Kembali ke Bioskop dan Upaya Melawan Pembajakan di Era Internet

Luki Safriana
Oleh Luki Safriana
30 Maret 2021, 09:53
Luki Safriana
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Sejumlah personel TNI dan Polri memeriksa kesiapan pembukaan bioskop di salah satu bioskop, Tegal, Jawa Tengah, Senin (1/2/2021). Rencana pembukaan kembali bioskop pada Senin (1/2) diundur sampai waktu yang belum ditentukan karena menunggu peninjauan tahap kedua oleh Pemerintah Kota Tegal dan belum maksimalnya penerapan protokol kesehatan di lingkungan bioskop.

Belakangan ini, menyurati Presiden menjadi tren kala era pandemi corona. Insan film Indonesia pun demikian, meminta dukungan dan bantuan Presiden Joko Widodo agar mereka bisa kembali berkarya untuk membangkitkan industri layar lebar di fase pemulihan pandemi yang memasuki fase vaksinasi.

Surat tertanggal 5 Maret 2021 itu viral di jagad maya usai diunggah oleh banyak insan perfilman dan sineas di media sosial. Mereka yang mengunggahnya seperti Hanung Bramantyo, Mira Lesmana, Joko Anwar, Ernest Prakasa, Mawar Eva De Jong, Syakir Daulay, Zaskia Adya Mecca, Dian Sastrowardoyo, dan Adipati Dolken.

Industri film masih kembang kempis sebagai imbas pandemi yang sudah setahun, bahkan hampir sekarat. Hal ini menjadi perhatian seluruh penggiat dan stakeholder film. Bioskop memang sudah dibuka, namun belum sepenuhnya direspons publik.

Masih ada kekhawatiran dan pembatasan jumlah yang masuk pun menjadi polemik tersendiri antara protokol kesehatan dan mengejar jumlah penonton. Celakanya, ketergantungan terhadap bioskop yang menjadi salah satu sumber pemasukan terbesar agar roda industri perfilman dapat berputar kini menjadi buah simalakama.

Permasalahan ini yang memicu insan film Indonesia menyurti Presiden Jokowi. Mereka meminta dukungan bagi bioskop yang sedang kolaps. Surat itu juga ditembuskan pada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menko Maritim dan Investasi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Kesehatan, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Satuan Tugas Covid-19.

Penghentian Pembajakan dan Solusi Kolaboratif

Maraknya pembajakan dan masih banyaknya masyarakat yang menonton film bajakan merugikan para pelaku industri film. Mereka tidak mendapatkan pendapatan yang menjadi haknya ketika sebuah film diputar, yang bila berlangsung lama bisa mempengaruhi produksi film. Padahal produksi film menyerap banyak tenaga kerja.

Belum selesai hilangnya pendapatan akibat pembajakan, kini insan film harus dihadapkan pada pandemi Covid-19. Meski masalah pembajakan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman dan UU Hak Cipta Pasal 72, pelaku pembajakan tidak jera dengan hukuman yang menjeratnya. Tidak sedikit yang mengulangi lagi dan terus berulang.

Pada 2018, industri perfilman Indonesia merugi hingga Rp 1,495 triliun karena pembajakan melalui unduh ilegal dan DVD bajakan. Total kerugian tersebut minimal terjadi di empat kota, yakni Jakarta, Medan, Bogor, dan Deli Serdang berdasarkan hasil riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

Data lain yang dirilis oleh YouGov, perusahaan riset dan analisis data film yang dipublikasikan pada Desember 2019, menyebutkan bahwa 63 persen konsumen daring di Indonesia menonton situs streaming ilegal atau situs torrent. Apabila mengacu pada survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia periode 2019 - kuartal kedua 2020, pengguna internet di Indonesia 196,7 juta jiwa. Sehingga, jumlah pengguna yang “terlibat’ dalam permodelan pembajakan ini 110 sampai 125 juta pengguna.

Para pengguna layanan ilegal tersebut menggunakan berbagai media, dari situs hingga aplikasi. Bahkan 44 responden berusia 18 hingga 24 tahun mengaku menggunakan layanan ilegal tersebut.

Praktik pembajakan turut beradaptasi mengikuti konten yang dibajak dan tidak kunjung usai sejak dulu. Pemblokiran 1.130 situs bajakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika sampai Desember 2019 pun belum cukup. Kominfo dan pembajak bak berkejaran dalam arena yang tak berujung; terus berulang dan tak juga mencapai babak final. Salah satunya adalah situs streaming film ilegal seperti IndoXX1 dan LK21 dengan turunannya.

Menariknya, apabila dulu konten bajakan berupa cakram padat (CD) yang dijual pada lapak-lapak di Pasar Glodok, kini konten bajakan tersedia di situs streaming ilegal. Situs-situs judi merupakan pemasok iklan terbesar karena pola pergerakan monetizing pembajak pun bergeser ke online system yang kian canggih dan mengabaikan aspek hak cipta dan hak edar.

Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) Edwin Nazir mengungkapkan industri film hanya bergerak 2,5 bulan pertama pada 2020. Setelah Bioskop tutup, produksi film disetop gara-gara pandemi Covid-19. Dampaknya 80 % pendapatan hilang pada tahun lalu. “Biasanya penonton bioskop per tahun 50 juta orang, pada 2020 di bawah 12 juta orang. Ini penurunan yang besar.”

Sutradara Joko Anwar menyebutkan bahwa bioskop sebenarnya belum tergantikan, sebab streaming pada platform aplikasi dinilai masih kecil kontribusinya untuk revenue sebuah film. Dan perfilman Indonesia sebelum pandemi memang pada posisi puncak, dengan keberagaman karya serta apresiasi yang terus melesat.

Dalam surat terbuka tersebut juga dijelaskan bahwa Indonesia merupakan pangsa pasar terbesar di dunia peringkat 10 dengan nilai pasar 500 juta di akhir 2019. Artinya nilai ekonomi dan jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalamnya sangat besar.

Adalah pertanda baik bahwa surat tersebut direspons oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekononomi Kreatif. Kementeriannya membuat satgas untuk memberantas pembajakan dan mengkaji adanya insentif dari sisi perpajakan di sektor perfilman.

Gerakan kampanye kembali ke bioskop pun menjadi usaha yang mulai dikerjakan secara kolaboratif oleh seluruh stakeholder termasuk masyarakat. Stigma negatif yang masih melekat kepada bioskop perlu lambat laun dihilangkan agar masyarakat berduyun-duyun menonton film Indonesia tanpa rasa takut. Bioskop terus berbenah menyesuaikan dengan berbagai protkol kesehatan dari pengecekan suhu tubuh, pembatasan kapasitas pentonton, pembersih udara yang dipercanggih, hingga penyediaan disinfektan.

Pertempuran memasuki babak baru karena melawan pandemi dengan vaksin terus berjalan, salah satunya bertujuan agar masyarakat mau kembali ke bioskop dan penghentian pembajakan terus menerus digalakkan. Kolaborasi mulai dan terus ditingkatkan oleh seluruh insan film dan pemerintah.

Perlawanan sekecil apapun harus terus dibunyikan untuk masa depan perfilman nasional yang lebih baik. Harapan merupakan satu-satunya hal yang lebih kuat dari ketakutan. Sedikit harapan itu efektif. Banyak harapan berbahaya. Percikan tidak masalah, selama masih ada. - The Hunger Games

Selamat merayakan hari film nasional.

Luki Safriana
Luki Safriana
Pengajar Paruh Waktu Prodi S1 Event Universitas Prasetiya Mulya, Mahasiswa Doktoral PSL-IPB University

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...