Becoming Human Menang Golden Hanoman, JAFF 2025 Catat Rekor 30 Ribu Penonton
Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2025 resmi ditutup Jumat (6/12) dengan capaian yang menandai tonggak dua dekade penyelenggaraan. Tahun ini, festival mencatat lebih dari 30.000 penonton, menjadikannya edisi terbesar sepanjang riwayat JAFF.
Penghargaan utama Golden Hanoman diberikan kepada Becoming Human karya Polen Ly, film yang dipuji juri karena kekuatan visual, kedalaman emosional, dan kedekatannya pada pengalaman manusia serta memori kolektif.
“Dua dekade JAFF adalah tentang kebersamaan, perayaan, dan saling percaya. Ke depan, tantangannya justru semakin besar, bagaimana kita memikirkan keberlanjutan ekosistem film di tengah perubahan lanskap media dan digital,” ujar Direktur Festival, Ifa Isfansyah.
Ia menyoroti urgensi pengarsipan film, serta menyebut sudah ada lembaga festival internasional yang menjajaki kolaborasi. “Kita perlu duduk bersama, berbicara lagi, dan memikirkan ulang kebutuhan pertumbuhan ekosistem film kita di masa depan, khususnya pengarsipan film. Sudah ada teman-teman dari festival internasional yang menghubungi kami untuk mulai mengambil langkah, semoga ini menjadi langkah kecil yang berarti bagi perfilman Indonesia dan bahkan Asia,” lanjutnya.
Selama delapan hari penyelenggaraan, JAFF 2025 menayangkan 227 film dari 43 negara dengan komposisi 27 world premiere dan 87 Indonesian premiere. Tahun ini JAFF juga menampilkan karya dari 63 sutradara perempuan dan 34 sutradara debut, serta menggelar 47 sesi diskusi, forum industri, dan public lecture yang dihadiri sineas, pelajar, penonton regional, dan media internasional.
“Banyak sesi tanya-jawab berlangsung hingga dini hari dan diikuti hampir seluruh penonton dengan antusias. Ini pengalaman yang luar biasa dan tidak selalu bisa terjadi,” ujar Direktur Program, Alexander Matius.
Selain Becoming Human, sejumlah film lain mencatat kemenangan penting. Di kompetisi utama, Silver Hanoman diberikan kepada A Useful Ghost karya Ratchapoom Boonbunchachoke, sementara Special Mention diberikan kepada Sunshine karya Antoinette Jadaone.
Water Sports karya Whammy Alcazaren memenangkan Blencong Award, dengan special mention untuk Hyena garapan Altay Ulan Yang. Untuk kategori penghargaan regional, Becoming Human kembali meraih NETPAC Award, sementara Sunshine memenangkan Geber Award.
Penghargaan untuk talenta Indonesia didominasi film Better Off Dead/Tinggal Meninggal. Film ini memenangkan kategori Best Film, dan membawa Kristo Immanuel meraih Best Director serta Best Screenplay bersama Jessica Tjiu.
Omara Esteghlal dan Afiqa Kirana menerima Best Performance, sementara Ryan Purwoko meraih Best Editing, dan jajaran kategori teknis lain diberikan kepada Vera Lestafa (sinematografi), Anto Hoed dan Melly Goeslaw (musik Rangga & Cinta), tim desain suara film The Period of Her, hingga peraih Best Poster film SORE: Istri dari Masa Depan. Water Sports juga mencatat kemenangan lain sebagai penerima Student Award.
Festival tahun ini kembali menekankan keberlanjutan sebagai prinsip penyelenggaraan. “Regenerasi yang sudah berjalan akan terus kami pertahankan dan itu tanda baik untuk keberlanjutan JAFF. Begitu pula komitmen berkelanjutan terhadap festival ramah lingkungan, termasuk pengelolaan limbah sampah yang tahun ini lebih dari 1.500 kg,” kata Direktur Eksekutif, Ajish Dibyo.
Memasuki dekade ketiga, JAFF mempertegas posisinya bukan sekadar ruang pemutaran film, tetapi platform diskursus, riset, dan eksperimen ekosistem sinema Asia. Setelah merayakan edisi monumental ke-20, JAFF akan kembali tahun depan dengan edisi ke-21.
