Es Teh Indonesia Viral, Begini Sejarah Teh di Masa Kolonial
Brand minuman Es Teh Indonesia kini tengah mendapat sorotan tajam dari warganet. Hal itu terjadi usai pihak manajemen PT Es Teh Indonesia Makmur melayangkan somasi kepada salah satu konsumennya.
Mengutip pemberitaan Katadata.co.id, somasi itu dilayangkan usai seorang konsumen bernama Gandhi membuat cuitan di Twitter, yang menyebut salah satu produk Es Teh Indonesia terlalu manis.
Beberapa waktu berselang, cuitan tersebut akhirnya dihapus setelah dia mendapatkan somasi dari manajemen Es Teh Indonesia. Kejadian somasi tersebut pun berujung pada banyaknya netizen yang turut memberikan komentar.
Tidak sedikit pengguna Twitter yang menyayangkan tindakan Manajemen Es Teh Indonesia. Menurut mereka, seharusnya permasalah itu dapat diselesaikan dengan baik tanpa harus melayangkan sebuah somasi dengan ancaman UU ITE.
Namun demikian terlepas dari viralnya polemik yang melibatkan Es Teh Indonesia, tahukah Anda dengan sejarah teh Indonesia? Kalau belum, Anda dapat menyimaknya dalam pembahasan berikut ini.
Menilik Sejarah Teh Indonesia
Sebelum munculnya brand minuman seperti Es Teh Indonesia dan lainnya, teh sejak dulu sudah dikenal sebagai jenis minuman yang populer di masyarakat.
Meskipun saat ini ketenarannya masih kalah daripada kopi, akan tetapi hal tersebut tidak menutup fakta bahwa teh dahulu menjadi komoditas unggulan yang ada di Indonesia.
Sejarah teh di Indonesia erat kaitannya dengan praktek tanam paksa atau Cultuur Stelsel, yang dilakukan pada zaman penjajahan. Bahkan, sejumlah literatur menyebut bahwa hadirnya tanaman teh di bumi nusantara sudah ada sejak masuknya Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Pada masa itu, teh dibawa sebagai tanaman hias oleh Dr Andreas Cleyer di tahun 1686.
Bersumber pada buku Khazanah Arsip Perkebunan Teh Priangan yang dipublikasikan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), pengadaan bibit tanaman teh dari luar nusantara sudah dilakukan oleh pemerintah Belanda sebagai upaya untuk menghasilkan komoditi berkualitas ekspor.
Sejak dikeluarkannya konsiderasi pada 19 Februari 1832 No. 207, usaha untuk mendatangkan bibit teh dan pekerja dari Cina mulai dilakukan. Pemerintah Belanda saat itu mengutus seseorang bernama J.J.L Jacobson untuk berangkat ke Cina. Sampai akhirnya, bibit teh berhasil diperoleh, dan Jacobson ditunjuk sebagai inspektur perkebunan teh.
Masih merujuk sumber yang sama, pada 1832 pemerintah Belanda memutuskan untuk menanam kurang lebih satu juta bibit pohon teh di wilayah Bojonegoro. Kemudian, tercatat ada sekitar 50 ribu bibit yang ditanam di daerah Tjisoeroepan.
Selain Cina, bibit teh juga didatangkan dari Jepang. Bibit tersebut kemudian dikirim ke daerah perkebunan seperti Residensi Preanger Regentschap dan Residensi Karawang. Menariknya, ketika itu pemerintah Belanda menyediakan bibit teh untuk perkebunan swasta yang dikelola oleh perorangan. Sejarah mencatat, seseorang bernama Lie Huang Ko rela mengeluarkan 6.000 gulden uang tembaga atau saat ini setara Rp 50 juta, guna memperoleh 50 ribu biji teh.
Seiring berjalannya waktu, panen teh di beberapa perkebunan di Pulau Jawa menunjukan hasil yang memuaskan, terutama untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Alhasil, pada 1835, sebanyak 200 peti teh sukses diangkut ke Amsterdam, Belanda untuk diikutsertakan pada sebuah acara lelang.
