Kronologi dan Penyebab Silicon Valley Bank Bangkrut
Bank asal Amerika Serikat, Silicon Valley Bank bangkrut dan diambil alih oleh regulator pada Jumat (11/3). Ini adalah kegagalan bank terbesar di AS sejak krisis keuangan 2008.
SVB didirikan pada 1983 dengan spesialisasi pembiayaan bagi perusahaan rintisan teknologi. Mereka menyediakan pembiayaan untuk hampir setengah dari perusahaan teknologi.
Meskipun relatif tidak dikenal di luar Lembah Silikon, SVB termasuk di antara 20 bank komersial Amerika teratas. Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan AS, total asetnya pada akhir tahun lalu mencapai $209 miliar atau setara Rp 3.258 triliun mengacu kurs JISDOR periode yang sama.
Mengapa SVB menjadi bank gagal?
Mengutip CNN, kegagalan SVB seperti masalah klasik bank yakni rush money atau penarikan uang tunai di bank yang dilakukan serentak atau bersamaan oleh masyarakat dan dalam jumlah besar.
Namun, penyebab gagalnya Silicon Valley Bank memiliki versi yang lebih panjang dan rumit. Kejatuhan SVB berawal dari kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve yang mulai menaikkan suku bunga sejak tahun lalu untuk menekan lonjakan inflasi. The Fed secara agresif menaikkan suku bunga yang menyebabkan biaya pinjaman menjulang, melemahkan momentum kenaikan saham teknologi yang selama ingin menguntungkan SVB.
Suku bunga yang lebih tinggi juga mengikis nilai obligasi jangka panjang yang digenggam oleh SVB dan bank lain selama era suku bunga yang sangat rendah dan mendekati nol. Portofolio obligasi SVB senilai US$21 miliar menghasilkan rata-rata 1,79% — imbal hasil Treasury 10 tahun saat ini adalah sekitar 3,9%.
Pada saat yang sama, modal ventura mulai mengering, memaksa para pemula untuk menarik dana yang dipegang oleh SVB. Bank pun terpaksa menjual banyak surat berharga miliknya dengan kerugian di saat laju penarikan dana oleh nasabah meningkat. kepanikan pun mulai berakar dan semakin menjalar.
Pada Rabu (8/3), SVB mengumumkan telah menjual banyak surat berharganya secara rugi dan akan menjual US$2,25 miliar saham baru untuk menopang neracanya. Hal ini memicu kepanikan di antara perusahaan modal ventura utama, yang dilaporkan menyarankan perusahaan untuk menarik uang mereka dari bank.
Saham bank mulai anjlok pada Kamis pagi (9/3) dan pada sore hari menyeret saham bank lain turun bersamanya karena investor mulai takut akan terulangnya krisis keuangan 2007-2008.
Perdagangan saham SVB dihentikan pada Jumat (10/30). Regulator California turun tangan, menutup bank dan menempatkannya dalam kurator di bawah Federal Deposit Insurance Corporation.
Terlepas dari kepanikan awal di Wall Street, analis mengatakan keruntuhan SVB tidak mungkin memicu efek domino yang mencengkeram industri perbankan selama krisis keuangan.
"Sistem ini dikapitalisasi dengan baik dan likuid seperti sebelumnya," kata kepala ekonom Moody's Mark Zandi.
Menurut Zandi, bank yang bermasalah ini terlalu kecil untuk menjadi ancaman yang berarti bagi sistem yang lebih luas. Deposan bank juga akan kembali memiliki akses penuh kepada simpanannya.
Apa yang Selanjutnya akan Terjadi?
Penularan yang lebih luas kemungkinan tidak terjadi, tetapi bank-bank kecil yang secara tidak proporsional terikat dengan industri yang kekurangan uang, seperti teknologi dan kripto mungkin akan mengalami kesulitan. “Semua orang di Wall Street tahu bahwa kenaikan suku bunga Fed pada akhirnya akan merusak sesuatu, dan saat ini hal itu menjatuhkan bank-bank kecil,” kata Moya.
Adapun FDIC biasanya menjual aset bank gagal ke bank lain, menggunakan hasilnya untuk membayar deposan yang dananya tidak diasuransikan