Ada Apa di Balik Saham RMK Energy (RMKE) Lompat 914%? Muncul Target Baru Rp7.800
Saham PT RMK Energy Tbk (RMKE) melonjak hingga 914% secara year to date (ytd). Apabila melihat penutupan perdagangan saham sesi pertama siang ini, Senin (29/12) saham RMKE naik 1,20% dan sudah bertengger di Rp 5.050.
Tak hanya itu kapitalisasi pasarnya juga tercatat Rp 22,09 triliun. Dalam sebulan terakhir RMKE tumbuh 49,85% dan melesat 288,46% dalam tiga bulan terakhir. Selain itu dalam enam bulan terakhir pun meroket 900%.
Padahal jika ditarik pada Januari 2025, saham RMKE berada di level Rp 500 dan sempat berada di titik terendahnya yakni di harga Rp 498 per saham. Kemudian pada 17 September saham RMKE menyentuh Rp 1.005 atau naik 101%.
Di tengah kenaikan harga saham itu, Phillip Sekuritas Indonesia merekomendasikan beli dengan target harga Rp 7.800, yang mencerminkan potensi kenaikan 60,2%. Harga itu juga didukung oleh valuasi yang dinilai menarik dengan rasio harga terhadap laba tahun buku 2026 sebesar 44,1 kali.
Selain itu penilaian berbasis discounted cash flow (DCF) dengan weighted average cost of capital (WACC) sebesar 10,3%. Equity Research Analyst Philip Sekuritas, Marvin Lievincent memperkirakan momentum pertumbuhan laba akan menguat seiring peningkatan volume logistik.
Kemudian didukung juga peralihan produsen ke koridor yang terhubung dengan jalur rel, serta implementasi larangan pengangkutan batu bara melalui jalan raya mulai 2026.
“Kontribusi yang lebih besar dari layanan logistik bermargin tinggi diperkirakan akan meningkatkan profitabilitas, menempatkan RMKE sebagai salah satu operator dengan pertumbuhan tercepat di sektor logistik batu bara Indonesia,” tulis Marvin dalam dalam risetnya, dikutip Senin (29/12).
Phillip Sekuritas mengatakan RMKE membukukan pendapatan sebesar Rp 1,1 triliun sepanjang Januari–September 2025. Angka itu anjlok 36,1% secara tahunan seiring melemahnya layanan batu bara dan penurunan harga komoditas. Meski demikian, perseroan berhasil meningkatkan profitabilitas dengan margin laba bruto naik menjadi 21% dari sebelumnya 18%.
Laba operasional tercatat Rp 180 miliar, mendorong margin laba operasional menjadi 16% dari 14%, sementara laba bersih mencapai Rp 138 miliar merosot 22% secara tahunan, dengan margin laba bersih sebesar 12%.
Bagaimana Prospek RMKE?
Di samping itu, Marvin menilai sistem logistik batu bara di Sumatera Selatan tengah mengalami transformasi signifikan seiring kenaikan kapasitas kereta api yang diproyeksikan mencapai 150–165 juta ton pada 2030. Ia menilai kondisi ini akan menguntungkan PT RMK Energy Tbk (RMKE) sebagai operator swasta terintegrasi di wilayah tersebut.
Kemudian penambahan armada KAI berupa 54 lokomotif dan lebih dari 2.000 gerbong, dengan pengiriman awal pada Juli 2025 yang menambah kapasitas sekitar 28 juta ton, ditambah penerapan larangan angkutan batu bara melalui jalan raya mulai Januari 2026, diperkirakan mempercepat peralihan volume ke infrastruktur milik RMKE.
Ia juga mengatakan RMKE memperkuat posisinya melalui pembangunan stasiun muat baru yang melayani 19 tambang dengan kapasitas sekitar 3,6 juta ton pada 2026. Selain itu pengoperasian jalan angkut khusus sepanjang 78 kilometer yang mengalihkan lebih dari 6 juta ton ke Gunung Megang, ekspansi kapasitas coal yard dari 5 juta ton menjadi 10 juta ton, serta peningkatan kapasitas pelabuhan dari 20 juta ton menjadi 28 juta ton dengan kemampuan bongkar muat hingga delapan tongkang per hari.
Seiring target KAI meningkatkan kapasitas terminal menjadi 165 juta ton pada 2029, potensi muat Gunung Megang diperkirakan meningkat hingga 15 juta ton pada 2030. Hal ini memperkuat prospek pertumbuhan RMKE, dengan throughput terintegrasi yang diproyeksikan melonjak dari 11,6 juta ton pada 2026 menjadi 36,7 juta ton pada 2030, atau mencatatkan pertumbuhan rata-rata tahunan 35,6%.
Katalis Batu Bara
Didukung cadangan batu bara Sumatera Selatan sekitar 8,9 miliar ton, ekspansi kapasitas PT Bukit Asam Tbk (PTBA) hingga 100 juta ton pada 2030, serta kuatnya permintaan domestik, RMKE dinilai sebagai salah satu penerima manfaat utama di kawasan tersebut. Apalagi dengan penjualan batu bara diperkirakan meningkat dari 1,74 juta ton pada 2025 menjadi 21 juta ton pada 2032.
Marvin menilai sektor batu bara Indonesia secara fundamental tetap kuat. Hal itu ditopang oleh meningkatnya permintaan domestik hingga mendekati 232 juta ton per tahun serta visibilitas cadangan jangka panjang, dengan Sumatera Selatan menyumbang sekitar 9 miliar ton atau 28% dari total cadangan nasional.
Dari sisi struktural, peningkatan kapasitas logistik menjadi katalis utama, seiring kapasitas kereta api di Sumatera Selatan yang diproyeksikan naik dari 60 juta ton per tahun menjadi 85 juta ton pada 2026–2027 dan ditargetkan mencapai 165 juta ton pada 2029, didukung ekspansi kapasitas pelabuhan Kramasan dan Kertapati.
Selain itu Marvin mengatakan larangan pengangkutan batu bara melalui jalan raya mulai Januari 2026 diperkirakan akan mengalihkan volume ke jalur kereta api. Hal itu membuka peluang pertumbuhan jangka panjang bagi operator batu bara terintegrasi dengan konektivitas tambang ke pelabuhan.
“Segmen layanan batu bara menonjol sebagai penerima manfaat struktural dari realignment logistik Indonesia yang sedang berlangsung,” ucap Marvin.
RMKE Jalin Kerja Sama Kelola Lahan Medco Energi (MEDC)
Sebelumnya, PT RMK Energy Tbk (RMKE) melalui entitas anaknya PT Royaltama Mulia Kencana (RMUK) menandatangani nota kesepahaman pemanfaatan lahan di area kontraktor kerja sama PT Medco E&P Lematang. Kerja sama ini bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan lahan seluas 500 meter persegi di Desa Bangun Sari, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Lahan tersebut akan digunakan untuk pembangunan fasilitas hauling road yang terintegrasi dengan stasiun muat Gunung Megang milik RMKE, sebagai bagian dari finalisasi akses jalan menuju tambang-tambang potensial di wilayah Muara Enim dan Tanjung Enim.
Direktur Utama RMK Energy, Vincent Saputra, mengatakan sinergi ini memungkinkan perseroan segera menyelesaikan akses dari tambang potensial menuju stasiun muat perusahaan.
“Fasilitas ini akan mempercepat pencapaian target jangka panjang kami, yaitu mengangkut 20 juta ton batu bara dengan konektivitas yang seamless ke tambang-tambang yang belum berproduksi, karena saat ini menghadapi hambatan logistik di Sumatera Selatan,” ucapnya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (29/12).
