Gara-Gara Riset, Pemerintah Jatuhkan Sanksi ke JP Morgan
KATADATA ? Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, telah memberikan sanksi kepada JP Morgan, bank investasi internasional, atas hasil risetnya yang dinilai merugikan Indonesia. ?Mereka sudah tahulah apa sanksinya,? kata dia di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (27/8).
Pemberian sanksi tersebut lantaran JP morgan, dalam riset berjudul ?IDR rates: Will positioning risk catch up with INDOGBs? Move to U/W? yang diterbitkan 20 Agustus lalu, merekomendasikan agar investor mengurangi kepemilikan di surat utang Indonesia.
Arthur Luk dan Bert Gochet, analis yang melakukan riset itu, menilai risiko aset portofolio Indonesia semakin meningkat. Ada tiga faktor yang membuat mereka memberikan rekomendasi tersebut.
Pertama, kebijakan Cina mendevaluasi mata uangnya yang membuat risiko obligasi negara-negara emerging market Asia meningkat. Ini karena biaya lindung nilai valuta asing (valas) yang meningkat, sehingga juga berdampak pada imbal hasil obligasi.
Kedua, besarnya aliran dana keluar membuat prospek obligasi global negara-negara emerging market menurun, termasuk Indonesia.
Ketiga, adanya kekhawatiran bahwa utang pemerintah pada tahun depan akan meningkat sebesar 10 persen. JP Morgan menilai meski pemerintah sudah membuat kemajuan dengan mengurangi subsidi, tapi defisit fiskal pada tahun ini justru mengalami kenaikan. Per Juni defisit sudah mencapai Rp 94 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 47 triliun.
JP Morgan juga menyangsikan jika investor lokal akan dapat menampung aset yang dilepas oleh investor asing. Ada dua sebab. Pertama, karena investor lokal kesulitan modal untuk membeli aset-aset tersebut. kedua, dengan tingkat suku bunga yang berkisar 9 persen, tidak banyak keuntungan yang bakal diterima investor karena yield obligasi Indonesia diperkirakan hanya sebesar 10 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengakui jika JP Morgan memiliki independensi dalam melakukan riset. Namun, dia meminta agar riset tersebut dilakukan dengan hati-hati dalam mengambil ancangan analisisnya. Misalnya, dia mencontohkan, menggunakan RAPBN 2016 sebagai dasar membuat rekomendasi. padahal, RAPBN tersebut masih dalam pembahasan dan baru akan selesai pada Oktober nanti.
?Jadi kalau masih rancangan tidak usah jadi dasar untuk keluarkan rekomendasi dan akhirnya membuat Indonesia yang ekonominya membaik, kemudian jadi panik rakyatnya,? tutur Agus. ?Jadi JP Morgan seharusnya mau review. Nanti kami beri masukan agar mereka mempertajam analisis mereka. Tapi kami hormati pandangan mereka.?