Partai Politik Perintis Demokrasi
Akar kemunculan partai politik di Indonesia dimulai sejak era pemerintahan kolonial Belanda, meski kemudian sempat diberangus saat pendudukan Jepang. Selepas proklamasi kemerdekaan, pemerintah mengajak masyarakat berperan aktif membangun struktur negara yang baru lahir melalui pembentukan partai politik.
Tujuannya adalah sebagai wadah mengartikulasikan kepentingan rakyat serta membangun iklim politik yang kondusif dalam mempersiapkan pemilihan umum. Selain itu, partai politik juga memiliki menjadi media sosialisasi persoalan kenegaraan, sekaligus juga menjadi wahana rekrutmen pemimpin di berbagai level.
Melalui Maklumat X yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta pada 3 November 1945, terbentuk 10 partai politik dalam rentang 1945 hingga 1949. Partai politik tersebut adalah Majelis Syuro Muslimin Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Partai Rakyat Jelata, Partai Kristen Indonesia, Partai Sosialis Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, Partai Katolik Republik Indonesia, Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia dan Partai Nasional Indonesia.
Proses penguatan demokrasi yang telah berjalan sejak 1945 ini, kemudian menjadi salah satu fokus pembangunan jangka panjang pemerintah yang tercantum dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Konsolidasi demokrasi yang tercantum dalam RPJPN berfungsi untuk memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh, memperkuat peran masyarakat sipil serta menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat.