KFC (FAST) Bocorkan Aksi Baru Usai Anak Haji Isam Kuasai 35% Saham Jagonya Ayam
PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) atau dikenal KFC Indonesia membeberkan aksi ke depan usai perusahaan afiliasi Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam lewat PT Shankara Fortuna Nusantara. Haji Isam yang masuk lewat putrinya itu kini menggenggam 35% saham anak usaha FAST yaitu PT Jagonya Ayam Indonesia.
Tak hanya Haji Isam, emiten berkode saham FAST ini juga terafiliasi dengan Grup Salim. FAST sempat mendapatkan suntikan modal dari induk usahanya, PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET).
Perusahaan afiliasi Salim telah menyelesaikan setoran modal kepada FAST sebesar Rp 40 miliar melalui Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement. . PMTHMETD telah dilakukan oleh FAST dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya 533 juta saham baru dengan harga pelaksanaan sebesar Rp 150 per saham yang nilainya secara telah mencapai Rp 80 miliar.
Lewat aksi korporasi ini kepemilikan saham DNET dari sebelumnya 35,84% menjadi 37,51%. Sementara itu Gelael melalui PT Gelael Pratama menggenggam 41,18%. Diikuti BBH Luxembourg 6,97% dan masyarakat dari 16,18% jadi 14,27%.
Usai aksi korporasi tersebut, Direktur Fast Food Indonesia, Wahyudi Martono, menyampaikan bahwa Jagonya Ayam Indonesia ditargetkan dapat beroperasi pada akhir 2026. Adapun anak usaha KFC Indonesia itu tengah membangun integrasi peternakan ayam di Banyuwangi.
Menurut Wahyudi, masuknya anak Haji Isam, LIana Saputri, ke anak usaha FAST ditandai dengan kepemilikan saham lewat PT Shankara Fortuna Nusantara (SFN). SFN merupakan perusahaan milik anak Haji Isam yang bergerak di bidang perdagangan besar daging ayam dan daging ayam olahan, termasuk daging ayam yang diawetkan
“Jadi pembelian saham yang dilakukan oleh PT Sangkara yang di mana beneficiary, ownernya adalah putri dari Bapak Haji Islam,” ujar Wahyudi lagi.
Saat ini Shankara tercatat memiliki 35% saham. Adapun kepemilikan saham Shankara terdiri dari Putra Rizky Bustaman sebanyak 45%, Liana Saputri 45%, dan Bani Adityasuny Ismiarso 10%.
Selain itu Wahyudi menyebut usai lepas saham anak usahanya, KFC tidak memiliki rencana aksi korporasi serupa maupun akuisisi baru. Hal itu juga telah diungkapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar perseroan beberapa waktu lalu.
Wahyudi mengatakan ihwal ekspansi perusahaan ke depannya, perusahaan yang bergerak di dalam bidang quick service restaurant ini kedepannya akan tetap melakukan ekspansi usaha dalam bentuk pembukaan gerai-gerai baru. Selain itu, KFC Indonesia juga akan merelokasi atau menggantikan gerai-gerai yang lama yang sudah tidak beroperasi. Menurutnya hal ini dilakukan untuk mendapatkan sales yang baik.
“Kami tidak berencana melakukan aksi korporasi yang bersifat akuisisi atau penjualan saham FAST atau penjualan saham anak perusahaan,” kata Wahyudi dalam Public Expose secara virtual, Kamis (2/10).
Pendapatan Anjlok Semester I 2025
Di samping itu, apabila menilik kinerja keuangannya, FAST masih mencatatkan rugi bersih pada semester I 2025 Rp 142 miliar meski turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 349 miliar.
Kerugian perusahaan turun meski pendapatan turun tipis dari Rp 2,48 triliun menjadi Rp 2,40 triliun. Pendapatan FAST terutama diperoleh dari sektor makanan dan minuman sebesar Rp 2,39 triliun, komisi atas penjualan konsinyasi sebesar Rp 9,37 miliar dan jasa layanan antar sebesar Rp 855,98 juta.
Dari total tersebut kemudian dikurangi potongan penjualan sebesar Rp 3,06 miliar. Di sisi lain, beban penjualan pokok berhasil ditekan dari Rp 1,06 triliun menjadi 961 miliar. Beban penjualan dan distribusi juga berhasil ditekan dari Rp 1,44 triliun menjadi Rp 1,3 triliun.
Wahyudi menjelaskan anjloknya pendapatan KFC pada paruh pertama 2025 turut dipengaruhi oleh beban pokok penjualan (COGS) yang merosot menjadi Rp 961,44 miliar, dibandingkan Rp 1,05 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Ia menambahkan, melemahnya pendapatan juga dipicu oleh lesunya daya beli masyarakat dalam beberapa periode terakhir. Selain itu, perusahaan juga masih merasakan dampak berkepanjangan dari pandemi Covid-19 dan aksi boikot masyarakat yang terjadi pada 2023–2024 lalu.
“Dan yang terakhir, yang sedang kami hadapi sekarang ini adalah kita merasakan sekali adanya penurunan daya beli dari masyarakat yang menyebabkan transaksi kita juga mengalami penurunan yang cukup besar,” ucapnya.

