Rupiah Rentan karena Utang Luar Negeri Tinggi
KATADATA ? Rupiah dinilai menjadi mata uang yang paling rentan di Asia. Kerentanan tersebut didorong oleh tingginya utang luar negeri, baik pemerintah maupun swasta.
Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi mengatakan, saat ini cadangan devisa hanya mampu membayar sepertiga utang luar negeri Indonesia. ?Jadi biasanya kalau ada guncangan di pasar finansial global, rupiah menjadi lebih reaktif,? kata dia saat dihubungi Katadata, Rabu (4/3).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), utang luar negeri Indonesia per Desember 2014 mencapai US$ 292,6 miliar. Dari jumlah itu, 55,7 persen merupakan utang swasta yang mencapai US$ 162,8 miliar. Sementara utang luar negeri pemerintah dan BI mencapai US$ 129,7 miliar atau 44,3 persen dari total utang.
Adapun cadangan devisa Indonesia per Januari 2015 tercatat sebesar US$ 114,2 miliar. Angka ini setara dengan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Ini pun sudah berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Gundy menyebutkan, situasi ini membuat investor khawatir. Terutama ketika bank sentral AS, the Fed, menaikkan suku bunga yang bisa mendorong terjadinya aliran dana keluar.
Siang ini, Kamis (5/3), rupiah tercatat turun 0,2 persen ke posisi Rp 13.026 per dolar Amerika Serikat (AS), atau yang terendah sejak krisis 1998.
Pelemahan rupiah tersebut, kata Gundy semestinya bisa mendorong kinerja ekspor Indonesia. Namun persoalannya, ekspor Indonesia selama ini mengandalkan produk komoditas yang harganya justru tengah melemah di pasar global.
?Makanya pelemahan nilai tukar ini belum bisa memberikan keuntungan bagi Indonesia,? kata dia. ?Kami menilai pelemahan rupiah yang terlalu excessive (berlebihan) justru bisa memengaruhi pemulihan investasi domestik pada tahun ini