Standard Chartered Ajak Nasabah Lebih Peka pada Isu Berkerlanjutan
Konsep keberlanjutan, green economy, dan blue economy kerap menjadi isu yang marak diusung dalam operasional bisnis pada berbagai sektor. Keberlanjutan sangat penting disadari oleh pelaku bisnis, agar dunia usaha tidak memberi dampak buruk terhadap lingkungan dan makhluk hidup.
Untuk mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi, Indonesia perlu mendorong potensi pertumbuhan ekonomi baru. Sebagai negara kepulauan dengan area hutan dan lautan yang sangat luas, Indonesia memiliki potensi untuk menjaga dunia dari dampak perubahan iklim global.
Agar dapat berkontribusi menangani perubahan iklim, Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp4.002,44 triliun dalam waktu 10 tahun. Indonesia juga harus mampu memenuhi target nationally determined contribution (NDC) untuk pengurangan emisi sebesar 29 persen.
“Ini harus ditanggung bersama. Kontribusi dari seluruh pihak baik pemerintah, swasta, masyarakat dan dari keseluruhan perekonomian,” ujar Wakil Menteri Keuangan Suasahasil Nazara dalam seminar World of Wealth ke-19 bertema Accelerating to Blue and Green, sebagaimana dikutip dari siaran pers pada Rabu (8/3).
Dalam acara yang digelar Standard Chartered itu, Suahasil mengungkapkan tahun ini akan menjadi momentum tumbuhnya perekonomian. Inflasi diyakininya bakal melandai. “Terkait dengan inflasi, meskipun sekarang 5,5 persen, tetapi pada saatnya akan menurun 3,6 persen. Ini menjadi suatu kombinasi perekonomian yang akan memperkuat daya tahan Indonesia di tengah kondisi global yang masih akan tetap challenging,” imbuhnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan kolaborasi semua pihak sangat penting dalam menghadapi berbagai risiko demi mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen tahun ini.
“Terutama karena kami melihat masih ada ruang untuk mendorong konsumsi dan investasi yang bersumber dari tabungan rumah tangga (menengah atas) dan korporasi, yang meningkat di signifikan di masa pandemi. Tetapi, belum dioptimalkan kembali untuk ekspansi dan belanja pasca penghentian PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) saat ini,” katanya.
Airlangga menjelaskan, target penanaman modal tahun ini adalah Rp1.400 triliun, sementara pada 2024 Rp1.650 triliun. Dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah akan terus mendorong kebijakan ekonomi transformatif. Kebijakan tersebut di antaranya hilirisasi sumber daya alam, transisi energi, pengembangan sumber daya manusia, dan pembangunan infrastruktur yang mencakup Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Strategi Investasi
Merujuk Wealth Expectancy Report 2022, tercatat 65 persen investor global lebih aktif mengelola kekayaan dan mengubah strategi investasi mereka, tersebab tantangan ekonomi saat ini. Laporan itu menyurvei lebih dari 14.000 responden di Asia, Afrika, dan Timur Tengah.
Sebanyak 93 persen responden di Indonesia mengaku telah menetapkan tujuan investasi baru selama 18 bulan terakhir. Hanya 7 persen yang mengaku belum melakukan hal tersebut.
Wealth Expectancy Report 2022 menitikberatkan pada pentingnya investasi dengan konsep berkelanjutan (sustainable investment).
Setengah dari investor yang disurvei telah memegang beberapa bentuk investasi yang peka terhadap aspek environmental, social, and governance (ESG). Sementara, 52 persen di antaranya berharap dapat meningkatkan investasi berkelanjutan mereka tahun ini, karena ingin memberi dampak pada isu keberlanjutan.
Di Indonesia, angka itu bahkan lebih tinggi. Sebanyak 61 persen responden berharap bisa berinvestasi lebih banyak lagi dalam aspek ESG pada tahun 2023.
Dengan pertumbuhan perekonomian global yang diperkirakan akan melambat, Standard Chartered merekomendasikan agar para investor membangun fondasi yang aman atau SAFE, yaitu:
▪ Secure your yield (amankan imbal hasil Anda)
Peluang tingkat imbal hasil tahun ini cukup besar. Dibanding ekuitas atau pun uang tunai, fokus harus ditujukan pada obligasi overweight, seperti obligasi pemerintah maupun obligasi korporasi yang berkualitas.
▪ Allocate to long-term value (alokasikan investasi pada nilai jangka panjang)
Fokus pada tingkat imbal hasil harus diimbangi dengan eksposur ke nilai jangka panjang, yang terlihat di pasar ekuitas dan obligasi Asia (di luar Jepang). Di kawasan tersebut, investasi bisa ditujukan pada ekuitas Cina yang overweight. Sebab, valuasinya murah serta didukung katalis positif. Kelas aset menarik lainnya adalah obligasi Asia USD.
▪ Fortify against further surprises (antisipasi kejutan lebih lanjut)
Terkait adanya kemungkinan resesi di Amerika Serikat, maka investor harus siap menghadapi kejutan.
Head of Wealth Management Standard Chartered Indonesia, Meru Arumdalu, menjelaskan pihaknya konsisten menawarkan lini produk keuangan holistik yang berorientasi gaya hidup, dan berpusat pada nasabah. Sejalan dengan aspirasi keberlanjutannya di tingkat global, Standard Chartered juga menawarkan rangkaian produk berprinsip keberlanjutan dalam portofolionya.
“Seluruh produk dan layanan Standard Chartered dapat diakses oleh para klien kami melalui kantor cabang kami di enam kota besar di Indonesia, yang didukung oleh para relationship manager kami yang berpengalaman dan bersertifikasi,” paparnya.
Selain itu, nasabah juga dapat menikmati kemudahan transaksi investasi lewat layanan Online Mutual Funds serta Retail Bonds Online lewat aplikasi SCmobile. “Kami berharap untuk menyampaikan infomasi seputar tren pasar dan bisnis terkini yang akan membantu para klien kami melewati masa-masa yang tidak pasti,” ungkap Head of Consumer Private and Business Banking Standard Chartered Indonesia, Jeffrey Tan.