Beban Biaya Naik, Kerugian Bank Jago Kuartal I Bengkak 50%
PT Bank Jago Tbk (ARTO) membukukan rugi tahun berjalan sebesar Rp 38,13 miliar pada kuartal I 2021. Angka itu membengkak hingga 50,29% dari kerugian periode yang sama tahun lalu senilai Rp 25,37 miliar.
Perusahaan yang semula bernama PT Bank Artos Indonesia Tbk. itu sebenarnya mencatat kenaikan pendapatan bunga yang signifikan hingga 120%, dari Rp 18,94 miliar pada kuartal I 2020 menjadi Rp 41,85 miliar pada kuartal I 2021.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal I 2021 yang dirilis Bank Jago, beban bunga menyusut tipis 5,5% menjadi Rp 8,37 miliar dari sebelumnya Rp 8,86 miliar. Alhasil pendapatan bunga bersih pun melesat hingga 232,3% menjadi Rp 33,47 miliar dari Rp 10,07 miliar. Pendapatan operasional Bank Jago bahkan naik tujuh kali lipat menjadi Rp 13,07 miliar dari semula Rp 1,81 miliar.
Kendati demikian, Bank Jago harus menanggung beban penyisihan penurunan nilai, beban umum dan administrasi, beban personalia dan beban lain-lain yang totalnya mencapai Rp 84,89 miliar atau melonjak 127% dari porsi sebelumnya Rp 37,25 miliar. Dengan demikian, perseroan membukukan rugi operasional Rp 38,34 miliar dari Rp 25,37 miliar.
Pada kuartal I 2021, Bank Jagi menyalurkan kredit sebesar Rp 1,16 triliun atau naik 41,2% dari posisi tanggal 31 Desember 2020 yang senilai Rp 826,2 miliar. Hal itu dikontribusi oleh kredit modal kerja kepada perusahaan sekuritas dan kredit sektor konsumsi melalui skema chanelling.
Di sisi lain, simpanan nasabah dalam bentuk tabungan naik 48% menjadi Rp 53,3 miliar dari posisi 31 Desember 2020 yang sebesar Rp 35,9 miliar. Kenaikan ini terutama disebabkan Bank menerapkan aplikasi berbasis teknologi pada lingkungan internal, sehingga seluruh karyawan memiliki akun tabungan Bank Jago.
Simpanan deposito juga meningkat 21% menjadi Rp 708 miliar dari posisi Rp 585,3 miliar. Peningkatan ini disebabkan penempatan deposito oleh beberapa deposan baru.
Total liabilitas perseroan meningkat 16% menjadi Rp 1,10 triliun pada kuartal I 2021 dari semula Rp 947,54 miliar pada akhir tahun lalu. Angka ini dikontribusi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), deposito berjangka, dan giro.
Sementara itu, Ekuitas melonjak enam kali lipat menjadi Rp 8,14 triliun dari sebelumnya Rp 1,23 triliun, mayoritas berasal dari dana setoran modal.
Jumlah aset Bank Jago kini juga melonjak 325%, dari semula hanya Rp 2,17 triliun menjadi Rp 9,24 triliun. Sebagian besar dikontribusi oleh hasil penerbitan saham baru melalui rights issue Rp 6,95 triliun.
Sebelumnya, Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar memasang target agresif untuk meraih laba bersih senilai Rp 50 miliar sepanjang 2021. Angka itu jauh lebih besar dibanding ketika Bank Jago membukukan kerugian pada tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan laporan tahunan 2020, Bank Jago harus mengalami kerugian hingga Rp 189,56 miliar sepanjang tahun lalu. Rugi perseroan tercatat membengkak setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Pada 2018, perseroan merugi Rp 23,28 miliar dan 2019 sebesar Rp 121,96 miliar.
Pada 2021, Bank Jago juga menargetkan pertumbuhan aset sebesar 190% dari posisi per akhir 2020 yang senilai Rp 2,17 triliun. Target itu akan ditunjang oleh pertumbuhan kredit dan pembiayaan (syariah) hingga 259%, serta DPK hingga 138% dibanding 2020.
Bank Jago optimis mampu mencapai target-target tersebut setelah membangun platform digital banking dan menyiapkan infrastruktur IT untuk bertransformasi menjadi bank berbasis teknologi pada 2020.
Untuk itu, pada 2021, Bank Jago telah siap untuk tumbuh dengan model bisnis baru yang sepenuhnya digital dan berbasis teknologi.
"Kami adalah tech based bank yang kolaborasi dengan ekosistem seperti yang digital base. Ini tidak hanya untuk funding dan transaksi, tapi juga untuk lending-nya," kata Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar dalam konferensi pers, Senin (12/4).