Lawrence Wong: Pelambatan Populasi Pengaruhi Arah Ekonomi Singapura
Wakil Perdana Menteri (PM) sekaligus Wakil Menteri Keuangan Singapura, Lawrence Wong, mengatakan tren pertumbuhan ekonomi Singapura akan menemui sejumlah tantangan ke depan. Salah satu faktor penyebabnya adalah pertumbuhan populasi yang melambat dan penuaan penduduk.
Lawrence Wong, yang pada 15 Mei akan menduduki jabatan PM Singapura menggantikan Lee Hsien Loong itu menambahkan, kondisi tersebut berimbas pada potensi menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya. Selain itu juga terjadi peningkatan biaya tenaga kerja dan kekurangan tenaga kerja terampil.
Mengutip worldometers, jumlah penduduk Singapura per 10 Mei 2024 sejumlah 6,04 juta jiwa, dengan usia rata-rata 42,8 tahun. Adapun pertumbuhan penduduk Singapura cenderung menurun dari tahun ke tahun. Penambahan populasi Singapura berada di kisaran 0,65% pada 2023.
Angka ini lebih rendah dari capaian 1 dekade sebelumya di level 1,8%. Adapun pertumbuhan penduduk Singupara tertinggi terjadi pada 2007 dengan 3,94%.
Selain itu, ketergantungan terhadap sumber daya manusia (SDM) asing yang cenderung mentuntut upah tinggi untuk industri-industri tertentu juga bisa berdampak pada keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Singapura. Kewajiban upah tinggi membuat sejumlah pelaku industri tidak leluasa dalam menekan biaya operasional maupun produksi.
"Maksud saya, Anda tidak dapat mengharapkan upah tinggi dan biaya rendah. Kami memiliki pendapatan tinggi, biaya hidup tinggi. Kami harus terus berinovasi dan melakukan restrukturisasi," kata Lawrence Wong dalam siniar Money Talks The Economist seperti dikutip Sabtu (11/5).
Lawrence Wong menambahkan, konsentrasi kegiatan ekonomi Singapura ke depan secara bertahap akan mengambil langkah berbeda dari kebijakan ekonomi dalam 20 tahun terakhir. Kebijakan ekonomi akan menitikberatkan pada sektor investasi asing dan layanan keuangan.
Dia menyebut Singapura akan lebih mendorong produktivitas dan inovasi dalam negeri. Lawrence Wong menambahkan bahwa Pemerintah Singapura saat ini juga telah melaksanakan terobosan awal dengan mendorong pekerja untuk mengikuti pelatihan ulang, dan meningkatkan keterampilan. Terutama meningkatkan tenaga kerja domestik untuk sektor perawatan kesehatan.
Di sisi lain, Singapura kini mengetatkan kontrol terhadap tenaga kerja asing sehingga tidak menggerus proporsi penduduk lokal terhadap populasi nasional. Lawrence Wong membandingkan kebijakan imigrasi negaranya dengan Uni Emirat Arab (UEA).
UEA memperoleh pendapatan besar dari industri minyak dan gas (migas) sebagai modal pembangunan berbagai layanan dan infrastruktur bagi warganya. Namun, sebagai konsekuensi dari kebijakan ini, UEA memperbolehkan orang asing datang dengan bebas untuk bekerja dan tinggal di negara tersebut.
Di sisi lain, Singapura yang tidak memiliki sumber daya alam yang sebanding dengan UEA, mengandalkan industri dan perdagangan untuk pertumbuhan ekonomi. Mereka juga menerapkan kebijakan imigrasi yang lebih selektif untuk mengatur jumlah penduduk asing yang datang.
"Kami tidak bisa seperti UEA, di mana penduduk lokal hanya kurang dari 10% dari populasi " ujar Lawrence.
Wakil Menteri Keuangan itu mengatakan UEA memiliki kesepakatan yang berbeda karena mereka menggunakan pendapatan minyak dan gas untuk menyediakan segalanya bagi warga negaranya. Sebagai imbalannya, mereka membiarkan orang asing datang dengan bebas.
"Itu tidak mungkin di Singapura," ujar Lawrence Wong.