Antisipasi Kredit Bermasalah, Dua Bank BUMN Naikkan Pencadangan
KATADATA ? Dua bank pelat merah, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) akibat membengkaknya kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL). Kenaikan dana pencadangan tersebut menyebabkan laba bersih Bank Mandiri dan BNI pada semester I-2015 mengecil.
Pada semester I ini, rasio NPL gross perseroan mencapai 2,43 persen. Rasionya meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 2,23 persen. Sedangkan secara nett, rasio kredit bermasalah Bank Mandiri pada semester I-2015 sebesar 1,01 persen, meningkat dari periode sama 2014 yang masih sebesar 0,81 persen. Akibatnya, manajemen Bank Mandiri harus memperbesar pencadangan.
?Saat ini coverage ratio kami 168 persen. Ini sudah turun dibandingkan sebelumnya 188 persen. Kami sempat dipanggil regulator kenapa coverage ratio tinggi, makanya profit rendah,? tutur Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin dalam paparan kinerja semester I-2015 di kantornya, Jakarta, Kamis (30/7). Kenaikan dana pencadangan tersebut untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi yang diperkirakan masih terus berlanjut hingga tahun depan.
Hal inilah yang menyebabkan laba bersih Bank Mandiri menciut. Pada periode Januari-Juni 2015, laba bersih perseroan hanya tumbuh 3,5 persen menjadi Rp 9,9 triliun dibandingkan periode sama tahun lalu. Padahal pada semester I-2014, Bank Mandiri mampu mencetak pertumbuhan laba bersih sebesar 15,6 persen menjadi Rp 9,6 triliun. Hingga akhir tahun nanti, Budi memperkirakan, laba bersih Bank Mandiri cuma tumbuh di bawah 10 persen.
Tak cuma peningkatan kredit bermasalah, kinerja Bank Mandiri ikut terpukul oleh penurunan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) dari sebelumnya 5,9 persen menjadi 5,8 persen. Budi menjelaskan, penurunan NIM karena sebelumnya Bank Mandiri menetapkan suku bunga acuan yang tinggi untuk memperbesar likuiditas. Kalau likuiditas bank ini sudah membaik, suku bunga deposito baru akan diturunkan.
Sementara itu, kinerja Bank Negara Indonesia (BNI) lebih terpukul oleh kenaikan kredit bermasalah. Per akhir semester I-2015, rasio kredit bermasalah BNI mencapai 3 persen atau melonjak dibandingkan periode sama 2014 yang masih sebesar 2,2 persen. Gara-gara kredit bermasalah membengkak, Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan, perseroan menaikkan coverage ratio dari 129 persen menjadi 138,8 persen.
?Ini yang menyebabkan laba turun,? ujar dia dalam paparan kinerja semester I-2015 BNI, Kamis (30/7). Pada semester I-2015, perseroan mencetak laba bersih Rp 2,4 triliun. Jumlahnya anjlok 50,8 persen dibandingkan realisasi pada periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 4,9 triliun. Padahal, BNI membukukan pendapatan bunga bersih (Net Interest Income) sebesar Rp 12,3 triliun pada semester I-2015 atau naik 14% dibandingkan periode sama 2014 yang sebesar Rp10,8 triliun. Kenaikan pendapatan bunga bersih itu didukung oleh pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 12,1% menjadi Rp 288,7 triliun pada semester I-2015.