LPEM UI Usul Pemerintah Naikkan Dana Transfer ke Daerah untuk Setop Keresahan

Rahayu Subekti
3 September 2025, 18:08
Massa dari Aliansi Balikpapan Bergerak melakukan unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (1/9/2025).
ANTARA FOTO/Aditya Nugroho/nz
Massa dari Aliansi Balikpapan Bergerak melakukan unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (1/9/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI menyarankan pemerintah mencabut kebijakan pemangkasan dana transfer ke daerah atau TKD.  Keputusan pemerintah pusat yang memangkas TKD sebagai salah satu penyebab menurunnya kepercayaan masyarakat yang memicu demonstrasi di banyak daerah.

“Dalam jangka pendek, pertama yang harus dilakukan adalah peningkatan transfer ke daerah,” kata Peneliti Senior LPEM FEB UI Teguh Dartanto dalam Podcast LPEM FEB UI di YouTube, Selasa (2/9).

Kenaikan TKD dinilai bisa membatalkan kenaikan pungutan seperti pajak bumi dan bangunan (PBB) di daerah. Sehingga bisa meredakan keresahan masyarakat yang belakangan terjadi dan pemda tidak terlalu pusing dalam mengelola administrasinya.

“Karena pajak daerah ini sebenarnya salah satu pencetus utama yang menjadi bergulir seperti bola salju protes-protes masyarakat belakangan ini,” ujar Teguh.

Ia mengungkapkan pemerintah juga memiliki alternatif lain jika sulit membatalkan pemangkasan dana TKD. Salah satunya dengan mengkaji kembali fokus pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG) yang membutuhkan banyak anggaran.

“Sebenarnya kita fokus aja misalnya ke siswa SD dan juga ibu hamil. Mungkin itu bisa mengurangi beban anggaran. Dan anggaran yang lainnya kan bisa ditransfer ke daerah,” kata Teguh.

Penurunan Transfer ke Daerah Picu Gelombang Demonstrasi di Banyak Wilayah

Seperti halnya LPEM UI, Centre for strategic and international Studies (CSIS) menilai keputusan pemerintah pusat yang mengurangi transfer ke daerah (TKD) menjadi salah satu penyebab menurunnya kepercayaan masyarakat yang memicu demonstrasi di banyak daerah.

Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan, mengatakan pemangkasan anggaran pusat terhadap TKD menjadi salah satu pemicu keresahan sosial. Deni merujuk pada keputusan pemerintah yang memotong TKD sekitar Rp 50 triliun pada 2025.

Pemangkasan TKD juga berlanjut tahun depan hingga 24,7% menjadi Rp 650 triliun dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2026.

“Akibatnya dengan kapasitas fiskal yang terbatas di daerah, mau tidak mau pilihannya misalnya pemerintah daerah menaikan PBB dan itu menjadi beban tambahan bagi masyarakat,” kata Deni paparan hasil kajian bertajuk ‘Wake up Call dari Jalanan: Ujian Demokrasi dan Ekonomi Kita’ yang disiarkan oleh kanal Youtube CSIS Indonesia pada Selasa (2/9).

Pemangkasan transfer ke daerah ini membuat pemda mencari jalan menutup kekurangan dana dengan menarik pajak di daerah. Seperti Pemerintah Kabupaten Pati yang menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau PBB-P2 hingga 250%. Selain Pati, sejumlah kabupaten seperti Jombang dan Banyuwangi juga menaikan tarif pajak bervariasi, mulai dari ratusan persen hingga disebut mencapai 1.000%.

Keputusan untuk menaikan pajak dinilai justru membebani masyarakat sehingga memicu protes publik. Adapun ketetapan kenaikan PBB-P2 itu telah dibatalkan setelah adanya penolakan dan protes dari masyarakat.

Deni berpendapat pajak merupakan kontrak sosial antara pemerintah dan rakyat. Menurutnya, rakyat rela membayar pajak karena percaya negara akan memberi imbal balik berupa layanan publik yang berkeadilan. Namun, kepercayaan itu makin berkurang karena kebijakan pemerintah dianggap tidak konsisten atau kontradiktif belakangan ini.

“Maka kenaikan pajak yang sedikit saja itu akan terasa menyesakkan dan ditengah beban hidup yang semakin meningkat,” ujar Deni.

Kementerian Dalam Negeri sebelumnya mencatat ada 350 kabupaten memiliki potensi pendapatan asli daerah (PAD) yang rendah. Kondisi ini membuat kabupaten-kabupaten tersebut sangat tergantung pada transfer anggaran dari pemerintah pusat, terutama terhadap kabupaten hasil pemekaran wilayah.

“Dari 416 kabupaten, mungkin sekitar 350 itu sangat tergantung dengan pemerintah pusat,” kata Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, saat memberikan sambutan Pembukaan APKASI Expo di ICE BSD Tangerang pada Kamis (28/8).

Alasan Kemenkeu Turunkan Dana Tranfer ke Daerah

Kementerian Keuangan menjelaskan alasan penurunan anggaran transfer ke daerah dalam RAPBN 2026 menjadi Rp 650 triliun atau turun 24,8% dibandingkan APBN 2025. Pada APBN 2025,  pemerintah menetapkan dana transfer ke daerah mencapai Rp 848,52 triliun.

Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Masyita Crystallin mengatakan penurunan nilai transfer ke daerah karena terkait kebutuhan program prioritas. Dia mengatakan program prioritas yang sebelumnya tersebar di daerah, kini sebagian dikerjakan oleh kementerian teknis.

“Dan ini akan sangat beragam sesuai dengan program dan jenis kapasitas yang dimiliki oleh daerah saat ini,” ujar Masyita dalam acara Katadata Policy Dialogue: Arah APBN Kita, Jumat (15/8).

Masyita menjelaskan tidak semua daerah mengalami pemotongan. “Bahkan di beberapa daerah terus naik, disesuaikan dengan kebutuhan program prioritas yang ada di daerah tersebut,” kata Masyita.

Kebijakan dana transfer ke daerah, kata Masyita, merupakan cara pemerintah mengatur budget. Pada dasarnya, Masyita menegaskan uang untuk daerah tidak berkurang namun diberikan dengan cara yang berbeda.

“Ini nanti tergantung siapa yang melaksanakannya. Misalnya membangun sekolah, ini akan dibangun kementerian langsung atau pemerintah daerah,” ujar Masyita.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...