Pernah Ditolak Pemerintah, DPR Kembali Usulkan RUU Tapera
KATADATA ? DPR RI sepakat untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (Tapera) usai masa reses akhir bulan Maret mendatang. Anggota Panitia Khusus RUU Tapera Abdul Hakim menjelaskan RUU tersebut merupakan salah satu rancangan regulasi yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
"Ini adalah inisiatif anggota (DPR) untuk memasukkan kembali RUU Tapera dalam Prolegnas 2015," ujarnya saat ditemui Katadata di Gedung DPR, Jakarta, Selasa malam (17/2).
Meski demikian, dia belum mengetahui apakah pembahasan draft RUU yang mengatur percepatan pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tersebut, akan dimulai dari Badan Legislatif (Baleg) atau Komisi V.
DPR periode sebelumnya menganggap RUU Tapera dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan penyediaan rumah layak dengan harga terjangkau. Aturan ini cukup penting, mengingat adanya backlog rumah atau ketimpangan antara pasokan dan permintaan rumah yang semakin besar setiap tahun.
Rancangan aturan ini gagal disahkan pada sidang paripurna September tahun lalu. Padahal pembahasannya sudah berjalan a lot selama dua tahun. Penyebabnya karena pemerintah mengajukan permohonan untuk menarik RUU terdiri dari 12 Bab dan 78 pasal tersebut.
Ketua Panja RUU Tapera pada saat itu Yosef Umar Hadi menyayangkan keputusan Pemerintah yang menarik diri dari pembahasan RUU tersebut. "Kami kecewa atas penarikan diri pemerintah, apalagi pembahasannya telah memakan banyak waktu dan tenaga kita," ujarnya kala itu.
Pemerintah beralasan masih harus mengkaji terlebih dahulu mengenai besaran simpanan wajib setiap peserta Tapera. Sebelumnya pemerintah memang telah mempermasalahkan sejumlah pasal, diantaranya terkait penyertaan modal pemerintah sebesar Rp 1 triliun untuk operasional awal Badan Pengelola Perumahan Rakyat (BPPR).
Pemerintah juga belum sepakat mengenai pasal yang mewajibkan perusahaan membantu tabungan karyawannya. Pasal lain yang dipersoalkan pemerintah, terkait kewajiban seluruh rakyat menjadi penabung. Pemerintah khawatir masyarakat kelas menengah yang sudah memiliki rumah juga diwajibkan ikut program Tapera.
Dalam pembahasan RUU saat itu memang sudah terlihat perbedaan pendapat di internal pemerintah. Kementerian Perumahan Rakyat tetap menginginkan RUU ini disahkan, sementara Kementerian Keuangan terkesan menolak.Chatib Basri Menteri Keuangan saat itu mengakui ada perbedaan mengenai besaran iuran wajib peserta Tapera.
Salah satu opsi mengebut 3 persen dari penghasilan (2,5 persen pekerja, 0,5 persen pemberi kerja) akan membebani APBN sebesar Rp 1.420 triliun selama 20 tahun. Sedangkan untuk opsi lainnya dengan prosentase 20 persen dari penghasilan, maka masyarakat akan berkeberatan dan terbebani.
"Walaupun secara substansi tidak ada masalah, namun angka tabungan sebesar 3 persen yang terdiri dari porsi penabung sebesar 2,5 persen dan 0,5 persen pemberi kerja menurut pemerintah terlalu kecil pada disaat itu," Abdul Hakim.
Abdul Hakim juga bersikukuh DPR akan kembali meminta besaran yang harus dibayar penabung dalam pembahasan RUU tersebut saat ini sebesar 3 persen. Dia mengakui hal ini juga akan tetap menjadi poin pembicaraan penting dengan pemerintah.