Pendapatan Naik, Laba HERO Malah Anjlok 61,7% per Kuartal III-2025
Laba PT DFI Nusantara Tbk (HERO) merosot tajam sebesar 61,7% menjadi Rp 70,34 miliar. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, laba perusahaan mencapai Rp 183,64 miliar.
Penurunan ini terjadi karena pada 2024 HERO masih mengakui pendapatan dari penjualan aset bekas gerai Giant. Tahun lalu, perusahaan baru menjual dua aset senilai sekitar Rp 120 miliar, yang membuat HERO membukukan perubahan nilai wajar properti investasi senilai Rp 75,51 miliar.
Direktur HERO, Paulus Raharja, menyebut kinerja laba yang turun tidak mencerminkan performa bisnis inti perusahaan. “Kalau mengacu bisnis inti, kinerja HERO sebenarnya tumbuh 46% secara tahunan,” ujarnya saat konferensi pers di Tangerang Selatan, Banten, Selasa (9/12).
Paulus menilai perbaikan usaha inti HERO didorong oleh kinerja penjualan dengan merek Guardian. Menurutnya, penjualan Guardian di toko yang sama naik 9% secara tahunan.
Pada periode yang sama, Paulus mencatat kerugian merek dagang IKEA telah susut lebih dari 50% secara tahunan. Hal ini didorong oleh penurunan harga jual beberapa produk dan pemanfaatan sejumlah lokapasar seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop.
"Pendapatan penjualan di Guardian naik hampir 9% secara tahunan, tapi pendapatan penjualan DFI secara total tumbuh 4% secara tahunan untuk sembilan bulan pertama. Kami harap pendapatan penjualan sepanjang 2025 lebih baik dari 4%," kata Paulus.
Dia menargetkan pertumbuhan pendapatan bersih yang lebih tinggi dari capaian Januari–September 2025 yang tumbuh 4%. Dengan kata lain, emiten ritel tersebut memasang target pendapatan minimal Rp 4,72 triliun hingga akhir tahun.
Laporan keuangan HERO menunjukkan pendapatan bersih naik dari Rp 3,38 triliun pada Januari–September 2024 menjadi Rp 3,51 triliun pada periode yang sama 2025, atau tumbuh 3,87%. Kenaikan ini ditopang pertumbuhan pendapatan eceran yang melesat 7,06% menjadi Rp 3,95 triliun.
“Menjelang akhir tahun ada momentum Natal dan Tahun Baru, ditambah agenda belanja tanggal kembar seperti 12/12. Ini biasanya mendorong penjualan cukup signifikan. Karena itu kami optimistis pertumbuhan bisa lebih baik dari 4%,” ujarnya.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memproyeksikan pertumbuhan industri ritel pada 2025 akan tertahan di kisaran 6%, terdampak oleh tekanan di sektor garmen dan melemahnya daya beli pada pertengahan tahun.
Ketua Aprindo, Solihin, memperkirakan semua sektor ritel akan tumbuh antara 6%–9% secara tahunan sepanjang 2025, kecuali ritel garmen. Menurutnya, pengetatan impor garmen akan membantu performa industri ritel nasional.
"Pertumbuhan di ritel garmen tahun ini berat, walaupun sudah ada pergeseran akibat pengetatan impor garmen. Selama arus impor garmen deras, peritel garmen nangis bombay," ujar Solihin kepada Katadata.co.id, Jumat (14/11).
Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.
