Pemerintah Waspadai Dampak Kondisi Ekonomi Cina yang Makin Lesu
Pemerintah mewaspadai perlambatan ekonomi yang tengah terjadi di Cina dapat mempengaruhi Indonesia. Dampak perlambatan terutama akan terasa pada saluran perdagangan karena Cina merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.
“Salah satu negara yang juga punya hubungan kuat dengan Indonesia di mitra dagang adalah Cina. Mereka diperkirakan akan mengalami perlambatan. Ini perlu kita waspadai karena 20% ekspor kita ke Cina,” ujar Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Abdurohman dalam Indonesia Economic Outlook Seminar 2024 x Permata Bank, Selasa (21/11).
Abdurohman menjelaskan, perlambatan ekonomi Cina terutama disebabkan oleh sektor properti dan investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) Cina yang melemah. Cina selama ini mengandalkan sektor properti untuk penerimaan daerah. Ini menyebabkan Cina mengalami kesulitan dan tekanan utang yang meningkat saat penerimaan di sektor properti menurun tajam,
“Jadi kalau di AS dan Indonesia lebih banyak didorong konsumsi, ekonomi Cina lebih banyak didorong oleh investasi. Ini jadi akar persoalan di Cina karena banyak investasi lari ke sektor properti yang banyak alami krisis,” ujar Abdurohman.
Ekonomi Cina tidak mampu melaju setelah pandemi Covid-19 berlalu. Indeks harga konsumen menurun, krisis di sektor real estat semakin dalam, dan kinerja ekspor merosot. Angka pengangguran di kalangan penduduk usia muda sangat tinggi sehingga pemerintah negara Tembok Besar itu berhenti mempublikasikan data pengangguran.
Kondisi ini diperburuk dengan sejumlah perusahaan real estat dan perusahaan investasi yang tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada investor dalam beberapa pekan terakhir. Faktor-faktor ini menimbulkan kekhawatiran bahwa penurunan di pasar perumahan akan mengarah pada menambah tekanan terhadap stabilitas sektor keuangan.
Beberapa lembaga internasional telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Cina tahun ini menjadi di bawah 5%. Morgan Stanley, misalnya, memprediksi Produk Domestik Bruto (PDB) Cina pada 2023 akan tumbuh sebesar 4,7%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 5%. Tim ekonom Morgan Stanley yang dipimpin oleh Robin Xing menyebut penurunan proyeksi disebabkan oleh pelambatan belanja modal yang lebih dalam di tengah deleveraging sektor properti, serta penurunan ekspor.
Lembaga pemeringkat Moody's juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Cina pada 2024 menjadi 4% dari sebelumnya sebesar 4,5%. Namun, Moody's masih mempertahankan prediksinya terhadap pertumbuhan ekonomi negeri Xi Jinping itu pada 2023 di angka 5%.
Bank Dunia juga mempertahankan prediksi pertumbuhan ekonomi Cina di angka 5,1% pada 2023. Meski begitu, ekonomi Cina diperkirakan melambat menjadi 4,4% pada 2024.
Indonesia adalah mitra dagang utama Cina, teratas baik dalam ekspor maupun impor Indonesia. 25% dari total ekspor Indonesia berasal dari Cina selama Januari – Agustus 2023. Sementara, 32,7% impor Indonesia berasal dari Cina dalam periode yang sama.