Minim Studi, Produksi Migas Indonesia Rendah
KATADATA ? Indonesia tidak pernah melakukan kajian mengenai potensi kandungan minyak dan gas (migas) yang ada di wilayah nusantara. Selama ini studi dilakukan perusahaan asing.
Andang Bachtiar, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan studi pra eksplorasi ini penting untuk memastikan kandungan migasnya. Hal ini seharusnya dilakukan dilakukan oleh pemerintah. Adapun hasil studi ini bisa dijual ke perusahaan-perusahaan migas yang berminat melakukan eksplorasi di Indonesia.
?Selama ini kan studi diserahkan ke (perusahaan) asing. Kita sendiri nggak pernah studi. Padahal perusahaan asing yang studi itu akhirnya balik kok uangnya,? ujar Andang dalam seminar ?Mewujudkan Kedaulatan Energi Nasional? di Jakarta, Rabu (10/9).
Menurut dia, biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian tersebut tidak besar, yakni berkisar US$ 5 juta-US$ 10 juta atau sekitar Rp 59,2 miliar-Rp 118,3 miliar. Angka ini jauh lebih rendah ketimbang biaya untuk eksplorasi, yang bisa mencapai sekitar US$ 200 juta atau Rp 2,4 triliun untuk satu sumur pengeboran.
Andang berharap pemerintah bisa memfasilitasi perusahaan yang ingin melakukan studi tentang potensi kandungan migas ini. Dengan demikian kegiatan eksplorasi bisa semakin berkembang.
?Banyak potensi yang belum dimanfaatkan. Pertamina punya 110 lapangan, 100-nya peninggalan Belanda. Yang harus dilakukan, pemerintah bisa involved untuk eksplorasi,? tutur dia.
(Baca: Ancaman Krisis Minyak bagi Pemerintah Baru)
Naryanto Wagimin, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, mengakui minimnya kegiatan studi untuk mengukur potensi cadangan migas Indonesia. Alhasil tidak ada penemuan cadangan migas baru.
Apalagi lapangan migas Indonesia termasuk lapangan tua yang cadangannya semakin sedikit dan sulit untuk dieksplorasi. Namun, yang juga menjadi kendala untuk meningkatkan produksi migas adalah persoalan perizinan dan aturan yang tumpang tindih.
Menurut dia, selain memfasilitasi studi, pemerintah yang baru nanti juga perlu memperbaiki perizinan di sektor migas. Sebab, sulitnya perizinan membuat investor enggan melakukan eksplorasi migas di Indonesia.
?Kita harus komitmen. Di luar itu kan ada survei umum untuk eksplorasi. Pemerintah baru bisa memperbaiki permen-permen (peraturan menteri) yang tidak bisa dukung eksplorasi,? tutur dia.