Vaksin Nusantara, Sarat Kontroversi & Nekat Melaju Uji Klinis

Sorta Tobing
15 April 2021, 17:24
vaksin nusantara, vaksin virus corona, covid-19, terawan, bpom, Penny Kusumastuti Lukito
ANTARA FOTO/Zabur Karuru/rwa.
Ilustrasi. Kontroversi vaksin Nusantara.

Penelitian vaksin Nusantara berlanjut meskipun tanpa restu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kemarin, Rabu (14/4), vaksin buatan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu nekat melaju ke uji klinis tahap kedua. 

Pelaksanaan uji cobanya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta. Kepala RSPAD Letnan Jenderal TNI Dokter Albertus Budi Sulistya mengatakan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi sampel penelitian tersebut. 

Beberapa anggota Dewan yang datang adalah Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahamad, Saleh Partaonan Daulay dari Partai Amanat Nasional (PAN), dan Adian Napitupulu dari PDI Perjuangan (PDIP). Ada pula politikus yang ikut dalam pengujian tersebut, yaitu Aburizal Bakrie dan Gatot Nurmantyo.

Dasco beralasan keikutsertaannya lantaran mendukung vaksin buatan dalam negeri. “Adanya Vaksin Nusantara akan menambah kekayaan vaksin, apalagi ini produksi dalam negeri,” katanya.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menganggap langkah para anggota Dewan itu penuh risiko. “Vaksin lain sampai fase tiga baru boleh dipakai. Ini kan belum,” kata Ketua PDPI Cabang Jakarta Dokter Erlina Burhan.

BPOM pun belum memberikan izin persetujuan pelaksanaan uji klinik alias PPUK uji klinis fase kedua untuk vaksin Nusantara. Syarat kaidah ilmiahnya tak terpenuhi.

Persyaratan itu adalah praktik uji klinik yang baik (good clinical practical), bukti dari konsep (proof of concept), praktik laboratorium yang baik (good laboratory practice), dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice). 

Seharusnya, vaksin Nusantara memenuhi empat kriteria tersebut sebelum melaju ke uji klinis kedua. “Jadi, kalau tidak melewati tapi langsung dipakai, menurut saya kasihan ya orang-orang yang tidak mengerti lalu menjadi sukarelawan untuk disuntik,” ujar Erlina.

PENERBITAN EUA VAKSIN SINOVAC
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito. (ANTARA FOTO/HO/Humas BPOM/wpa/hp.)

Hasil Uji Klinis I Vaksin Nusantara

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan vaksin Nusantara belum dapat lanjut ke uji klinis selanjutnya karena tidak memenuhi empat syarat utama. Proof of concept vaksin Nusantara belum terpenuhi.

Antigen yang digunakan tidak memenuhi pharmaceutical grade. Hasil uji klinis fase pertama, terkait keamanan, efektivitas, atau kemampuan meningkatkan antibodi juga belum meyakinkan.

Pihaknya mendukung berbagai pengembangan vaksin asalkan memenuhi kaidah ilmiah untuk menjamin keamanan, khasiat, dan mutunya.  BPOM, menurut dia, tidak pilih kasih. “Apapun bentuk risetnya, apabila sudah siap maju uji klinis akan kami dampingi, tentu dengan penegakan berbagai standar yang sudah ada,” ucap Penny.

Namun, jika pelaksanaan uji klinis tidak memenuhi standar atau tahapan ilmiah, maka berpotensi mengalami masalah di proses selanjutnya. “Tahapan-tahapan tersebut tidak dapat diabaikan,” katanya.  

BPOM melaporkan 71,4% relawan uji vaksin Nusantara mengalami kejadian tak diinginkan atau KTD. Sebanyak 20 dari 28 subjek mengalami hal tersebut, meskipun dalam grade satu dan dua.

Kejadian tak diinginkan itu adalah nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, petechiae (ruam pada kulit), lemas, mual, demam, batuk, pilek, dan gatal. 

Lalu, terdapat enam relawan dengan KTD grade tiga. Satu relawan mengalami hiperneatremi atau konsentrasi natrium yang tinggi dalam darah. Gejalan ini seperti orang kekurangan air minum. “Tiga subjek mengalami peningkatan kolesterol,” tulis laporan yang diterima BBC News Indonesia dari BPOM.

RAKER MENKES DENGAN KOMISI IX DPR
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.  (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.)

Fakta dan Pengembangan Vaksin Nusantara

Majalah TEMPO edisi 6 Maret 2021 menuliskan, teknologi sel dendritik vaksin Nusantara berasal dari perusahaan asal Amerika Serikat yang berbasis di Irvine, California, bernama AIVITA Biomedical Inc. Teknologi ini kemudian diboyong ke Indonesia.

Pada Oktober tahun lalu, Terawan yang masih menjabat sebagai menteri kesehatan menyaksikan penandatanganan kerja sama uji klinis vaksin sel dendritik. Penandatangan ini menyusul penetapan Tim Penelitian Uji Klinis Vaksin Sel Dendritik oleh Kemenkes KMK No. HK.01.07/MENKES/2646/2020 pada 12 Oktober 2020.

Pembuatan vaksinnya, mengutip dari JawaPos, melibatkan PT Rama Emerald Mulit Sukses (Rama Pharma) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan.

Pengujiannya juga diklaim melibatkan peneliti dari Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Vaksin ini memakai sel dendritik yang kerap dipakai untuk pengobatan kanker. Dalam dunia kedokteran, sel dendritik merupakan sel imun yang terbentuk di luar tubuh dengan antigen khusus. Untuk vaksin Nusantara, antigennya merupakan produksi perusahaan AS, LakePharma. 

Prosesnya berawal dari pengambilan darah pasien. Lalu, sel darah putih dikenalkan dengan rekombinan SARS-CoV-2 alias Covid-19. Proses ini memakan waktu tiga hari sampai seminggu. Setelah itu, hasilnya disuntikkan kembali ke dalam tubuh pasien.  

VAKSINASI COVID-19 BAGI PELAYAN PUBLIK DAN PELAKU USAHA
Ilustrasi vaksin Covid-19.  (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/wsj.)

Teknologi anyar ini menuai kritik karena terlalu rumit dan mahal untuk pembuatan vaksin. “Memang ada yang mau diambil darahnya terus disuntikkan lagi? Diambil darah untuk donor saja banyak yang tidak mau,”kata ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono kepada VOA.

Uji klinis fase I vaksin tersebut berlangsung pada Januari 2021. Hasilnya tidak memuaskan, BPOM tidak memberi restu untuk pengujian fase kedua. Pengembangan vaksin pun terhenti. 

DPR ketika itu menolak keras keputusan regulator obat dan makanan itu. Mereka justru mendukung uji klinis berjalan terus.  

Penny sempat membeberkan alasannya tak mengizinkan uji klinis berlanjut. Penelitian vaksinnya tak sesuai dengan kaidah medis. Salah satunya perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik. 

“Komite etik dari RSPAD Gatot Soebroto, tapi pelaksanaan penelitiannya di RSUP Dr. Kariad,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IX pada 10 Maret 2020, dikutip dari Kompas.com

Ia juga menyoroti perbedaan data tim uji klinis vaksin Nusantara dengan data yang dipaparkan dalam rapat tersebut. "Data yang diberikan tadi tidak sama dengan data untuk BPOM dan kami sudah melakukan evaluasi," ucap dia.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...