Sejak saat itu, pemerintah Hindia Belanda terus memperluas pembukaan lahan untuk perkebunan teh. Dari sana, produksi teh Indonesia terus mengalami peningkatan. Sebagai contoh, pada 1838 Residensi Preanger Regentschap melaporkan adanya peningkatan hasil panen teh yang disimpan di dua gudang yaitu di Tjioemboeloeit atau saat ini dikenal sebagai Ciumbuleuit dan Tjikadjang atau Cikajang. Berdasarkan laporan tersebut, hasil panen teh yang disimpan di kedua gudang mencapai 2.577 pond dan 8.950 pond.
Semakin meningkatnya produksi teh di Nusantara, menjadikan teh asal Jawa sebagai komoditas ekspor yang banyak diminati di Eropa. Pendirian pabrik dan perluasan perkebunan teh semakin gencar dilakukan. Sekitar 1846, luas perkebunan teh di Pulau Jawa mencapai 3.913 hektar.
Tradisi Minum Teh di Indonesia
Puncak kejayaan teh di Indonesia mulai terjadi pada saat masa tanam paksa berakhir, tepatnya pada tahun 1870. Ketika itu, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan Undang-undang Agraria.
Penerapan aturan tersebut memungkinkan para pengusaha teh Belanda mengelola perkebunan sekaligus pabrik pengolahan teh. Lambat laun, kualitas budidaya teh di Indonesia semakin baik. Apalagi sekitar tahun 1877, varietas teh Assam dari Sri Lanka didatangkan ke nusantara.
Sejak masa kemerdekaan, banyak sekali perkebunan dan pabrik pengolahan teh yang akhirnya dikelola negara.
Sampai saat ini, teh masih menjadi komoditas unggulan di Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021 produksi teh nasional tercatat 94,1 ton. Dari jumlah tersebut, hampir 69,15 % teh berasal dari perkebunan di Jawa Barat.
Meski data tersebut menunjukan hasil yang cukup bagus, namun secara global produksi teh di Indonesia masih jauh dibandingkan negara lainnya. Vietnam misalnya, berhasil memproduksi 240,4 ribu ton pada 2020, menurut laporan Data Food & Agriculture (FAO).
Mengesampingkan data di atas, teh masih menjadi minuman penyegar yang populer di Indonesia, dengan tingginya minat masyarakat menyeruput es teh Indonesia. Anda bahkan dapat menemukan berbagai varian teh yang ada di warung makan sampai outlet ternama di pusat perbelanjaan.
Mengutip laman Jalur Rempah Kemendikbud, berkembangnya industri teh di Indonesia telah menciptakan budaya dan kebiasan baru. Khususnya, kebiasan minum teh yang sudah mengakar di setiap daerah.
Anda mungkin pernah mendengar tradisi minum teh menggunakan poci yang berkembang di Kota Tegal. Kebiasaan ini sudah muncul di Tegal sebelum abad ke-17. Sama halnya di Tegal, di bumi Pasundan seperti di wilayah Garut terdapat satu kebiasan unik yang berkaitan dengan teh. Tradisi itu dikenal sebagai Nyaneut, sebuah kebiasaan meminum teh khas Garut yang dilakukan pada momen kumpul bersama keluarga dan kerabat.
Kini kebiasan minum teh di Indonesia mulai mengalami perubahan seiring dengan kemajuan zaman. Racikan teh tradisional banyak dikombinasikan dengan varian minuman lainnya.
Viralnya brand Es Teh Indonesia beberapa waktu terakhir, adalah salah satu contoh bagaimana minuman teh masih banyak mendapat perhatian dari masyarakat. Dengan sedikit bergeser pada polemiknya, Anda bisa menilai sejauh mana teh di Indonesia makin berkembang dan variatif.
Demikian ulasan mengenai sejarah teh di Indonesia, Anda dapat menyimak semua penjelasan di atas guna menambah pengetahuan baru tentang minuman teh.