IMF Siap Membantu Pendanaan Proyek Infrastruktur
KATADATA ? Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menilai kawasan Asia harus mendorong pembangunan infrastruktur sehingga bisa memacu pertumbuhan ekonomi di masa depan. Namun, tantangan yang dihadapi adalah masalah pembiayaan karena proyek infrastruktur membutuhkan pendanaan besar.
Berdasarkan data Bank Pembangunan Asia atau Asia Development Bank (ADB), menurut Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, kawasan Asia membutuhkan dana hingga US$ 8,3 triliun untuk pembangunan infrastruktur dalam 10 tahun mendatang. ?Begitu banyak pembiayaan yang dibutuhkan di Asia, angka itu mengejutkan. Sangat penting bahwa ada ekuitas, ada kepemilikan, ini adalah untuk masa depan,? katanya dalam seminar internasional bertajuk ?Financing for Development? di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Rabu (2/9).
Beberapa proyek itu membutuhkan dana sangat besar dan jangka panjang, sementara anggaran pemerintah belum tentu mencukupi. Pemerintah juga tidak bisa berharap dari dana perbankan karena rata-rata pembiayaan dari bank dalam jangka pendek. Di sisi lain, Lagarde menilai, skema kemitraan pemerintah dengan swasta (Public Private Partnership/PPP) untuk membantu pembiayaan pembangunan infrastruktur terbukti sulit diterapkan. Selain pembagian kewenangan, kendala skema PPP ini adalah hambatan peraturan dan birokrasi.
Untuk itu, pemerintah bisa mencari alternatif lain pendanaan berupa pinjaman bilateral ataupun multilateral dengan lembaga keuangan internasional, seperti IMF, Bank Dunia, ADB, dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). ?Perlu ada keterlibatan lembaga internasional. Setiap orang memiliki peran untuk bermain (terlibat pembangunan infrastruktur),? katanya.
Namun, Andrew Sheng, pakar keuangan dunia dari Asia Global Institute, menyarankan kepada pemerintah agar tidak berlebihan dalam berutang. Pemerintah harus menyesuaikan besaran utang dengan peneriman. Sebab, utang pemerintah yang terlalu tinggi akan membahayakan anggaran pemerintah.
Menurut dia, seharusnya ada pembagian tugas dan beban antara pemerintah dan pihak swasta dalam menggarap proyek infrastruktur. Bahkan, pemerintah seharusnya lebih aktif mendorong masyarakat untuk masuk ke pasar saham ataupun pasar surat utang sebagai alternatif sumber pendanaan infrastruktur. ?Pendalaman keuangan bukan hanya dengan mengebor utang lebih dalam. Ini seharusnya dibagi dan inklusif. (Harus) menyeimbangkan antara utang dan ekuitas,? ujar Sheng.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur BI Agus Martowardojo mengakui, tantangan terbesar Indonesia dalam pembangunan infrastruktur adalah pembiayaan. Karena itu, BI akan fokus memperdalam pasar keuangan. Selain untuk meningkatkan pembiayaan dari investor dalam negeri, tujuannya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Deputi Gubernur Bank of Japan (BoJ) Hiroshi Nakaso menjelaskan, perbankan di Jepang selama ini aktif mendorong pembiayaan untuk proyek-proyek jangka panjang. Sedangkan pemerintah fokus mendorong masyarakat masuk ke pasar keuangan. ?Anda memiliki hak untuk mengatur pembangunan infrastruktur yang bisa menarik investor. Yang terpenting, (dengan) menerbitkan obligasi oleh pemerintah (sebagai pembiayaan),? katanya.