Defisit Transaksi Berjalan Melebar Hingga 4,3 Persen dari PDB
KATADATA ? Bank Indonesia (BI) mengumumkan defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal II tahun ini mencapai US$ 9,1 miliar, atau sebesar 4,3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Nilai defisit ini membengkak hingga dua kali lipat, dibandingkan kuartal I-2014 sebesar US$ 4,2 miliar atau 2,1 persen dari PDB.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan melebarnya defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2014 disebabkan pola musiman. Meski demikian, defisit ini sudah menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai US$ 10,1 miliar. Menurutnya, hal ini merupakan capaian yang baik, di tengah harga komoditas batu bara dan minyak sawit menurun.
Defisit transaksi berjalan ini utamanya dipengaruhi oleh defisit neraca perdagangan pada kuartal II yang mencapai US$ 2,2 miliar. "Kondisi selama semester I-2014 juga tidak bisa ekspor karena ada penerapan Undang-Undang Mineral dan Batubara," ujar Agus di kantornya, Jakarta, Kamis (14/8).
Dalam kesempatan yang sama Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui defisit transaksi berjalan memang melebar. Meski demikian, dia tetap yakin kuartal III dan IV tahun ini defisit neraca perdagangan akan kembali menurun.
BI memperkirakan hingga akhir tahun ini, defisit transaksi berjalan mencapai US$ 27 miliar. Defisit tersebut lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 29 miliar. Hal ini dipengaruhi oleh tuntasnya renegosiasi kontrak tambang beberapa perusahaan mineral dan batu bara, sehingga bisa membantu kinerja ekspor hingga US$ 1,7 miliar pada triwulan III dan IV tahun 2014.
"Meskipun in term persentage GDP-nya masih 3,2 per GDP, karena pada saat yang sama GDP kan turun," ujarnya.
Perry menjelaskan ada tiga faktor utama yang menyebabkan defisit transaksi berjalan kian melebar. Pertama defisit neraca minyak dan gas (migas) yang semakin membengkak. Meski ekspor non migas mencatat surplus pada triwulan II-2014 menjadi US$ 2,7 miliar. Tetapi saat yang sama defisit migas naik dari US$ 2,1 miliar menjadi US$ 3,2 miliar.
Kedua akibat berlakunya Undang-Undang Minerba yang menyebabkan ekspor pada kuartal I dan II tahun 2014 menurun drastis. Ketiga menurunya permintaan maupun harga komoditas yang berdampak pada kinerja neraca non migas yang membaik tapi terlihat tidak membaik.
Deputi Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan untuk mengurangi defisit transaksi berjalan, perlu ada perbaikan dari sisi impor bahan bakar minyak (BBM). Sehingga pengendalian dari sektor perdagangan non-migas akan terlihat dalam defisit transaksi berjalan.
"Kami menunggu kebijakan sektor energi lebih melihat tentang impor minyak yang lebih terkendali. Kalau itu dilakukan current acount defisit akan lebih baik," terangnya.