga dapat bertindak sebagai asuransi selama pasar jatuh dan masa-masa tekanan geopolitik.
“Bagi investor, kami pikir emas tetap menjadi salah satu lindung nilai paling optimal untuk kombinasi unik stagflasi, resesi, penurunan nilai, dan risiko kebijakan AS yang dihadapi pasar pada tahun 2025 dan 2026,” kata Gregory Shearer, kepala Strategi Logam Dasar dan Mulia di J.P. Morgan.
Prakiraan J.P. Morgan Research untuk harga emas yang naik hingga tahun depan didasarkan pada permintaan emas investor dan bank sentral (bank sentral) yang terus kuat. Pembelian emas diproyeksikan rata-rata sekitar 710 ton per kuartal secara neto tahun ini.
Bank sentral diperkirakan akan membeli 900 ton emas pada tahun ini, mengingat kondisi makro saat ini serta ekspansi lebih lanjut dalam kepemilikan investor, terutama dari dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) dan Tiongkok.
Diversifikasi dari kepemilikan cadangan dolar AS (USD), meskipun masih moderat, telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, menurut data komposisi mata uang cadangan devisa resmi (COFER) terbaru dari Yayasan Moneter Internasional (IMF). Meskipun pangsa USD sedikit meningkat pada kuartal keempat tahun 2024, pangsa tersebut masih berada di kisaran 57,8% hingga akhir tahun, menandai penurunan sebesar 0,62 poin persentase.
“Ditambah dengan ketidakpastian ekonomi, perdagangan, dan kebijakan AS serta aliansi geopolitik yang bergeser dan semakin tidak terduga, kami memperkirakan diversifikasi lebih lanjut ke emas akan mencapai sekitar 900 ton pembelian oleh bank sentral pada 2025,” kata Shearer.
Menurut data IMF, kepemilikan emas oleh bank sentral global mencapai hampir 36.200 ton dan mencakup hampir 20% dari cadangan resmi, naik dari sekitar 15% pada akhir tahun 2023.
AS, Jerman, Prancis, dan Italia masih memiliki sekitar 16.400 ton emas secara gabungan. Jumlah ini mewakili hampir setengah dari cadangan emas resmi global yang dilaporkan, sedangkan AS sendiri memegang hampir seperempat dari cadangan emas global yang dilaporkan.
Masing-masing dari keempat negara ini memiliki lebih dari 70% dari total cadangan emasnya. Jika tidak termasuk keempat pemegang saham besar ini, porsi emas dalam cadangan resmi akan turun menjadi hanya sekitar 11%.
