Peran Indonesia Dorong Pengakuan Negara Palestina
Saat Presiden Prabowo Subianto mendorong Solusi Dua Negara pada dua pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pekan ini, pengakuan pada Negara Palestina bertambah menjadi total 158 negara atau 81 persen komunitas internasional.
"Prancis, Kanada, Australia, Inggris, Portugal, dan banyak negara terkemuka dunia lainnya telah mengambil langkah di sisi sejarah yang benar. Pengakuan Negara Palestina adalah langkah yang tepat di sisi sejarah yang benar," ungkap Prabowo, dalam pidatonya di Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai atas Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara yang digelar di Gedung Majelis Umum PBB, New York, Amerika Serikat, pada Senin (22/9).
"Bagi mereka yang belum bertindak, kami katakan sejarah tidak berhenti bergerak. Kita harus mengakui Palestina sekarang. Kita harus menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza. Mengakhiri perang mesti menjadi prioritas utama kita," lanjutnya.
Pada ajang tersebut, pengakuan terhadap Negara Palestina bertambah dari 10 negara. Berikut daftarnya:
- Kanada
- Australia
- Britania Raya (Inggris, Skotlandia, Wales, Irlandia Utara)
- Portugal
- Prancis
- Malta
- Belgia
- Luksemburg
- Andora
- Monako
Daftar tersebut melengkapi 148 negara lainnya yang sudah lebih dulu mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Mereka terdiri dari 147 negara anggota PBB (dari total 193 negara anggota PBB), dan 1 negara pemantau non-anggota PBB (Holy See/Vatikan).
Menurut data Kementerian Luar Negeri Palestina, negara yang paling awal mengakui Palestina sebagai negara berdaulat ialah Iran, yakni sejak 4 Februari 1988. Pengakuan ini bahkan muncul beberapa bulan sebelum pelaksanaan deklarasi kemerdekaannya oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Aljazair, 15 November 1988.
Pada hari deklarasi kemerdekaan itu dilaksanakan, 13 negara, termasuk Indonesia, langsung mengakui kedaulatan Palestina. Tahun 1988 pun menjadi tahun dengan jumlah pengakuan terbanyak terhadap Palestina, yakni totalnya 82 negara. Pengakuan-pengakuan berikutnya muncul bertahap, hingga akhirnya di Sidang Majelis PBB ke-80, saat 10 negara baru mengumumkan pengakuannya.
Ketika itu pula, Majelis Umum PBB resmi mengadopsi Deklarasi New York yang mendukung perwujudan Negara Palestina merdeka, Jumat (12/9), usai voting dengan 142 suara setuju, 10 negara menolak, dan 12 suara abstain.
Melansir Aljazeera, pengakuan terhadap kedaulatan Palestina itu memang tidak berdampak langsung pada penghentian pembantaian di Gaza oleh Israel dan perdamaian Palestina. Namun, sejumlah efek positif bisa didapat Negara Palestina:
- Pembukaan kedutaan besar dengan status diplomatik penuh
- Partisipasi dalam perjanjian perdagangan
- Dukungan di forum internasional
- Pengajuan permohonan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC)
Lobi Prabowo Terkait Palestina
Sebelum munculnya gelombang pengakuan terakhir di PBB itu, Prabowo, dalam beberapa pertemuan bilateralnya dengan para pimpinan negara yang belakangan mengakui kedaulatan itu, selalu menyelipkan pesan-pesan perdamaian dan dorongan pengakuan pada Negara Palestina.
Pertama, saat bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau di sela-sela rangkaian acara Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pacific Economic Cooperation (KTT APEC) di Lima, Peru, Jumat (15/11/2024).
Ketika itu, Prabowo mengharapkan dukungan finansial Kanada di isu Palestina, serta mengakui kenegaraan Palestina untuk memajukan solusi dua negara dan perdamaian yang komprehensif.
Kedua, saat berjumpa PM Inggris Keir Starmer, di Kantor PM, London, Inggris, Kamis (21/11/2024). Prabowo ketika itu menyatakan keprihatinan yang sangat mendalam atas situasi kemanusiaan yang serius di Gaza, Palestina. Konflik di Timur Tengah pun menjadi salah satu topik pembicaraan keduanya.
Ketiga, saat berbincang dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Istana Merdeka, Jakarta, 12 Mei 2025. Di depan Albanese, Presiden RI menyerukan perdamaian antara Israel dan Hamas serta meminta para pihak untuk melanjutkan gencatan senjata dan membebaskan sandera.
Keempat, Prabowo Subianto juga sempat bertemu dengan Raja Belgia, Raja Philippe, di Istana Laeken pada 13 Juli 2025. Menurut keterangan Sekretariat Kabinet, keduanya "bertukar pandangan mengenai penguatan hubungan bilateral Indonesia–Belgia, serta isu-isu strategis yang menjadi perhatian bersama."
Kelima, ketika bertemu dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, di Istana Élysée, Prancis, 15 Juli 2025. Keduanya saat itu bertukar pikiran soal konflik Israel–Palestina sambil sama-sama menegaskan pentingnya penyelesaian damai yang adil dan berkelanjutan, termasuk dukungan terhadap solusi dua negara.
