Di Bawah Karen, Pertamina Masuk Jajaran Perusahaan Top Dunia
KATADATA ? Karen Agustiawan adalah perempuan pertama yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina (persero) pada. Di tangan perempuan kelahiran 19 Oktober 1958 ini, Pertamina mengubah visi dari sekadar perusahaan minyak dan gas (migas) menjadi perusahaan energi kelas dunia dengan tema ?Aggressive in Upstream. Profitable in Downstream?.
Menurut dia, perubahan ini penting dilakukan lantaran penemuan sumber-sumber minyak baru kian sulit. Sementara Pertamina dituntut untuk terus memenuhi kebutuhan energi nasional yang semakin meningkat.
Saat memberikan paparan di forum yang diselenggarakan Center for Strategic an International Studies, Washington DC, Amerika Serikat pada 10 April 2013, Karen memaparkan kegalauannya tentang konsumsi energi primer Indonesia yang semakin meningkat. Kondisi yang menyebabkan beban anggaran subsidi meningkat.
Sejalan dengan itu, Pertamina mulai melakukan penelitian dan mengembangkan energi terbarukan, seperti panas bumi, shale gas, gas metana batubara, algae atau ganggang, juga tenaga angin. Meski begitu, perseroan tetap gencar melakukan ekspansi di bidang migas, baik di dalam maupun di luar negeri.
(Baca: Dirut Pertamina Karen Agustiawan Mundur per 1 Oktober 2014)
Pada 2012, Pertamina berhasil menaikkan produksi minyak 196 ribu barel per hari atau 22 persen dari total produksi minyak nasional. Sedangkan produksi gas sebesar 265 ribu setara barel per hari atau 18 persen dari produksi gas nasional. Bila mengacu pada visi jangka panjang Pertamina, pada 2025 tingkat produksi mencapai 2,2 juta setara barel minyak per hari.
Guna mengejar target tersebut, Pertamina berupaya mengakuisisi ladang-ladang minyak di dalam maupun luar negeri. di dalam negeri, melalui PT Pertamina Hulu Energi mengakuisisi 100 persen saham Anadarko Ambalat Ltd, Anadarko Bukat Ltd, dan Anadarko Indonesia Nunukan Company pada Desember 2012. Ketiga perusahaan itu masing-masing menguasai 37,5 persen hak partisipasi di Blok Ambalat, kemudian 33,75 persen hak partisipasi di Blok Bukat, dan 35 persen hak partisipasi di Blok Nunukan.
Pertamina juga berusaha mengakuisisi 32 persen saham Petrodelta SA di Venezuela. Selain ituk, Pertamina juga berupaya menaikkan produksi dengan melakukan program enhanced oil recovery (EOR).
Di tangan Karen, Pertamina berhasil mencatatkan pendapatan US$ 70,9 miliar dan laba bersih US$ 2,8 miliar pada 2012. Ini sekaligus menjadi catatan laba bersih tertinggi dalam sejarah Pertamina. Dengan torehannya ini, Pertamina masuk dalam jajaran perusahaan dengan pendapatan terbesar dunia dalam ?Fortune Global 500?.
Kinerja Pertamina pun terus meningkat. Pada 2013 pendapatan Pertamina mencapai US$ 71,1 miliar dan laba bersih US$ 3,1 miliar.
Namun sayang, meski produksinya meningkat, tidak ada penambahan terhadap total produksi minyak secara nasional. Ini karena produksi migas dari lapangan Pertamina didapatkan dari hasil akuisisi lapangan produktif milik perusahaan lain. Ekonom migas dari Surya University Darmawan Prasodjo seperti dikutip dari buku Wajah Baru Industri Migas Indonesia, mengatakan Pertamina sulit melakukan eksplorasi untuk menemukan cadangan baru karena perusahaan itu tidak punya cukup modal. Keuntungan Pertamina selama ini sebagian besar disetorkan ke Pemerintah.