Bos Grup Lippo Imbau Pemerintah Buka Investasi Asing 67% di Rumahsakit
Bos Grup Lippo yang merupakan Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) John Riady mengimbau pemerintah segera mengimplementasikan relaksasi regulasi yang mengizinkan investasi asing di industri rumah sakit hingga 67%.
Menurut dia, hal itu merupakan solusi jangka pendek untuk meningkatkan industri kesehatan di Indonesia. "Setidaknya sebagai jumpstart (peningkatan) saja dan melakukan transfer pengetahuan," ujar John dalam keterangan tertulis yang diperoleh Katadata.co.id, Kamis (23/9).
Menurut dia, industri kesehatan Indonesia masih lemah dibanding negara tetangga. John mencatat, dengan populasi mencapai 270 juta orang, belanja sektor kesehatan hanya sekitar 3,1% dari produk domestik bruto (PDB).
"Ini rendah sekali dari negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Tentunya, dengan negara lebih maju, ya kita jauh di belakang," kata John dikutip dari siaran pers, Kamis (23/9).
Menurutnya, sektor kesehatan merupakan salah satu tulang punggung kemajuan bangsa. Terlebih lagi, terdapat kebutuhan yang meningkat seiring antisipasi terhadap wabah di masa depan maupun pertumbuhan pendapatan masyarakat. Ia yakin kebutuhan tersebut naik di masa depan.
Lemahnya industri kesehatan di Indonesia menguntungkan negara tetangga seperti, Malaysia, Singapura, dan Australia. Data yang dirilis Indonesia Services Dialog (ISD) menunjukkan, setiap tahun setidaknya orang Indonesia mengeluarkan uang Rp 100 triliun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di luar negeri.
Masih dari survei yang sama, jumlah orang Indonesia yang berobat ke luar negeri mengalami peningkatan hampir 100% selama 10 tahun terakhir. Salah satu alasan pasien berobat ke luar negeri adalah layanan kesehatan belum berkualitas.
Selain persoalan rumah sakit dengan layanan berkualitas, John melihat Indonesia masih menghadapi problem minimnya jumlah dokter. Saat ini, jumlah dokter hanya sekitar 81.011 orang, dengan persebaran terbanyak di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek dengan rasio mencapai 0,3 per 1.000 orang.
Meski demikian, menurut John keterbatasan tersebut rupanya tidak berkorelasi pada kualitas dokter-dokter di Indonesia yang kemampuannya melampaui kolega dokter di luar negeri. Hal itu bisa terjadi karena terbiasa menghadapi persoalan kesehatan lebih kompleks dan berat.
"Selain itu, perlu implementasi pasal dalam omnibus law terkait praktik dokter asing," katanya.
Selain jangka pendek, menurut dia, persoalan di industri kesehatan harus ditempuh dengan solusi jangka panjang. Secara jangka panjang, masalah industri kesehatan akan diselesaikan dengan menggenjot perguruan tinggi untuk menghasilkan dokter berkualitas tinggi. Selain itu, bisa diambil kebijakan untuk menarik pulang para pelajar kedokteran di luar negeri untuk melakukan praktik di Tanah Air.
John menilai pandemi Covid-19 dapat menjadi momentum untuk melakukan pemetaan dan penguatan di industri kesehatan nasional untuk mengantisipasi laju kebutuhan masyarakat di masa depan, terutama penambahan jumlah rumah sakit, dokter dan tenaga kesehatan.
Ia mengungkapkan industri kesehatan merupakan salah satu sektor vital yang harus terus dikembangkan di Tanah Air. Momen pandemi kali ini selayaknya jadi bahan evaluasi ataupun pemetaan persoalan di industri kesehatan dan menguatkan ekosistemnya.