Alasan BI Terbitkan Uang Baru, Bedakan Pecahan Rp 20.000 dan Rp 2.000
Bank Indonesia resmi meluncurkan tujuh pecahan uang rupiah kertas edisi 2022 dengan desain baru. Peluncuran uang kertas tampilan terbaru itu dengan berbagai alasan seperti kebutuhan untuk lebih mudah dikenali, tujuan keamanan serta bahan yang lebih kuat.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim menyebut BI secara periodik mengevaluasi uang beredar yang terakhir kali diubah pada 2016. Sejak diterbitkan hingga 2020, BI telah melakukan evaluasi terhadap edisi tersebut.
"Evaluasi ini berdasarkan masukan dari masyarakat, sejarawan, budayawan, tokoh agama, badan ideologi pancasila, memantau tingkat pemalsuan serta unsur masyarakat dan tuna netra," ujarnya dalam diskusi dengan wartawan, Kamis (18/8).
Penerbitan uang edisi baru tersebut juga paralel dengan perkembangan uang yang beredar sekarang yang dikeluarkan bank sentral negara lainnya. Aspek perkembangan teknologi juga jadi pertimbangan BI sebelum meluncurkan edisi baru tersebut.
Alasan penerbitan uang edisi baru ini didasarkan pada tiga aspek tujuan penguatan. Pertama, perubahan desain agar makin mudah dikenali. Ia menyebut masih banyak yang mengeluhkan sulitnya membedakan uang pecahan Rp 20.000 dengan Rp 2.000 pada edisi 2016, terutama saat berada di pencahayaan yang minim.
Karena itu, salah satu perubahan yang dilakukan pada edisi baru ini yaitu pada warna yang lebih cerah dari sebelumnya berkonsep monokrom. Meski demikian, warna dasar masing-masing pecahan tidak diubah, seperti Rp 100.000 yang masih tetap berwarna merah, Rp 50.000 berwarna biru hingga Rp 2.000 yang berwarna abu-abu.
Dengan warna yang dibuat lebih kontras tersebut, gambar pahlawan pada edisi terbaru ini juga jadi lebih jelas. "Pada edisi yang lama itu paling sering ditanya adalah gambar Tjut Meutia, karena ada gambar bayangan sehingga seolah-olah pakai sanggul, ini yang juga disempurnakan," kata Marlison.
Perubahan juga dilakukan pada gambar watermark atau tanda air yang dibuat sama anatar gambar utama dengan gamabr watermark. Pada edisi lama, watermark dengan gambar utama berbeda.
Tujuannya juga untuk memudahkan bagi tunanetra mengenali setiap pecahan. Dalam diskusi dengan Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), mereka menyebut blind code pada uang kertas saja tidak cukup. Karena itu, perlu ditambah pemda salah satunya dari ukuran kertas. Selisih ukuran antara pecahan sebesar 5 mm, lebih besar dibandingkan edisi lama 2 mm.
Kedua, perlunya untuk meningkatkan keamanan. Aspek ini dilakukan melalui perubahan pada benang pengaman khususnya untuk pecahan besar Rp 50.000 dan Rp 100.000. Hal ini karena pecahan besar disebut paling rawan pemalsuan. "Benang pengaman yang kita pakai saat ini yang tertinggi dan terbaik," kata Marlison.
Peningkatan keamanan ini juga dilakukan melalui penambahan area pada kertas yang bisa disinari ultraviolet. Desain dan perubahan warna color shifting juga disempurnakan. Color shifting ink menggunakan teknologi optically variable magnetic ink (OVMI) yang lebih tajam.
Ketiga, perlunya untuk memperkuat bahan. Spesifikasi kertas yang digunakan untuk edisi terbaru yakni standar paper dengan berat 90 gsm. Teknik cetak yang dipakai yakni coating atau varnish, dari edisi sebelumnya tanpa cetak coating atau varnish.